RUANG angkasa agaknya bukan menjadi batas persaingan bagi Amerika Serikat dan Uni Soviet. Adalah keberhasilan Soviet meluncurkan Sputnik pada 4 Oktober 1957, yang menyadarkan AS terhadap ketinggalannya di bidang teknologi ruang angkasa. Sederetan sukses lain, seperti peluncuran Yuri Gagarin, yang jadi manusia pertama ke luar angkasa, pada 12 April 1961, bagai terus memukul AS dalam persaingan. Baru dengan keberhasilan Neil Armstrong sebagai orang pertama yang mendarat di bulan pada 16 Juli 1969, NASA bisa membalas. Setelah itu, perlombaan untuk mencapai prestasi baru di angkasa luar semakin sengit. Pada 15 Juli 1975, pesawat angkasa Apollo AS menyatu dengan sebuah pesawat angkasa Soyuz Soviet selama dua hari. Dalam kesempatan itu, astronaut AS sempat saling bertukar bibit pohon dengan kosmonaut Soviet. Ini juga yang merupakan akhir penerbangan berawak AS dengan menggunakan roket jenis Saturn V, dan mereka kemudian mengembangkan konsep pesawat ulang alik yang baru memberikan hasil nyata pada 1981. Sementara itu, Soviet terus mengembangkan program Soyuz-nya. Dan sukses. Yang memegang rekor terlama di ruang angkasa, sampai kini, adalah para kosmonaut: 237 hari dan 211 hari. Sedangkan prestasi astronaut NASA baru 84 hari. Ketekunan para kosmonaut tinggal di antariksa, menurut deputi direktur eksplorasi ruang angkasa Soviet, Adrian Nikolayev, mempunyai dua tujuan. "Membuat stasiun ruang angkasa permanen yang mengelilingi orbit bumi dan mengirim misi ke Mars," katanya kepada Robin Siren dari TkMPo. Tujuan pertama, tampaknya, hampir tercapai. Salyut-7, yang diluncurkan 19 April 1982, hingga sekarang masih terus mengorbit. Memang beberapa bulan silam Salyut-7 sempat mengalami gangguan. karena baterainya tak berfungsi. Tapi, dengan mengirimkan sebuah misi "montir", keadaan ini dapat diatasi. Wahana ruang angkasa tak berawak yang mampu mengantarkan perbekalan dari bumi untuk para awak Salyut-7 adalah "Progress". Tapi bukan berarti program ini tanpa kesulitan. Tiga buah wahana ruang angkasa berawak sempat terpaksa balik kandang, karena tak mampu melakukan locking dengan Salyut-7 ini. Untuk tujuan kedua, mengirim misi ke Mars, menurut Kosmonaut Yuri Laskin, memerlukan kerja sama internasional. "Saya pikir misi itu dapat dilakukan sebelum akhir abad ini," katanya. "Asal saja keadaan politik memungkinkan." Soal politik ini, kini diruwetkan dengan adanya program Perang Bintang Reagan. Misi pesawat ulang alik sering kali dijadikan sasaran propaganda anti perang bintang oleh Soviet. Bahkan musibah yang menimpa Challenger pun dimanfaatkan. Toh, di luar sengatan terhadap program Perang Bintang Reagan, Soviet tetap menyatakan dukacita atas gugurnya awak Challenger. Perdana Menteri Gorbachev mengirim kawat dukacita. Bahkan, para ahli pemetaan angkasa luar Soviet sepakat untuk menamakan dua kawah yang baru ditemukan di Venus sebagai Judith Resnik dan Chista McAuliffe -- dua astronaut wanita Challenger yang meledak Memang sebagai penemu pertama, Soviet berhak memberi nama kedua kawah tersebut. Direktur eksplorasi ruang angkasa Roald Sagdeyev turut bersedih atas musibah yang menimpa Challenger. "Bencana seperti itu memang tak bisa dihindari," katanya. Ia memuji sistem pesawat ulang alik sebagai "suatu keberhasilan yang canggih dan fantastis." Tapi pihak Rusia, katanya, menganggap sistem itu kurang ekonomis untuk saat sekarang. Karena itu, tetap memilih untuk mempergunakan sistem Soyuz T. Dengan sistem inilah pihak Soviet sedang mencoba mengatasi masalah yang timbul akibat terlalu lama di angkasa luar. Yaitu mengecilnya jantung hingga 20%, serta mengecilnya jaringan otot lainnya, terutama otot kaki. "Akibatnya, penyesuaian kembali di bumi setelah berada di ruang tanpa bobot untuk jangka panjang cukup berat," kata Laskin. Belum lagi masalah kejiwaan yang timbul pada misi jangka panjang itu, yang menurut Laskin sulit ditebak akibatnya. Padahal, dalam upaya melakukan misi ke Mars, problem ini harus dapat diselesaikan dahulu. Maklum, penerbangan itu diperkirakan sedikitnya memakan 15 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini