Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Protein Pengontrol Bangun Pagi

19 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama ini fungsi mata cuma diketahui sebagai indra penglihatan. Namun, para peneliti dari Jepang dan Belanda berhasil menemukan fungsi lain dari mata. Suatu penerima (receptor) pada retina mata yang selama ini cuma diketahui sebagai pendeteksi cahaya, ternyata, juga berfungsi membantu tubuh untuk membentuk siklus dan irama biologi, misalnya kebiasaan bangun pagi, pelepasan hormon, atau munculnya selera. Reuters, mengutip laporan dalam jurnal Science dan Natural, melaporkan bahwa tanpa protein pada retina mata yang bernama kriptokrom itu—terdiri atas Cry 1 dan Cry 2—fungsi jam biologi pada tikus percobaan menjadi kacau. Kedua jenis protein tersebut mirip sekali dengan protein yang mengatur siklus malam dan siang pada tanaman.

Tim peneliti dari Universitas Erasmus, Rotterdam, Belanda, melakukan percobaan pada beberapa tikus yang diberi tiga perlakuan berbeda. Pada tikus pertama, protein Cry 1-lah yang dihilangkan, sementara pada tikus kedua, Cry 2 yang diambil. Sedangkan tikus ketiga memiliki protein yang masih lengkap. Hasilnya, tikus pertama selalu bangun pagi sangat dini. Sebaliknya, tikus kedua menjadi sangat lambat. Sementara itu, tikus yang punya sel protein lengkap dapat mengatur siklus biologinya dengan sempurna.

Percobaan lain, yang dilakukan para peneliti Imperial College of Science Technology and Medicine, London, membuktikan bahwa tikus yang penglihatannya tak normal, karena tak punya reseptor cahaya pada retinanya, pun tetap bisa menjalankan ritme biologinya. Syaratnya adalah protein kriptokrom itu tetap dipunyai.

Belanja dengan Kulkas Pintar

Bayangkan jika di suatu tengah malam Anda melongok kulkas tapi tak ada lagi susu yang tersisa. Padahal, bila fajar menyingsing nanti, Anda ingin sekali membuat kopi susu. Namun, begitu pukul enam pagi tiba, satu galon susu telah siap di depan rumah. Ajaib? Nantinya tidak. Barang itu ternyata memang telah dipesan. Hanya, yang memesan ternyata kulkas Anda sendiri.

Itulah konsep kulkas modern buatan Frigidaire dan ICL London, yang diperkenalkan bulan lalu. Kulkas pintar ini dilengkapi sensor microchip, layar sentuh (touch screen), pemindai kode pada kemasan (bar code scanner), dan communication pot terintegrasi yang mampu mendeteksi jenis barang yang tersedia di kulkas. Bila barang di dalamnya sudah kosong, secara otomatis kulkas akan memesannya ke toko.

Saat ini, kulkas cerdik itu memang belum diproduksi massal dan masih berbentuk prototip karena masih harus menunggu kesiapan toko-toko untuk membangun jaringan dengan pelanggan. Namun, bukan urusan yang sulit untuk merealisasikannya. Tinggal dihubungkan melalui jaringan internet, belanja gaya masyarakat milenium ketiga ini bisa segera dinikmati.

Stres Kronis Merusak Otak

Hidup di tengah krisis seperti se-karang ini memang tidak mudah. Namun, kalau tak mau jatuh ke dalam kondisi yang lebih buruk, sebaiknya jangan biarkan stres terus mengganggu. Kebanyakan stres terbukti mengakibatkan kerusakan otak. Begitulah kesimpulan Robert Sapolsky, peneliti dari Stanford University di Palo Alto, California, yang pekan lalu disampaikan dalam sebuah pertemuan ahli saraf di Washington, AS.

Seperti dilaporkan The New York Times, pada binatang menyusui, stres yang timbul ketika menghadapi bahaya membuat tubuh melepaskan hormon stres yang disebut glukokortikoid. Hormon ini dibutuhkan tubuh untuk menyediakan energi dengan cepat.

Kenyataannya, hormon itu tidak hanya terbentuk ketika tubuh menghadapi ancaman bahaya fisik. Dalam kehidupan yang modern ini, stres terjadi terus-menerus. Dan akibatnya, hormon stres pun terus-menerus diproduksi. Untuk jangka panjang, seperti diperlihatkan dalam penelitian di laboratorium, glukokortikoid ternyata berdampak mematikan sel-sel otak yang berhubungan dengan memori.

Selama ini, orang percaya bahwa kehilangan memori disebabkan oleh proses penuaan. Menurut Sapolsky, kepikunan boleh jadi bukan hanya akibat proses penuaan belaka, tapi juga dipercepat oleh stres. Indikasinya bisa terlihat jelas pada penderita depresi dan stres setelah trauma (post-traumatic stress disorder). Pada penderita penyakit semacam itu, bagian otak yang menyimpan ingatan yang disebut hippocampus ternyata rusak oleh serangan hormon stres yang berulang-ulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum