Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejarah kereta api selalu menarik untuk diulas, termasuk sejarah tonggak awal pembangunan rel, stasiun pertama kali, serta rel kereta api yang menghubungkan Semarang-Surakarta-Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stasiun kereta api yang pertama kali dibangun adalah Stasiun Kemijen (Tambaksari) yang berada di Semarang pada 17 Juni 1864. Stasiun itu dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Sayangnya, jejak dan bekas stasiun kini sulit ditemukan akibat banjir rob dan sudah menjadi rawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada 1872, jalur kereta api sudah sampai Yogyakarta dengan Stasiun Lempuyangan sebagai tempat berhenti kereta api,” kata Manajer Humas Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta Krisbiyantoro, Senin, 30 September 2024.
Ia mengatakan Stasiun Lempuyangan merupakan stasiun pertama di Yogyakarta, sedangkan stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu baru muncul 15 tahun kemudian. NISM menyelesaikan pembangunan jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Soerakarta dan Yogyakarta) pada 10 Juni 1872 dengan lebar jalur yang digunakan 1.435 mm. Sebagai tempat pemberhentian di ujung lintas, NISM membangun Stasiun Lempuyangan.
Koran Bataviaasch Handelsblad 25 Januari 1872 menceritakan progress pembangunan jalur kereta api Surakarta - Yogya di petak Klaten - Yogya. Di sini Stasiun Prambanan disebut Brambanan, sedangkan Yogya disebut "Djokdjo".
Lokasi Stasiun Lempuyangan sudah dipilih sejak tahun 1870, di atas tanah milik Sultan
Hamengku Buwono VI. Di sekitar stasiun dibangun juga rumah dinas kepala stasiun dan
beberapa rumah dinas untuk masinis serta pekerja kereta api.
Stasiun Lempuyangan 1928 (Tempo/Repro Muh Syaifullah)
Pada tahun 1902, NISM merenovasi Stasiun Lempuyangan karena meningkatnya aktivitas di stasiun. Pada 1916 dilaksanakan perluasan stasiun. Arsitek kepercayaan sultan, Ir. Sitsen, ditunjuk merancang renovasi stasiun tersebut.
Tidak jauh dari stasiun juga dibangun kawasan perumahan dan werkplaat (bengkel lokomotif) atau dikenal dengan Balai Yasa. Central Werkplaat (bengkel pusat) dibangun di kampung Pengok,
di atas lahan milik Sultan Hamengku Buwono VII. Bangunan yang telah direnovasi ini diresmikan Agustus 1916 melalui selamatan yang meriah dengan iringan gamelan
Semasa perang kemerdekaan, Stasiun Lempuyangan mempunyai peran penting. Para pejuang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dikirim ke Magelang menggunakan kereta api dari stasiun ini. Selain itu pasokan bahan makanan untuk para pejuang didistribusikan pula menggunakan kereta api dari Stasiun Lempuyangan.
Peran Balai Yasa Yogyakarta pun tidak bisa disepelekan. Selain sebagai bengkel perawatan dan perbaikan sarana kereta api bagi keperluan perjuangan, di Balai Yasa juga dijadikan tempat pembuatan senjata berbahan besi guna keperluan perjuangan Tentara Keamanan Rakyat serta para pejuang.
Kini Stasiun Lempuyangan fasilitasnya semakin bagus dan pelayanan untuk penumpang kelas ekonomi juga sangat bagus.
Lima belas tahun setelah Stasiun Lempuyangan, Stasiun Yogyakarta atau biasa disebut Stasiun Tugu baru diresmikan, tepatnya pada 20 Juli 1887. Peresmian ini berbarengan dengan dibukanya jalur kereta api Yogyakarta - Cilacap. Lintas sepanjang 176 kilometer ini dibangun oleh perusahaan kereta api negara Staatsporwegen (SS).
Stasiun Yogyakarta dibangun di atas lahan milik Sultan Hamengku Buwono VII. Fasad stasiun menghadap ke timur. “Desain bangunan stasiun sudah dirancang sejak 1885,’ kata Krisbiyantoro.
Pada 1927, dilakukan renovasi dengan memperpanjang masing-masing peron. Juga dibangun terowongan sebagai pintu keluar pejalan kaki di sisi selatan. “Stasiun Yogyakarta merupakan saksi bisu pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946,” kata dia.
Kala itu Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta rombongan disambut oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Kini stasiun itu menjadi stasiun favorit penumpang yang datang ke Yogyakarta. Selain fasilitas yang lengkap, pelayanannya juga sangat bagus. Stasiun ini kini melayani penumpang kelas bisnis dan eksekutif.
Menurut Yudah Prakosa, sejarawan dan pengamat sejarah perkeretaapian, sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai pada era tanam paksa, ketika dibukanya jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (daerah yang berada di bawah kekuasaan empat monarki pecahan dari Kesultanan Mataram, yaitu Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman) di Desa Kemijen Semarang.
Pembuatan jalur kereta api pertama relasi Semarang–Solo-Yogyakarta tersebut atas konsensi dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. LAJ Baron Sloet van de Beele pada 17 Juni 1864.
Pembangunan dilaksanakan oleh perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) dengan menggunakan lebar jalur sepur 1.435 mm. “Jalur kereta api pertama kali dibangun oleh NISM mencapai 26 kilometer dari Semarang ke Tanggung (Purwodadi),” kata dia.