Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Perhitungan karlina dan pak iping

Perhitungan kejadian gerhana matahari dan bulan sudah dimulai ribuan tahun s.m. para ilmuwan hanya tinggal menyempurnakan seperti yang dilakukan oleh thomas oppoczer sampai pak iping.(ilt)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BAHWA kini para ilmuwan mampu meramalkan gerhana, hingga ke detik-detiknya paling tepat," seperti kata Prof. Dr. Jay Pasachoff, direktur Observatorium Hopkin di AS, sudah tentu berkat berbagai rumus matematika jelimet yang disulap komputer. Meski begitu, Pasachoff yang 11 Juni nanti menyaksikan gerhana matahari yang ke-12 -- setiap kali kembali merasa kagum, memperhatikan ketepatan perhitungan itu. "Pada saat yang ditetapkan, saya bisa melihat ke atas, dan terbukti gerhana mulai," tuturnya kepada TEMPO pekan lalu di Lembang. Tanpa komputer dan rumus matematika, toh, ribuan tahun Sebelum Masehi, orang Babilonia sudah mampu meramalkan, bila dan di mana akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan. Pengamatan pergerakan bintang, bulan, dan matahari selama berabad-abad, mengajarkan mereka akan adanya suatu pola keberaturan dalam alam semesta. Salah satu penemuan orang Babilonia itu ialah bahwa serangkaian jenis gerhana matahari -- total, sebagian atau cincin -- dan gerhana bulan, cenderung berulang setelah 18 tahun (surya) 11 1/3 hari (atau 10« hari jika terdapat lima tahun kabisat). Daur ini dinamakan saros, kata yang berasal dari bahasa Babilonia, sharu. Gerhana matahari atau bulan tentu erat kaitannya dengan peredaran bumi, bulan, dan matahari yang sangat beraturan. Karena itu suatu gerhana bisa diramalkan dengan cukup seksama, tanpa melibatkan rumusan matermatlka yang rumit. Tapi hanya setelah Copernicus "mengubah" alam semesta, Kepler "mengubah" garis edar planet dari bulatan menjadi elips, dan Newton mengembangkan teori gaya berat serta menerapkan kalkulus variasi yang dilahirkan Leibniz pada garis edar benda langlt, para ilmuwan mampu memperhitungkan dengan seksama posisi benda langit itu pada setiap saat. Itu sebabnya pada 1880 Thomas Oppolzer, astronom Austria, sempat menyusun sebuah katalog gerhana, yang mendaftar 8.000 gerhana matahari dan 5.200 gerhana bulan antara 1207 SM hingga 2162 M. Khusus mengenai gerhana matahari, Oppolzer menjelaskan sifatnya, aerah yang terkena di bumi, serta lamanya berlangsung. Termasuk di sini gerhana matahari total 11 Juni 1983 di Indonesia. Toh kelengkapan Oppolzer itu masa kini diperinci lagi. Berdasarkan perjanjian dengan IAU (International Astronomical Union) menjadi tradisi setiap menjelang suatu gerhana, para astronom dari Observatorium Naval di AS, memperhitungkan lebih teliti lagi tentang daerah yang terkena bayangan gerhana serta waktu terjadinya pada setiap tempat. Ketelitian ini tercapai karena memanfaatkan fungsi-fungsi Bessel, perangkat matematika yang diciptakan F.W. Bessel, astronom dan matematikus Jerman, 1924. Fungsi-fungsi Bessel ini memungkinkan para astronom menanggulangi berbagai variasi akibat pengaruh-mempengaruhi antara matahari, bulan, dan bumi. "Yang paling banyak variasinya ialah peredaran bulan," ujar Dra. Karlina Suppeli, astronom wanita yang kini menjabat sebagai kepala Seksi Observasi Planetarium Jakarta. Variasi ini disebabkan karena bulan dipengaruhi oleh gaya tarik bumi maupun matahari. "Tambahan lagi sumbu bulan berotasi seperti gasing," tambah wanita muda itu. Menurut Karlina, ada tiga unsur utama yang harus diperhitungkan. Yaitu kurun waktu peredaran bulan hingga kembali pada fase semula, bulan sinodis atau 29,9 hari. Kemudian kurun waktu 27,2 hari, yang disebut bulan nodis atau juga bulan drakonis yaitu saat bulan kembali melampaui titik simpul yang sama dengan bidang ekliptika. Unsur ketiga ialah bulan anomalistik, yang disebabkan jarak antara bulan dan bumi, berubah-ubah, ditambah dengan gerakan sumbu bulan seperti gasing. Kurun waktu ini berlangsung selama 27,5 hari. "Nah, kelipatan persekutuan terkecil ketiga kurun waktu tadi ialah 18 tahun 11 1/3 hari," ujar Karlina. Unsur lain yang harus diperhitungkan ialah posisi bumi ralatif terhadap matahari. Karena garis edar bumi sekitar matahari juga merupakan elips, ada kalanya ia dekat dan ada kalanya la Jauh. Inl terutama menentukan terjadinya gerhana total, cincin atau sebagian. "Pendeknya, perhitungannya cukup rumit dan melibatkan fungsi-fungsi Bessel itu," ucap Karlina, yang memang yang gemari segi teoretis ilmu astronomi itu. Meski tak memanfaatkan fungsi-fungsi Bessel, K.H. Zainal Abidin, dekan Fakultas Syari'ah Unisba (Universitas Islam Bandung), mengakui perhitungan ramalam gerhana cukup sulit. Dasar perhitungan yang dipakai Kiai berusia 75 tahun itu, agaknya bersumber pada daur saros. "Setiap 18 tahun 11 hari, terjadi gerhana yang sama, tapi tempatnya belum tentu sama," ucapnya. Dalam waktu 6584,223 hari itu, menurut Pak Kiai itu, terjadi 70 kali gerhana. Yaitu 29 kali gerhana bulan dan 41 kali gerhana matahari. Menurut ulama yang panggilan akrabnya Pak Iping. itu, gerhana matahari hanya mungkin terjadi pada akhir bulan komariyah, atau saat bulan dalam konjungsi. Tapi tidak berarti setiap akhir bulan komariyah terjadi gerhana matahari. Itu hanya terjadi bila deklinasi bulan berada pada burudj hamal (rasi bintang Aries) atau burudj mizan (Libra) dari tanggal 1 sampai dengan 6. Juga pada burudj huzt (Pisces) atau burudj sumbulah (Virgo), dari tanggal 24 sampai 30 akhir. Bagaimana cara menggunakannya untuk menghitung bulan baru atau gerhana? "Hanya dengan perkalian, penjumlahan dan pengurangan biasa," ucap H. Achmadi Muhammad, pimpinan Pesantren Al-Mansyuriyah di Jembatan Lima, Jakarta yang tersohor sebagai ahli ilmu hisab. Ia pewaris ilmu falak yang termaktub dalam Kitab Sulaman Naraya. Kitab ini diwariskan turun-temurun dari H. Mansyur Muhammad, yang menyesuaikan isi buku itu dengan garis lintang Jakarta. Kitab aslinya pernah dibawa ayahnya, Imam Abdul Hamid, dari Mekah di abad ke-l9. Kitab itu agaknya menjelaskan tiga risalah. Risalah ijtimad atau konjungsi, risalah tentang gerhana bulan dan risalah tentang gerhana matahari. Kitab ini juga dipergunakan Departemen Agama untuk menentukan awal bulan komariyah. "Sistem itu senantiasa dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan awal bulan Ramadhan," ucap Drs. Wahyu Widiana dari Subdit Pertimbangan Hukum, Hisab, Agama, dan Rukyat, Departemen Agama. Juga K.H. Zubair, pensiunan rektor IAIN Walisongo di Semarang, dua tahun lalu pernah menghitung gerhana matahari 11 Juni ini. Perhitungan orang tua usia 75 tahun ini yang kini memimpin Pondok Joko Tingkir di Tengaran, Semarang, meramalkan secara tepat tanggal dan jamnya. Hanya Zubair tak mendetil tentang lokasi terjadinya. Ia hanya menyebutkan daerah Semarang, Yogyakarta, dan Bali, yang tentunya tak terlalu jauh meleset. Sementara gerhana matahari total yang pernah terjadi dalam abad ini di Indonesia, tercatat 3 kali dalam daftar yang diperlihatkan Dra. Karlina. Pertama di tahun 1901, 18 Mei (lihat Selingan): melintasi Sumatera (Padang), Kalimantan, dan Irian, kemudian 8 Mei 1929, juga melintasi Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Kalimantan. Yang terakhir terjadi 5 Februari 1962, melintasi Kalimantan, Sulawesi, Irian, dan Polinesia. Setelah gerhana matahari 11 Juni ini, Indonesia masih ketamuan bayangan bulan akibat gerhana total pada 18 Maret 1988, yang akan melintasi sebagian Pulau Sumatera, Kalimantan, dan kemudian Filipina. Tapi di Pulau Jawa? Sayang tak terbaca daftar Oppolzer -- tapi mungkin ia catat peristiwa itu di akhir abad ke-24.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus