Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Berita Tempo Plus

Trah Denisovan dari Wallacea

Analisis genetika kerangka berumur 7.200 tahun di Sulawesi Selatan mengandung 1,7-2,7 persen asam deoksiribonukleat Denisovan. Bukti tertua sepupu Homo sapiens.

23 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Bagian kepala (tengkorak) Besse di Leang Paningnge/Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar/mongabay.co.id
Perbesar
Bagian kepala (tengkorak) Besse di Leang Paningnge/Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar/mongabay.co.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Penelitian genetika menemukan DNA Denisovan pada genom kerangka manusia prasejarah berumur 70 abad yang ditemukan di Leang Panningnge, Maros, Sulawesi Selatan.

  • Penemuan DNA Denisovan tertua yang ada di Indonesia.

  • Penemuan ini memunculkan dugaan terjadi kawin-mawin antara manusia modern dan Denisovan di Sulawesi.

KEYAKINAN Akin Duli terbukti. Sebagai pemimpin tim ekskavasi dalam penelitian arkeologi kerja sama antara Universitas Hasanuddin, Makassar; Balai Arkeologi Sulawesi Selatan; dan Universiti Sains Malaysia, ia berwenang menentukan titik penggalian. “Saya memilih lokasi yang agak sulit untuk berdiri karena ada batu tepat di atasnya. Itu atas dasar keyakinan saja,” kata Akin Duli pada Senin, 18 Oktober lalu, mengingat penemuan kerangka manusia prasejarah di Leang Panningnge di Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, enam tahun lalu.

Akin, 64 tahun, bercerita, koleganya sempat memprotes pemilihan lokasi itu. “Saya katakan, kalau sulit berdiri, ya, jongkok,” tuturnya. Ternyata jerih payah mereka selama empat hari penggalian terbayar dengan temuan kerangka manusia yang hampir utuh pada kedalaman 190 sentimeter di bawah tanah. “Kerangka itu dalam posisi jongkok, tapi dimiringkan. Memiliki tulang paha, lengan, jari-jari, rangka badan, dan tengkorak (yang tak utuh),” ucap pengajar di Departemen Arkeologi dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin tersebut.

Menurut Akin, penelitian pada 2015 yang disokong dana oleh Stephen Chia dari Universiti Sains Malaysia di Penang—tempat Akin meraih gelar doktor arkeologi pada 2012—itu tidak sampai mengangkat kerangka. Pada saat penemuan, tulang-tulang itu tampak rapuh sehingga dibutuhkan adaptasi dan peralatan khusus untuk mengangkatnya. “Kami lapisi kapas dan terpal, lalu ditutup (tanah) kembali. Nanti jika ada dana baru kita angkat,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus