Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengidentifikasi dan mendeskripsi spesies baru cicak atau cecak jari lengkung (genus Cyrtodactylus) dari Jawa Timur. Cecak tersebut diberi nama Cyrtodactylus pecelmadiun yang terinspirasi dari kuliner khas Jawa Timur 'pecel madiun'. Hal itu juga karena spesies ini ditemukan di sekitar Madiun, yakni di Maospati dan Mojokerto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Para peneliti ingin mengenalkan ragam kuliner Nusantara melalui dunia sains, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dalam deskripsi C. papeda dari Pulau Obi dan C. tehetehe dari Kepulauan Derawan,” kata Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Awal Riyanto melalui keterangan tertulis, Selasa, 11 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dituturkan Awal, spesies Cyrtodactylus pecelmadiun ditemukan di lingkungan urban seperti tanggul jembatan, tumpukan genteng, dan kebun di permukiman desa. Menyebutnya cenderung sebagai spesies generalis dalam hal habitat, Awal menerangkan, "Spesies ini ditemukan tidak lebih dari 40 sentimeter di atas permukaan tanah, di berbagai lingkungan yang dekat dengan aktivitas manusia."
Secara morfologi, Cyrtodactylus pecelmadiun memiliki warna dasar coklat kehitaman. Cecak berjenis kelamin jantan dewasa memiliki panjang tubuh hingga 67,2 milimeter, sementara betina 59,0 milimeter. Spesies ini memiliki 18–20 baris tuberkular dorsal yang tidak teratur di bagian tengah tubuh, yaitu 26–28 baris tuberkular antara ketiak dan selangkangan, serta 28–34 baris sisik perut.
Cecak jari lengkung Jawa atau Cyrtodactylus marmoratus merupakan spesies pertama yang telah dideskripsi oleh Gray (1831), berdasarkan spesimen yang dikoleksi Heinrich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt. Saat ini, cecak jari lengkung itu tersimpan di Museum Naturalis, Belanda. Setelah 84 tahun berselang, de Rooij (1915) melaporkan keberadaan Cyrtodactylus fumosus yang dideskripsi oleh Müller (1895), dan kemudian dikonfirmasi oleh Brongersma (1934).
Seiring perkembangan penelitian, beberapa spesies baru dari Jawa telah dideskripsi, antara lain Cyrtodactylus semiadii (2014), Cyrtodactylus petani (2015), Cyrtodactylus klakahensis (2016), dan Cyrtodactylus belanegara (2024). Namun, Mecke et al. (2016) menemukan bahwa populasi Cyrtodactylus fumosus di Jawa sebenarnya merupakan variasi dari Cyrtodactylus marmoratus. Riyanto et al. (2020) juga mensinonimkan C. klakahensis sebagai C. petani berdasarkan taksonomi integratif.
"Secara filogenetik, C. pecelmadiun juga berkerabat dekat dengan C. petani, dengan jarak genetik 0,1–1,6 persen," bunyi keterangan Awal dan timnya. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan lewat Jurnal Zootaxa edisi 16 Januari 2025. "Penemuan ini semakin mendorong eksplorasi lebih lanjut untuk mengungkap keragaman tersembunyi dari Cyrtodactylus di Jawa, mengingat masih banyak spesies yang belum teridentifikasi secara menyeluruh," ujar Awal.