Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Darah dianggap sebagai zat yang amat penting bagi tubuh makhluk hidup, terutama bagi hewan dan manusia. Sebelum transfusi darah layak sebagai bentuk terapi medis, sejarah mencatat bahwa penemuan ini diawali dari kisah yang amat mengerikan. Sebab, percobaan pertama menggunakan darah anak domba yang didonorkan ke manusia, tetapi berujung tragis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah ini terjadi pada 1667 ketika seorang dokter Perancis terkenal, Jean-Baptiste Denys, melakukan percobaan transfusi darah pertama kepada manusia. Dilansir dari Smithsonian Magazine, percobaan ini dilakukan terhadap anak laki-laki berusia 15 tahun yang tidak disebutkan namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alih-alih menggunakan darah manusia, percobaan pertama ini menggunakan 12 ons darah domba. Nasib baik, anak tersebut tidak meninggal sebab dosis darah yang diberikan hanya sedikit. Denys lalu melakukannya kembali sebanyak empat kali, namun pada pasien ketiga dan keempat meninggal tak lama setelah transfusi.
Menurut sejarawan medis, Holly Tucker, salah satu pasien meninggal tersebut bernama Antoine Mauroy. Dia adalah seorang pria yang mengidap penyakit gangguan mental di Paris, Perancis. Berbeda dari percobaan pertama yang menggunakan darah domba, Denys memilih darah anak sapi untuk Mauroy.
Benar saja, Mauroy meninggal setelah dilakukan percobaan transfusi darah anak sapi tersebut, meskipun Tucker mengira bahwa pasien terkena racun arsenik oleh ahli bedah. Sebelum meninggal, diketahui Mauroy mengalami kondisi yang mengerikan.
“Lima ons darah anak sapi berhasil masuk ke tubuh pria itu, namun Mauroy mulai berkeringat, lengan dan ketiaknya terasa sangat panas, seperti habis terbakar,” kata Tucker dikutip Tempo dari laman Smithsonian Magazine.
Istri salah satu pasien yang meninggal (tidak disebutkan namanya), seperti dikutip dari Britannica, menuduh Denys telah melakukan percobaan pembunuhan. Dia dibawa ke pengadilan dan dinyatakan tidak bersalah atas tindakannya tersebut. Akan tetapi, semenjak peristiwa tersebut, Parlemen Perancis, Gereja Katolik, dan Royal Society resmi melarang kegiatan transfusi darah sampai pertengahan abad ke-19.
Barulah di era modern, sekitar pada 1900-an, Karl Landsteiner berhasil melakukan penemuan cara transfusi darah yang baik secara medis melalui identifikasi golongan darah. Dari peristiwa sejarah mengerikan itu, diketahui bahwa mencampur darah dari dua golongan yang tidak kompatibel, misalnya darah hewan, akan menyebabkan respons kekebalan yang berakibat fatal. Bahkan, berujung kematian, seperti yang dialami oleh pasien Denys meski kebenaran akan hal itu masih diragukan oleh beberapa pihak.
HARIS SETYAWAN