Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Technology Transfer Office, Solusi Perkembangan Riset Indonesia

Kalau tidak ada Technology Transfer Office, biasanya riset hanya berujung pada tesis dan disertasi.

16 Agustus 2019 | 08.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Melalui Technology Transfer Office diharapkan perkembangan riset di Indonesia dapat terus dikembangkan hingga mencapai sektor industri. Tempo/Caecilia Eersta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Technology Transfer Office (TTO) diharapkan menjadi sarana bagi akademisi dari berbagai universitas untuk dapat mengembangkan riset bersama dunia industri menuju ranah komersial atau terapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolaborasi antara akademisi, industri dan pemerintah diperlukan agar metode ini dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau tidak ada TTO, biasanya riset hanya berujung pada tesis dan disertasi. Tidak pernah teraplikasi serta dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat,” ujar Prof. Budi Wiweko, selaku wakil direktur Medical Education Research Insitute (IMERI), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada seminar Technology Transfer Office di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019.

TTO bertugas dalam menilai manfaat sebuah penelitian di pasaran agar dapat dipromosikan kepada industri. Pihak industri berperan sebagai sponsor utama perkembangan penelitian sehingga dapat dikomersialisasikan kepada masyarakat.

Menurut Kristanto Santosa selaku Ketua Bisnis Innovation Center, salah satu tantangan bagi bidang inovasi teknologi di Indonesia adalah kontinuitas pengembangan dan karya inovasi. Perkembangan wirausaha kreatif pun semakin massif. Tetapi unit yang bertugas sebagai komunikator dan endoser manajemen masih kurang, sehingga inovasi tidak dapat direalisasikan dan dinikmati oleh masyarakat.

“Proses mendapatkan hak paten juga menjadi kendala besar, sangat lambat, bahkan memakan waktu hingga 11 tahun. Untuk itu, diperlukan adanya badan usaha yang kuat sebagai wadah peneliti dapat meneruskan hasil penelitiannya menjadi sebuah produk yang berguna bagi masyarakat,” ucap Kristanto pada kesempatan yang sama.

Beberapa universitas terkemuka di dunia seperti Association University Technology Managers (AUTM) di Amerika Serikat telah menerapkan metode TTO untuk mendorong perkembangan penelitian. Melalui TTO, AUTM telah mendorong 380 ribu invensi, dimana 80 ribu di antaranya telah mendapatkan hak paten.

Dari negeri tetangga, pemerintah Malaysia juga sadar bahwa akar sebuah riset datang melalui pemikiran akademisi di universitas. Sejak 25 tahun lalu mereka sudah menerapkan program TTO melalui Malaysian Technology Development Corporation (MDTC) dan kerap menciptakan inovasi baru bagi dunia kesehatan.

Sedangkan, anggaran riset di Indonesia hanya mencapai 0,03 persen, dengan total 80 universitas yang telah menerapkan sistem TTO. Perkembangan inovasi melalui riset dalam negeri diperlukan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti dalam bidang kesehatan. Hingga kini alat kesehatan di Indonesia 99 persen di antaranya diimpor dari luar negeri, begitu juga dengan obat-obatan sebesar 90 persen.

“Karena itu, penelitian harus diasah, didorong dan difasilitasi pemerintah, akademisi dan industri, dan selanjutnya dibutuhkan komunikasi intensif, kondusif dan interaktif untuk membuka peluang prototipe penelitian masuk ke ranah komersialisasi, terutama di Indonesia, tidak hanya masuk kotak,” ucap Budi Wiweko yang kerap dipanggil Iko.

Indonesian Innovation for Health menjadi TTO bidang kesehatan pertama Indonesia dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang didirikan oleh Iko. Sejauh ini mereka telah menciptakan beberapa inovasi bagi dunia kesehatan.

Beberapa di antaranya merupakan nano-kitosan anti-malaria sebuah obat anti malaria dan tele-ultrasonografi sebuah perangkat smart USG yang mudah dibawa berpergian, khususnya di daerah terpencil yang masih minim fasilitas serta pelayanan kesehatan.

“Saya sangat berharap, Universitas di Indonesia didorong untuk berperan sebagai Research dan Development dunia industri sehingga akan mendorong percepatan komersialisasi produk riset. Technology push, market pull. Jadi, gagasan mulia para peneliti dan pihak industri harus berbanding serasi menuju pelaminan produksi massal yang diidam-idamkan oleh kita semua,” pungkasnya.

CAECILIA EERSTA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus