Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Soroti Klaim BRIN soal Publikasi Jurnal Ilmiah, KIKA Minta Kualitas Karya Diperhatikan

KIKA mengkritik banyaknya peneliti dan akademisi Indonesia yang menerbitkan publikasi di jurnal predator dengan jaminan kualitas yang buruk.

25 Juni 2024 | 20.52 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, meminta klaim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai capaian publikasi ilmiah dibarengi dengan kualitas jurnal yang dihasilkan. BRIN sebelumnya menyatakan bahwa indonesia berada di posisi ke-19 di dunia dalam hal jumlah publikasi jurnal ilmiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Untuk konteks kuantitas data yang disebut BRIN tidak salah. Tapi yang perlu diperhatikan juga adalah kualitas dari publikasi ini," ucap Satria kepada Tempo, Selasa, 25 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen dari Universitas Muhammadiyah Surabaya ini menyebut masih banyak peneliti dan akademisi Indonesia yang mempublikasikan karya di jurnal predator. Padahal, jaminan kualitasnya buruk. Mengutip data teranyar Retraction Watch, Satria mengatakan Indonesia berada di urutan ke-3 dunia untuk publikasi di jurnal predator.

Fenomena itu menunjukkan obsesi peneliti terhadap kuantitas penerbitan jurnal. “Padahal secara kualitas masih kurang," ujar Satria.

Faktanya, belum banyak peneliti Indonesia dalam daftar top tier publisher, jurnal yang paling sulit ditembus oleh kalangan akademis. Menurut Satria, butuh upaya dan kerja ekstra antar lembaga penelitian untuk mencapai prestasi tersebut.  BRIN bisa saja menggelar kolaborasi riset dengan negara asing untuk meningkatkan kualitas periset, atau proyek sejenis lainnya.

Satria juga menyoroti pentingnya perbaikan dari segi penghargaan terhadap karya penelitian. Pasalnyal, masih banyak peneliti di Indonesia yang belum memperoleh insentif atau bonus biaya riset yang memadai.

"Walaupun (penghargaan) bukan indikator utama dan satu-satunya, tapi saya mengira faktor ini yang paling dominan,” tuturnya. Insentif yang dimaksud bisa berupa dana riset atau dukungan kesejahteraan untuk peneliti.

 

Prestasi Tertinggi dalam 24 Tahun  

Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono, sebelumnya menyebut peringkat ke-19 Indonesia dalam jumlah publikasi ilmiah sebagai prestasi tertinggi dalam 24 tahun terakhir. Capaian itu dibanggakan di tengah agenda peluncuran skema riset bersama Australia-Indonesia di Kantor BRIN, Jakarta, pada 21 Juni lalu.

Agus turut memuji Australia karena konsisten berada di posisi 10 besar dunia untuk urusan jurnal internasional. "Jumlah publikasi Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Kita tentu belajar dari Australia yang sangat stabil di Top 10 dunia," kata Agus, Jumat, 21 Juni 2024 lalu.

Indonesia, diwakili BRIN, kini bermitra dengan Negeri Kangguru untuk mendanai riset biodiversitas kelautan berkelanjutan. "Tentu dengan adanya kolaborasi Indonesia dan Australia diharapkan bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas sains yang ada di Indonesia," ujar Agus.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus