DI layar televisi, gerak pesawat jet eksperimen X-31 ini memang tampak memukau. Sekonyong-konyong ia mengerem laju tubuhnya, kecepatannya pun turun dari 1.000-an km per jam ke 125 km per jam, sembari beringsut berbalik 180 derajat. Sekejap, ia pun melesat pada arah berlawanan dalam kecepatan penuh. Manuver ini berlangsung tanpa pesawat itu keluar dari sumbu arah terbangnya. Kolonel (penerbang) AL Gros, pilot penguji dari Angkatan Laut Amerika, merasa puas dengan "mainan" barunya itu. "Pesawat ini boleh dikatakan bisa mengikuti apa pun kemauan pilot," pujinya seperti dikutip jaringan TV CNN pertengahan Mei lalu. Dan kemauan pilot tempur itu, apa lagi kalau bukan terbang menguntit ekor pesawat lawan. Posisi itu memang memberi keuntungan: leluasa menembak lawan tanpa terancam serangan balasan. Pesawat tempur pada umumnya tak becus menembak ke belakang. Maka jurus menyerang dari belakang itu tetap menjadi pilihan. Untuk mendapat keuntungan posisi, pesawat harus gesit dan pintar berkelit. Tapi desain pesawat jet tempur modern selama ini lebih banyak menguber target kecepatan, yang ditunjukkan dengan sayap kecil berbentuk delta. Pesawat model ini memang kencang, tapi tak pandai berkelit bila disergap dari belakang. Untuk itu, Amerika memprakarsai proyek pesawat eksperimen X-31 tadi. Dan proyek besar itu digarap bersama-sama Jerman. Kontraktornya ialah industri pesawat AS Rockwell International dan Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB), Jerman, perusahaan tempat Menteri Ristek Prof. B.J. Habibie dibesarkan. Hasilnya, dua prototipe X-31 telah lahir. Pesawat yang mampu mencocor target di darat dengan menukik 70 derajat, dan dapat berpusing membentuk gerak spiral di udara dengan lingkaran sempit. "X-31 dapat melakukan gerak yang tak bisa dikerjakan pesawat lain mana pun," begitu celetuk David George, komentator CNN. Sepintas, X-31 ini mirip dengan pesawat andalan Amerika F-16. Ia bermesin tunggal dengan lubang udara di bawah perut. Tapi pesawat mutakhir ini dilengkapi dengan dua sayap kecil (canard) di kedua sisi hidung, ditambah tiga cerobong jet kecil dipasang di ujung di ekornya. Penambahan fasilitas baru itu membuat X-31 sanggup melakukan gerak akrobatik yang sulit. Proyek X-31 ini sudah dirancang sejak zaman Presiden Reagan. Pemotongan metal untuk bodi dimulai 1989. Pengerjaannya cepat. Prototipe pertama rampung akhir 1990, dan beberapa bulan kemudian lahir pesawat kedua. Namun, hampir empat tahun kehadiran pesawat mutakhir ini disembunyikan dari pers. Baru bulan lalu, kedua pesawat itu diperkenalkan kepada publik setelah terbang 400 jam. Sepanjang pengalaman terbangnya yang sekitar 400 jam itu, menurut juru bicara Rockwell Eric Simonson, kedua X-31 ini telah berulang kali "diadu" dengan jenis pesawat tempur lain, F-14 dan F-18. Dalam uji coba itu semua beraksi seperti laiknya duel udara, dog fight, saling uber, dan menembak dari jarak dekat. Tentu, pelurunya cuma seberkas gelombang elektronik yang tak berbahaya. "Lebih banyak X-31 yang memenangkan pertarungan," tutur Eric Simonson kepada TEMPO. Adakah X-31 yang punya kecepatan maksimum 1,3 Mach (1.600 km per jam) bakal menjadi raja udara baru? Belum tentu. Sebab ia belum diadu dengan si elang perkasa F-16, yang kecepatanya lebih tinggi dan reputasi tempurnya selama ini tak tertandingi pesawat mana pun. "Menurut rencana, kami juga akan mengadu X- 31 dengan F-16," ujar Eric Simonson. Pemasangan cannard di kedua sisi hidung pesawat itu sebetulnya bukan kali ini saja dilakukan. Sekitar tujuh tahun lalu, Angkatan Udara Amerika juga telah menguji kebolehan dua buah cannard di hidung F-16 Falcon (elang). Hasilnya memang memuaskan. Si elang besi itu sanggup terbang lebih gesit. Namun, untuk memasang kedua sayap ekstra itu secara permanen, perlu tambahan instrumen avionik baru, konstruksi pesawat harus pula diperkuat. Walhasil, proyek itu dianggap terlalu mahal, maka tak berlanjut. Jepang sempat pula merintis proyek pesawat tempur canggih yang diberi kode FSX, yang juga diberi sayap ekstra, tujuh tahun lalu. Dengan dukungan sejumlah ahli dan tenaga terampil prototipe FSX telah lahir. Tapi proyek ini rontok oleh "rudal politik". Amerika melakukan tekanan. Dengan dalih neraca perdagangan yang njomplang, Amerika meminta agar proyek FSX itu dihentikan, dan Jepang membeli peralatan perang dari AS. Kendati eksperimen X-31 itu boleh dibilang berhasil, pesawat cekatan itu tak akan diproduksi secara massal. X-31 agaknya cuma bentuk perantara dari target yang lebih jauh. Seri berikutnya adalah pesawat yang mirip X-31, dengan dua cannard dan semburan jetnya di belakang, tapi sirip ekornya yang vertikal akan dihilangkan. Pesawat ini akan selincah X-31, tapi lebih sulit terdeteksi radar.Bambang Harimurty (Washington) dan Putut Trihusodo (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini