Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, menyatakan pentingnya bersikap bijak dalam menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dia menggarisbawahi pentingnya kualitas data dalam penggunaan large language model (LLM) seperti ChatGPT dan Sahabat-AI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mungkin yang saya mau tekankan adalah kebagusan suatu LLM itu sangat tergantung dari datanya, jadi semakin banyak input, semakin banyak data yang ditraining ke LLM itu semakin bagus kualitas dari LLM tersebut,” kata Stella usai acara Indonesia AI Day 2024 di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stella juga menegaskan bahwa LLM sebaiknya dianggap sebagai alat untuk mendorong manusia terus berkarya, bukan sebagai pengganti kreativitas. “Kalau boleh saya pesan, jangan kita berpikir bahwa dengan adanya LLM, kita sebagai manusia berhenti untuk mengeluarkan, memproduksi apapun, barang-barang yang bagus apakah itu tulisan, apakah itu pikiran atau apapun,” tuturnya.
Stella kemudian mengutip Jeff Hinton, ilmuwan dengan julukan ‘Godfather of AI’ sekaligus peraih Nobel tahun ini, yang menganggap bahwa AI mengadopsi sistem 'garbage in, garbage out’. “Sampah masuk, yang keluar juga sampah. Itu berarti apa? Berarti kalau misalnya datanya yang masuk itu adalah kualitasnya rendah, kalau misalnya diputer-puter dari situ-situ aja, nah itu yang keluar juga tidak akan bagus,” kata dia.
Stella mengingatkan agar penggunaan LLM tetap disertai tanggung jawab berpikir kritis dan analisis. “Jadi walaupun kita punya LLM, tentu saja tanggung jawab masih di kita untuk tetap berpikir, untuk tetap berproduksi.”
Menyoroti penggunaan ChatGPT di Indonesia yang masih tinggi, Stella mengingatkan agar hal tersebut difokuskan pada pemecahan masalah yang relevan.
“Saya rasa menggunakan itu bagus ya, tapi kembali seperti yang tadi saya pesankan, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, kita menggunakan itu untuk memecahkan masalah apa?” kata Stella. “Kalau kita menggunakan ChatGPT hanya untuk supaya cepat kelar tugas-tugasnya, nanti juga akhirnya ya itu akan keluarnya seperti itu-itu aja.”
Stella menyatakan, jika seseorang menggunakan ChatGPT dengan memiliki banyak data dan mengetahui pertanyaan yang ingin diajukan, maka penggunaan tersebut bisa lebih efektif. Sebagai contoh, dia menyebutkan jika seseorang ingin menulis tentang bagaimana memproduksi baterai listrik di Indonesia, tapi tidak mengetahui banyak tentang komponennya.
Dalam hal ini, ChatGPT bisa digunakan untuk mengajukan berbagai pertanyaan, mengumpulkan data, kemudian mengolahnya sendiri. Stella menekankan bahwa tahap pertama dalam analisis adalah memahami masalah yang ingin diselesaikan. Jika masalahnya jelas dan tujuannya tepat, maka alat seperti ChatGPT bisa digunakan untuk mendukung proses tersebut.