Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

UGM Kembangkan Baterai Nuklir dari Limbah Torium

Para peneliti UGM membuat prototipe baterai nuklir dari bahan limbah torium.

23 November 2019 | 07.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Para peneliti di Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat prototipe baterai nuklir. Baterai ini dapat digunakan untuk peralatan elektronik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penelitian prototipe baterai nuklir ini awalnya didanai oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Ada empat peneliti yang terus mengembangkan prototipe baterai ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini awalnya dulu didanai oleh Dahlan Iskan. Dia ingin agar dari teknologi nuklir Indonesia ada sesuatu yang bisa diciptakan, tidak hanya teoritis. Ini bukti kami sudah melakukan sesuatu yang ada hasilnya. Walaupun masih kecil itu tinggal ditingkatkan saja,” kata Yudi Utomo Imardjoko, ketua tim peneliti, Jumat, 22 November 2019.

Ia menyatakan, selama 2 tahun terakhir, proyek penelitian ini mendapat pembiayaan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan. Meskipun belum sempurna dan masih memerlukan pengembangan lebih jauh, prototipe yang dihasilkan menurut dia sudah cukup baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya.

“Ini masih kecil. Efisiensinya masih kecil walaupun cukup tinggi jika dibandingkan dengan tempat lain,” kata Yudi.

Namun,  kata Yudi, penelitian ini terkendala oleh mahalnya komponen, yaitu plutonium 238 yang harus diimpor.

Untuk membuat prototipe tersebut, tim harus mendatangkan plutonium dari Rusia dengan harga 8.600 dolar AS per keping. Padahal harga aslinya di sana murah.

“Harga per keping hanya 12 dolar Amerika tapi begitu sampai sini harganya itu 8.600 dolar Amerika per keping,” kata dia.

Dahlan Iskan yang datang dan melihat prototipe baterai dengan teknologi nuklir ini menyatakan, mahalnya komponen bisa teratasi jika Indonesia memiliki reaktor torium karena plutonium merupakan limbah dari torium. Selama ini kebutuhan plutonium harus diimpor dari luar negeri dengan harga yang mahal karena Indonesia belum memiliki torium.

“Sebetulnya kita bisa tidak impor lagi kalau kita sudah punya reaktor torium. Reaktor torium itu desainnya sudah jadi, dibuat oleh bapak-bapak ahli nuklir ini, kebetulan itu saya yang mendanai. Desainnya sudah jadi, tinggal bagaimana cara mewujudkannya,” kata dia.

Selain menggunakan plutonium, baterai ini juga dilengkapi dengan sel surya untuk memperbesar listrik yang dihasilkan. Baterai nuklir ini dikonversi secara tidak langsung.

“Keluarannya kecil, maka digabung dengan sel surya supaya semakin besar output-nya,” kata Elly, salah satu asisten peneliti.

Pengembangan baterai ini bermula dari ide untuk mencari sumber tenaga yang kecil namun tahan lama.

“Kalau baterai litium setahun dua tahun sudah habis, kalau baterai nuklir bisa sampai 40 tahun,” kata Elly.

Dengan penelitian lebih lanjut, baterai ini dapat dikembangkan untuk menghasilkan output yang lebih besar dan memiliki ukuran lebih kecil, karena baterai berukuran mikro menurutnya dapat dimanfaatkan secara lebih luas.

Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof.  Nizam mengungkapkan bahwa pihak fakultas mendorong para peneliti untuk dapat menghilirkan hasil-hasil riset agar tidak sekadar menjadi makalah.  Maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari pemerintah maupun masyarakat, untuk mewujudkan pemanfaatan energi nuklir di Indonesia.

“Menurut teman-teman salah satu yang potensial torium. Dari sisi teknologi kita sudah menguasai, jadi tidak perlu bergantung kepada impor. Teman-teman juga sudah bisa mewujudkan bagaimana limbahnya nanti bisa dimanfaatkan menjadi baterai,” kata Nizam.

Tetapi, menurut Yudi, tim UGM belum terpikirkan untuk mengembangkan baterai ini untuk kebutuhan mobil listrik.  Sebab baterai nuklir ini untuk daya rendah arus DC. 

Namun, yang ingin ditunjukkan oleh peneliti adalah limbah torium bisa dimanfaatkan untuk hal yang bermanfaat, seperti baterai nuklir (Pu-238). “Bisa dipakai untuk sumber daya alat pacu jantung, misalnya,” kata dia. Indonesia memiliki potensi tambang torium sebanyak 130 ribu ton dan uranium 74 ribu ton.




Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus