Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menciptakan sistem pompa yang dapat menurunkan air tanah di dalam lereng untuk mengurangi risiko longsor. Alat itu dinamai THE GREATEST (Teknologi Gravitasi Ekstraksi Air Tanah untuk Kestabilan Lereng). "Tinggi muka air juga tidak meningkat cepat ketika terjadi hujan deras," kata Adrin Tohari, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Rabu pekan lalu.
Sistem pompa yang dibangun tim Pusat Penelitian Geoteknologi ini memakai metode siphon atau pipa pindah. Konsep ini lazim dipakai untuk memindahkan cairan dengan memanfaatkan perbedaan ketinggian dan tekanan air. "Biasa dipakai orang memindahkan bensin dari tangki kendaraan ke jeriken," ujar Adrin.
Komponen THE GREATEST terdiri atas sumur, pompa siphon, slang pembuangan, dan saluran akhir. Pompa di dalam sumur-sumur yang dibangun di lereng akan mengisap air, lalu dialirkan ke saluran akhir. Perangkat ini berhenti bekerja ketika tinggi muka air di dalam sumur setara dengan yang ada di saluran pembuangan akhir.
Pengembangan sistem pompa ini dimulai pada 2013 dengan membuat purwarupa di laboratorium. Setahun kemudian, alat ini dites di lereng yang rentan bergerak di stasiun kereta api Bumiwaluya, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tahun lalu, sistem ini dicoba di Kampung Cibitung, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Dibangun di ketinggian 1.680 meter, teknologi ekstraksi itu mampu mengeluarkan air tanah hingga 120 liter per jam. Tinggi muka air di dalam tanah pun menyusut hingga 5 meter. "Tinggi awalnya 1-1,5 meter dari permukaan," kata Adrin.
Sistem ini masih diujicobakan di Pangalengan. Dari 13 sumur siphon yang dibangun, 10 di antaranya terus mengalirkan air. Tekanan airnya juga mengecil dan lereng menjadi lebih aman dari risiko longsor. Makin banyak sumur siphon, makin rendah tinggi muka air di dalam tanah karena volume air yang dikeluarkan lebih banyak dan luas zona rembesan mengecil.
Beberapa daerah rawan antara lain di sekitar jalan tol Cipularang kilometer 91-92 serta jalur kereta api di Purwakarta dan Garut. Tanah di area ini bergeser karena muka air tanah naik. "Di Cipularang ada konstruksi dinding penahan lereng," ucap Adrin. "Masalahnya, setiap tahun pasti ada reaktivasi gerakan tanah."
Para peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi berencana menambah pompa siphon di lereng dengan menggandeng sejumlah pihak, seperti pemerintah daerah dan perusahaan swasta. "Targetnya adalah mencegah longsor di kawasan yang memiliki infrastruktur penting."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo