Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Olah Raga Tekanan Rendah

Kegemaran memancing makin meluas. manfaatnya bisa menurunkan tekanan darah dan beberapa manfaat lainnya. kini sudah dianggap sebagai olah raga. banyak klub-klub memancing berdiri. (gh)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LELAKI itu duduk dengan sabar. Matanya memandang kolam. Empat joran pancing dibariskan rapi di dekat kakinya. Di kolam, empat pelampung kecil berayun-ayun dipermainkan air. Silir angin membuat kantuk. Sepi. Hiruk pikuk Jakarta terasa jauh. Salah satu joran bergetar. Dengan tegang pria itu mengangkatnya, menggulung senar dan menyentakkan pancing. "Hah, kena!" serunya. Seekor ikan mas menggeletar di ujung pancing. Sembari melepaskan ikan tersebut, pria itu -- Yok Koeswoyo -- menjelaskan, "sedari kecil saya gemar memancing. Terutama di laut". Kini hampir tiap hari anggota kelompok musik Koes Plus ini bisa dijumpai memancing di Taman Ria Remaja, Senayan, Jakarta. Tiap pagi istrinya mengantarkannya ke kolam dan baru menjemput sore harinya. "Istri saya penuh pengertian. Setiap kali melihat saya tampak ruwet, saya selalu disuruhnya memancing," cerita ayah dua anak ini. Istri dan kedua anaknya juga gemar menyantap ikan mas goreng hasil pancingannya. Kolam pancing Taman Ria Remaja Senayan luasnya delapan hektar. Ada satu bagian yang secara khusus dibuat, dengan karcis Rp 25.000 untuk sehari atau Rp 15.000 mulai pukul 12 siang. Namun banyak pemancing termasuk Yok Koeswoyo, memilih tempat yang lebih luas dengan karcis Rp 2.500 sehari atau Rp 1.500 setengah hari. Puluhan pemancing datang setiap hari: remaja, orang tua, ibu dengan anak-anaknya. Ada yang membawa payung. Banyak pula yang membawa tikar lengkap dengan makanan. Di Jakarta memang makin banyak saja kolam pemancingan. Antara lain Pamulang, Ciganjur, Situ Baru (Cibubur), Sunter, dan Waduk Pluit. Pengelola Situ Baru malahan menyediakan fasilitas penginapan: tenda dengan tarif Rp 3.000 semalam, atau kamar dengan dengan velbed yang tarifnya Rp 15.000. Yok memakai umpan irisan bungkil besar, dengan mata kail yang khusus untuk ikan besar. "Saya hanya berniat menangkap ikan lama. Mereka makan bungkil, dan ada di dasar kolam," katanya. Jika yang terpancing ikan yang beratnya belum sampai tiga ons, Yok melepaskannya. Ia mengecam mereka yang mengangkut ikan kecil. "Itu merusak lingkungan. Seharusnya di sini ada peraturan yang mengharuskan melepas ikan kecil yang terpancing, seperti di Eropa dan Amerika Serikat," ujar Yok. Namun tak jauh dari tempat Yok memancing, seorang lelaki tua nangkring di batu. Sebentar-sebentar melemparkan pancing, menarik dan memasukkan ikan ke dalam plastik. Umpan yang dipakainya roti. Pancmgnya banyak mengena. Sekitar 300 ekor terkumpul dalam waktu kurang dari tiga jam. "Kalau ditimbang mungkin ada dua kilogram," ujarnya gembira. "Cuma kalau melihat hasil pancingan saya, banyak yang melengos atau mengejek." Ikan mujair yang ditangkapnya rata-rata memang cuma sebesar kelingking. Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menganggap memancing sebagai olah raga. Salah satu buktinya adalah makin seringnya perlombaan memancing, serta bermunculannya berbagai perkumpulan memancing di berbagai kota. Hampir semuanya memakai nama yang keren: fishing club. Di Jakarta, misalnya ada Mina Kencana Fishing Club, Jakarta Fishing Club, Tirta Kencana Fishing Club, dan Muara Karang Fishing Club. Dari Bogor muncul Kujang Kencana Fishing Club, sedang di Bandung ada Parahiangan Fishing Club. Hanya Medan yang namanya sederhana: Ikatan Keluarga Hobi Jala/Pancing dan Simpatisan (IKHIAS). Hadiah lomba umumnya radio, tape recorder atau pesawat televisi. Perkumpulan Mina Kencana agaknya yang termuda: didirikan Agustus tahun lalu. "Kegiatan yang kami adakan untuk sementara ini baru memancing saja," kata sang sekretaris Dadan Iman Syafardan. Jumlah anggota perkumpulan ini 33 orang, rata-rata berusia di atas 27 tahun. Anggota klub memperoleh prioritas mengikuti perlombaan. Tiap Sabtu, Minggu atau hari libur lain, para anggota pada memancing bersama. "Setiap dua minggu sekali diadakan acara memancing malam hari, mulai pukul tujuh sampai empat pagi dengan biaya Rp 10.000," tutur Dadan. "Enak ikut klub mancing. Prioritas tempat diutamakan. Kami juga bisa saling mengenal dan tukar pengalaman," kata Don Supriatna, anggota Mina Kencana. Don, 46 tahun, seminggu rata-rata mengeluarkan Rp 10.000 -- hampir semuanya untuk membayar sewa lapak, tempat memancing. Umumnya kolam pemancingan mengenakanbiaya Rp 7 500 sampai Rp 15.000 untuk berjongkok di situ seharian. Don lebih suka memancing di kolam daripada di laut. Alasannya: di kolam tidak tergantung musim, peralatan lebih sederhana, biaya ringan. Karyawan DLLAJR DKI Jaya ini gemar memancing bukan karena ikut-ikutan. "Memancing adalah olah raga ringan. Bisa melatih kesabaran dan menurunkan darah tinggi," ujarnya. Syukruddin, 44 tahun, menyetuJui pendapat ini. "Semula saya menderita penyakit tekanan darah tinggi. Dokter menasihati agar saya punya kegiatan dalam bidang prakarya seperti montir radio atau kerajinan tangan. Tapi karena tak punya keahlian, saya memilih memancing saja," kata karyawan sipil Kodak VIII Langlangbuana Jawa Barat itu. Dalam waktu tujuh bulan tekanan darahnya turun dari 180 menjadi 130. Itu terjadi di beberapa tahun lalu. "Sejak itu saya tidak pernah punya penyakit tekanan darah tinggi lagi." Ia melemparkan kailnya ke tengah kolam. Hari itu, seperti biasa, Syukruddin ditemani istrinya, Ny. Haryati. Dari tengah hari sampai sore di kolam 'Sinar Pakuan' di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, suami-istri itu mendapat 4 kg. "Memancing antrekan dapat empat kilo sudah lumayan. Soalnya ikan sisa," Syukruddin menjelaskan. Antrekan artinya memancing bukan di hari Minggu. Sewa lapak yang ukurannya 2 x 2 meter cuma Rp 5 000, dan boleh patungan bersama 2 orang lain. Buat Syukruddin, memancing malah tidak hanya melatih kesabaran dan konsentrasi. "Begitu pancing dilempar, segala keruwetan hidup sirna. Pikiran terpusat pada pelampung. Apalagi kalau umpan sudah mulai dimakan. Yang ada cuma kegembiraan," katanya. Bukan cuma itu. "Bila banyak mendapat ikan, bukan main bahagianya," tambah Ny. Haryati. Diakuinya, setelah suami-istri itu sama-sama suka memancing, rumah tangganya lebih rukun, padahal dulu sering bertengkar. Pengalaman Odi Supriadi sedikit lain. Memancing, menurut dia, bisa menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak baik. "Misalnya bila kita senang main cewek. Kalau sedang memancing, ingatan ke arah itu hilang dengan sendirinya," kata sopir truk dari Bandung berusia 34 tahun itu. Tidak dituturkannya, bagaimana kalau acara memancing sudah selesai. Namun ada juga segi negatifnya: "Saya terkadang hampir lupa pekerjaan dan anak istri." Ada lagi manfaat memancing. "Saya dapat bersabar, dan hati-hati dalam meneliti persoalan dagang saya," cerita Liem Bun Thong, 51 tahun, pemilik toko 'Asia Sport' di Jalan Bandung, Medan. Hobinya juga membuat Liem Bun Thong, biasa dipanggil Atong, pada 1951 membuka tokonya yang khusus menjual peralatan memancing dan berburu. Buat Atong, pengalaman yang paling mengesankan dalam hidupnya terjadi empat tahun lalu. Ia ingat betul tanggalnya: 20 Mei 1979. Hari itu pancingnya mengenai ikan jurung seberat 5,8 kg. Selama satu jam Atong mengikuti tarikan ikan mahal (kini harganya Rp 5.000 per kg) itu, dan mengulur tali pancingnya sampai 150 meter. "Waktu itu, seumpamanya ada yang memberi sejuta rupiah buat menggantikan saya memegang joran, tak akan saya berikan." Namun perolehan Atong kalah dengan Akeng. Pada akhir Juni 1980, tatkala memancing di Sungai Stabat, Langkat, 40 km dari Medan, Akeng memperoleh ikan jurung seberat 19,8 kg. "Sepanjang yang saya ketahui belum pernah ada orang Medan yang bisa mengail ikan seberat itu?" kata Akeng, yang bersama Atong pernah menjelajah sungai-sungai di Sumatera Utara sampai ke Aceh. Toh dengan ikan 5,8 kg-nya Akong mendapat medali perak dari pabrik peralatan pancing ABU di Swiss. Pabrik ini tiap tahun mengadakan lomba. Hasil pancingan terberat mendapat medali. Pada 1979 ikan Atong mendapat hadiah kedua. Waktu itu Atong mengirim foto ikan hasil tangkapannya disertai selembar sisik ikan. "Sayang Akeng waktu itu tak mengirimkan berita tangkapannya. Dia bisa mendapat medali emas betulan," kata Akong. Peralatan pancing yang lengkap bisa mencapai harga jutaan rupiah. Reel atau kelosnya saja ada yang harganya sekitar Rp 800.000. Misalnya yang terbuat dari logam kuning mengkilat," dengan kapasitas senar sampai 1.200 yard. Joran biasanya terbuat dari fibreglass, sedang mata kail yang terkenal buatan Norwegia. Di Jakarta, yang populer adalah joran teleskopik fibre-glass, yang lengkap dengan reel-nya berharga Rp 12.000. "Ini disukai karena praktis, bisa diperpendek, jadi ringkas," kata Benny, 30 tahun, yang punya toko peralatan memancing tanpa nama seluas 15 m2 di Poncol, Jakarta Pusat. Pemancingan dari Jawa Barat umumnya lebih senang memakai joran yang terbuat dari bambu atau weregu. Benny sendiri lebih senang memancing di laut. Biayanya memang lebih besar dibanding memancing di empang. "Tapi di laut pemandangannya lebih bagus. Selain itu juga lebih berseni: Kita tak tahu ikannya ada di mana. Beda dengan di kolam. Ikannya jelas dimasukkan di depan mata kita," katanya menasehatinya. Kesadaran mencintai lingkungan rupanya juga bisa diterapkan melalui kegiatan memancing. Ini pendapat Yok Koeswoyo lagi. Menuba atau mengebom sungai guna menangkap ikan, jelas sangat merusak lingkungan. Yok, yang pernah memancing di banyak tempat, dari berbagai kolam di sekitar Jawa, Pulau Seribu, Bali, Pantai Selatan Jawa, sampai Prancis dan Italia, menganggap "dengan memancing kita bisa merasa lebih dekat dengan alam dan Tuhan." Pengalaman memancing Anda yang menarik, Yok? "Antara lain di Nice, Prancis, tahun lalu. Saya terdaftar sebagai anggota klub memancing di sana," ceritanya. Suatu hari, mereka memancing ikan karper. Yok teringat waktu kecil suka memancing karper dengan singkong rebus sebagai umpan. Di supermarket setempat ternyata singkong tak ada. Tak ada singkong, kentang pun berguna. Maka Yok pun memakai umpan singkong kukus. Orang-orang pada menertawakannya. Namun tatkala Yok memperoleh karper 3 dan 4 kg orang-orang Prancis pada heran. "Mungkin karena itu di klub tersebut, dalam musim pancing itu saya dinyatakan pemenang . . .," kata Yok sembari tertawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus