Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI layar televisi terlihat tangan kurus Timothy Ray Brown menyiram tanaman di kebun rumahnya di kawasan Bay Area, San Francisco, Amerika Serikat. Ia kemudian menyalakan kompor, memasak, dan mondar-mandir di dapur. Semuanya seperti berjalan normal. Tapi kenormalan Brown ini yang justru menunjukkan keajaiban. ”Saya sudah sembuh dari HIV (human immunodeficiency virus),” katanya. ”Saya dulu mengidap HIV, tapi sekarang tidak lagi.”
Brown mengidap HIV sejak 1995. Setelah menjalani transplantasi sumsum tulang—yakni penggantian sistem kekebalan tubuhnya dengan sistem kekebalan tubuh orang lain—pada 2007, tak ada tanda-tanda virus mematikan itu merasuk ke tubuhnya kembali. Ia orang pertama yang dinyatakan sembuh secara klinis setelah penyakit menular akibat virus ini mulai dikenal 30 tahun silam.
Gero Hütter, salah satu ahli dari Balai Pengobatan Transfusi dan Imunologi, Mannheim, Jerman, yang menangani kasus itu dan mengirim laporannya ke jurnal ilmiah Blood, menyatakan mungkin saja ada satu-dua sel HIV yang tersisa di tubuh Brown. ”Pertanyaan apakah masih ada setidaknya satu sel yang terinfeksi HIV di tubuhnya hanya persoalan filosofi,” katanya, seperti dikutip hiv-reservoir.net. ”Yang jelas, pasien ini tidak lagi bisa menularkan HIV ke orang lain dan ia tidak akan menderita komplikasi yang terkait dengan HIV.”
Kesembuhan Brown dimulai dari petaka saat warga Seattle, Amerika Serikat, ini tinggal di Berlin, Jerman. Brown divonis mengidap HIV sudah lebih dari sepuluh tahun saat ia, pada usia 40 tahun, juga divonis menderita leukemia akut di rumah sakit Berlin.
Sebelum leukemia menyerang, ia hidup hampir seperti orang normal berkat obat antiretroviral yang tiap hari ia konsumsi untuk membuat HIV-nya tak berkembang biak. Obat antiretroviral ini merupakan standar dunia untuk pasien HIV, termasuk di Indonesia. ”Sesuai dengan rekomendasi WHO, (pasien HIV diobati) dengan antiretroviral gratis dari pemerintah,” kata Samsuridjal Djauzi, profesor penyakit dalam yang aktif menangani HIV.
Obat antiretroviral membuat HIV lumpuh dan tak bisa berkembang biak. Pasien yang ingin hidup normal mesti memakan obat ini setiap hari seumur hidup. Jika pasien alpa memakannya, HIV yang masih tersimpan di tubuhnya akan hidup dan menyerang kembali.
Tapi, karena kemudian Brown juga mendapat leukemia, ia menjalani tiga kali kemoterapi. Saat kemoterapi yang pertama, ia sempat mengalami masalah ginjal sehingga obat HIV-nya dihentikan. Sel HIV di tubuhnya melonjak. Obat antiretroviral itu pun kemudian dilanjutkan lagi sehingga tingkat sel HIV di tubuhnya kembali turun dan tidak terdeteksi.
Tujuh bulan setelah kemoterapi, pada Februari 2007, leukemianya kambuh. Kali ini, untuk menyembuhkannya, tim dokter melakukan transplantasi sumsum tulang. Usaha transplantasi sumsum tulang bagi pengidap HIV sudah pernah dilakukan. Tapi sebelumnya tak pernah dipikirkan untuk mencari donor dengan bagian sel pertahanan diri CCR5 sudah bermutasi menjadi CCR532, yang kebal HIV. Bagian ini mestinya membantu HIV masuk sel, tapi karena sudah bermutasi, ia tidak lagi bisa dimanfaatkan HIV.
Mencari donor yang mirip dengan pasien bukan hal mudah; biasanya donornya adalah saudara kandung. Kesulitan ini masih ditambah dengan syarat struktur yang mirip sekaligus memiliki CCR532. Tim dari Berlin mesti menyisir 80 orang untuk mendapatkan donor yang cocok.
Di kalangan kulit putih, setidaknya satu persen orang memiliki kelainan pada sel darah putihnya. Mutasi genetis ini diturunkan jika kedua orang tuanya juga memiliki gen kebal HIV. Kelainan ini bermanfaat karena sel itu tak bisa ditembus HIV. Akibatnya, orang-orang ini secara genetis kebal HIV. Sel darah putih dari donor yang kebal inilah yang dimasukkan ke tubuh Brown.
Prosedur untuk itu sangat berbahaya karena, sebelum transplantasi, Brown mendapat sinar radioaktif untuk menghancurkan seluruh sel pertahanan dirinya—sekaligus menghancurkan leukemia akutnya. Sebanyak 10-30 persen pasien meninggal saat terapi seperti ini.
”Terus terang, saya lebih suka memberi obat (antiretroviral, yang risikonya jauh lebih rendah),” kata Robert C. Gallo, Direktur Lembaga Virus Manusia di Fakultas Kedokteran University of Maryland, Amerika Serikat, saat pertama kali mendengar keberhasilan ini.
Hampir setahun setelah transplantasi, leukemia kambuh kembali. Pasien menjalani prosedur transplantasi dari donor yang sama. Setelah menjalani transplantasi sumsum tulang, Brown tak perlu lagi setiap hari makan pil antiretroviral. Ini karena sel sumsum tulang yang menjadi alat pertahanan tubuhnya sudah diganti dengan sel sumsum tulang dari orang yang secara genetis kebal dari HIV.
Hütter mengatakan belum sepenuhnya jelas mengapa transplantasi CCR532 berfungsi sangat baik pada Brown. Yang pasti, setelah empat tahun berlalu dan Brown hidup sangat waras tanpa masalah yang berkaitan dengan HIV, Hütter berani menggunakan istilah menyembuhkan. ”Kasus ini mendukung, kadang memulai, penelitian intensif untuk memahami transplantasi CCR532 agar bisa dilakukan dengan lebih mudah,” katanya.
Nur Khoiri
Mengganti Sumsum Tulang
Timothy Ray Brown mendapat sistem pertahanan tubuh baru yang kebal HIV. Sistem pertahanan ini masuk tubuh lewat transplantasi sumsum tulang. Donornya adalah orang yang secara alami memang kebal HIV. Orang jenis ini sudah mengalami mutasi genetis dan jumlahnya setidaknya satu persen di kalangan kulit putih.
1. RADIOAKTIF
Pasien mendapat sinar radioaktif untuk mematikan seluruh kanker darah. Proses ini sangat berisiko karena sekaligus mematikan semua sistem kekebalan tubuhnya.
2. DONOR
Di Pusat Donor Sumsum Tulang Jerman ada 80 donor yang memiliki kemiripan dengan pasien. Tapi, setelah 62 donor di antaranya dicek, ada satu donor yang secara keturunan kebal HIV karena bagian CCR5 di sel CD4 yang terkait dengan kekebalan tubuhnya mengalami mutasi yang disebut CCR532.
3. TRANSPLANTASI
Sumsum tulang donor dimasukkan ke tubuh pasien. Pasien mendapat sumsum tulang dan sistem kekebalan tubuh baru dari donor, yang memiliki sel pertahanan tubuh dengan CCR5 yang sudah mengalami mutasi (CCR532).
HIV
Sel CD4
Sel yang terkait dengan pertahanan tubuh tempat HIV berkembang biak. Setelah masuk, ia akan berkembang biak serta mematikan fungsi sel pertahanan tubuh. Akibatnya, tubuh manusia tanpa pertahanan.
Reseptor CD4
Di bagian ini, HIV akan menempel.
CCR5
Sebagian manusia memiliki mutasi genetis pada CCR5 yang disebut CCR532. Padahal bagian inilah yang membantu reseptor memasukkan HIV ke dalam sel. Akibatnya, orang dengan CCR532 kebal HIV. Orang dengan CCR532 inilah yang menjadi donor.
CXCR4
Sebagian jenis HIV masuk sel dibantu CXCR4. Tapi HIV jenis ini sangat sedikit.
Obat Saat Ini
Para pengidap HIV saat ini mengandalkan sejumlah obat yang dikonsumsi setiap hari. Obat ini mencegah HIV berkembang biak, tapi tidak sepenuhnya mematikan. Jika pengidapnya berhenti minum obat, HIV membesar kembali.
- Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors Obat yang ditemukan pada 1987 ini mengganggu protein HIV, reverse transcriptase, yang dibutuhkan virus itu untuk memperbanyak diri. Obat ini beredar di banyak negara.
- Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors Beredar mulai 1997, obat ini merintangi protein reverse transcriptase.
- Protease Inhibitors 1995 Merintangi protease, protein yang dibutuhkan oleh HIV untuk berkembang biak.
- Fusion/Entry Inhibitors 2003 Mencegah HIV menempel pada sel CD4. Obat ini hanya tersedia di negara maju.
- Integrase Inhibitors 2007 Mengganggu enzim integrase yang dibutuhkan HIV untuk menyusupkan kode genetisnya ke sel manusia. Hanya tersedia di negara maju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo