BERMANDIKAN cahaya hijau lesi, mumi itu berdiri di tengah ruangan, dan lembar demi lembar menanggalkan pembalutnya. Terakhir, muncullah sesosok wanita bugil, dan ia mulai menari, menari, ditaburi kertas-kertas kecil gemerlapan. Itulah sepotong adegan Un Nu (Wanita Telanjang), film sinehologram pertama berukuran 126 mm, yang "diujicobakan" di Paris, bulan lalu. Menurut perkiraan, sampai sekarang baru ada 10 sinehologram di dunia. "Sinema terdiri dari rangkaian foto, sedangkan sineholografi terdiri dari rangkaian hologram," tutur Guy Fihman yang, bersama Claudine Eizykman, membuat Un Nu. Holografi sendiri masih sejenis dengan foto tiga dimensi. Tetapi, berbeda dengan teknik 3-D (tiga dimensi), yang masih menggunakan layar, holografi hanya membutuhkan sebuah ruangan, tempat citra tertentu ditembakkan sehingga seolah-olah menjadi bagian dari ruangan itu sendiri. Citra tadi, dengan sendirinya, menimbulkan kesan nyata dan sangat fantastis. Teknik holografi ditemukan di Inggris pada 1948 oleh Dennis Gabor, fisikawan kelahiran Hungaria, penerima Hadiah Nobel 1971 untuk bidang fisika. Dia pulalah yang memungut kata Yunani, holo dan gramma, untuk teknik ini, yang berarti "pesan menyeluruh". Tetapi, kebangkitan holografi baru terjadi pada 1960-an, serentak dengan penggalakan teknik laser. Sejak saat itu pula holografi dimanfaatkan secara komersial. Ia digunakan secara luas di bidang industri, antara lain untuk menguji desain produk tertentu. Para seniman visual mengguna kannya pula dalam menampilkan kreasi dan gagasan mutakhir. Hologram dibuat melalui proses pembelahduaan selajur sinar laser. Lajur pertama, disebut "acuan", menyinari selembar lempeng peka foto, atau film, sedangkan lajur kedua menyinari obyek untuk diholografikan. Cahaya yang direfleksikan obyek ini bertabrakan di atas lempengan tadi, dan menciptakan pola gabungan yang, setelah dikembangkan lagi, menampilkan citra 3-D. Sineholografi sendiri, sebetulnya, bukan baru sama sekali. Di Institut Film Negara di Moskow, para peneliti Soviet sudah membuat sinehologram pendek pada 1976. Tetapi, ketika itu, hari depan teknologi ini di bidang film disangsikan banyak ahli. Mengutip sebuah buku terbitan 1980, Eizykman mengulangi, "Banyak orang mengatakan, sineholografi tidak akan pernah terwujud karena problemnya terlalu pelik." Eizykman, 40, dan Fihman, 41, mulai bekerja sama di bidang hologram pada 1979, ketika keduanya menjadi guru besar sinema di Universitas Paris. "Kami mendambakan sesuatu yang menjanjikan tiga kualitas persepsi: gerakan, warna, dan kedalaman," kata Fihman. "Sinema dan video sudah menyajikan gerakan dan warna, tetapi tidak kedalaman," ia menambahkan. Tiga tahun silam, mereka menciptakan Penghormatan untuk Marey, sinehologram animasi yang memadukan 20 hologram patung. Kemudian, dua tahun berikutnya, pasangan ini, yang berkongsi menyewa sebuah apartemen, mulai berusaha menuangkan holografi ke dalam bentuk sinema. Dengan alat yang dirancang khusus, mereka membuat empat sinehologram berukuran 35 mm dan 70 mm. Itulah yang dipertunjukkan di College of France, Paris, November tahun lalu. Masalahnya, jendela untuk mengintip ruang khusus tadi, tempat citra hologram itu ditembakkan, terlalu kecil. Dengan dana sekitar US$ 58 ribu dari Fond d'Intervention Culturelle, keduanya kemudian mulai bergelut dengan film holografi berukuran 126 mm. Penggunaan film lebar ini merupakan langkah pertama untuk membuat sinehologram yang bisa ditonton lebih dari dua orang dalam waktu bersamaan. Ketika itu pula mereka menerima uluran tangan dari perusahaan Prancis Aerospatiale, yang mengirimkan sebuah tim insinyur dan seniman untuk belajar ke GK Lasers di Rugby, Inggris. "Dalam waktu lima tahun mendatang, kami sudah mampu membuat sinehologram untuk ditonton 25 orang, dan mulai bergerak mendesain film-film panjang," kata Eizykman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini