Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tradisi yang paling ditunggu malam Tahun Baru 2025 adalah pertunjukan kembang api. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 12 pada tanggal 31 Desember, langit di berbagai belahan dunia berubah menjadi kanvas penuh warna dari percikan kembang api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, tidak banyak yang tahu bahwa tradisi menyalakan kembang api di malam Tahun Baru memiliki sejarah panjang yang menarik.
Asal-Usul Kembang Api
Sebagian besar sejarawan meyakini bahwa kembang api pertama kali ditemukan di Cina, meskipun ada juga yang berpendapat asal-usulnya berasal dari Timur Tengah atau India. Menariknya, penemuan kembang api sebenarnya tidak disengaja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar tahun 800 M, para ahli kimia di Cina mencampurkan kalium nitrat, sulfur, dan arang untuk menciptakan mesiu mentah. Menurut American Pyrotechnics Safety and Education Foundation, upaya ini awalnya bertujuan menemukan ramuan kehidupan kekal, namun justru menghasilkan sesuatu yang mengubah sejarah.
Setelah menyadari bahwa campuran tersebut bisa menghasilkan ledakan, masyarakat Cina percaya bahwa suara keras dari ledakan itu dapat mengusir roh jahat. Kembang api pertama dibuat dengan mengemas mesiu ke dalam batang bambu yang kemudian dilemparkan ke dalam api untuk menciptakan ledakan keras. Seiring waktu, teknik ini berkembang. Tabung kertas menggantikan batang bambu, dan sumbu dari kertas tisu mulai digunakan untuk menyalakan kembang api.
Pada abad ke-10, penggunaan mesiu meluas menjadi senjata. Petasan dipasang pada anak panah untuk menyerang musuh, dan dua abad kemudian, kembang api berkembang menjadi roket yang bisa diluncurkan tanpa panah. Teknologi dasar ini bertahan hingga sekarang dan masih digunakan dalam pertunjukan kembang api modern.
Kembang api pertama kali diperkenalkan ke Eropa oleh Marco Polo pada tahun 1295, meskipun teknologi mesiu telah lebih dahulu dikenal oleh bangsa Eropa selama Perang Salib. Pada abad ke-13, bubuk mesiu mulai menyebar lebih luas melalui jalur diplomatik, eksplorasi, dan misi keagamaan. Bangsa Barat kemudian mengembangkan mesiu untuk keperluan senjata seperti meriam dan musket, tetapi tradisi menggunakan kembang api dalam perayaan tetap dipertahankan.
Di Inggris, kembang api menjadi sarana hiburan kerajaan. Salah satu pertunjukan kembang api pertama tercatat pada pernikahan Raja Henry VII pada tahun 1486. Kaisar Rusia, Peter the Great, bahkan mengadakan pertunjukan kembang api selama lima jam untuk merayakan kelahiran putranya.
Selama era Renaisans, sekolah-sekolah piroteknik bermunculan di seluruh Eropa, dan Italia menjadi pelopor inovasi dalam pembuatan kembang api. Pada tahun 1830-an, orang Italia mulai menambahkan logam kecil dan bahan kimia tertentu untuk menciptakan warna dan bentuk kembang api yang lebih kreatif. Strontium digunakan untuk menghasilkan warna merah, barium untuk hijau, tembaga untuk biru, dan natrium untuk kuning.
Ketika bangsa Eropa bermigrasi ke dunia baru, teknologi kembang api ikut dibawa. Pertunjukan kembang api pertama di Amerika dikatakan terjadi pada tahun 1608 di Jamestown, Virginia, yang dipimpin oleh Kapten John Smith. Pada ulang tahun pertama Kongres Kontinental Amerika, 4 Juli 1777, kembang api resmi menjadi bagian dari tradisi perayaan Hari Kemerdekaan.
Namun, tidak semua orang menyukai kembang api. Pada 1731, Rhode Island melarang penggunaannya karena dianggap berbahaya. Selama abad ke-19, beberapa negara bagian dan kota di Amerika mulai menerapkan regulasi ketat untuk mengontrol penggunaannya, meskipun atas nama pesta Tahun Baru. Hingga kini, hukum yang mengatur penggunaan kembang api masih diterapkan di berbagai tempat di dunia.
Moh Khory Alfarizi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Malam Tahun Baru 2025: Deretan 13 Titik Lokasi Kembang Api di Jakarta Raya