Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para suporter panik dan berhamburan berebut mencari jalan keluar saat Tragedi Kanjuruhan. Fian, 17 tahun, Aremania, sebutan suporter Arema FC, asal Sumbermanjingkulon, Kabupaten Malang, menceritakan bagaimana dia bisa selamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sabtu malam itu, Fian bersama teman perempuannya, menonton laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di tempat duduk bawah papan skor, di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertandingan Liga 1 pekan ke-11 itu berakhir dengan kekalahan tim kesayangannya dengan skor 2-3. Arema sempat menyamakan kedudukan sebelum akhirnya kalah.
Tiga gol Persebaya dicetak Silvio Junior (8'), Leo Lelis (32') dan Sho Yamaoto (51'). Sementara dua gol Arema dibuat oleh Abel Camara (42' dan 45+1' penalti).
Dalam laga itu, suporter Persebaya tidak ada yang datang untuk menonton pertandingan di kandang Arema FC. Hal itu sesuai kesepakatan antara suporter kedua tim.
Sesaat setelah laga berakhir, ribuan suporter turun ke lapangan. Polisi kemudian beraksi dengan menghadang dan melepaskan tembakan gas air mata.
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam, 1 Oktober 2022. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Polisi tak hanya menembakkan gas air mata di tengah lapangan, tetapi juga ke arah tribun penonton, termasuk ke bangku tempat Fian dan para penonton lainnya yang masih berada di posisinya.
"Ditembak gas air mata. Mata perih dan sesak napas. Air mata meleleh," katanya.
Di saat itu, para suporter panik. Mereka berhamburan berebutan mencari jalan keluar. Para penonton berdesak-desakan, bahkan sebagian terinjak-injak.
Melihat situasi seperti itu, Fian yang juga panik, menggandeng teman peremuannya keluar melalui pintu darurat di sebelah kiri.
Fian menyaksikan seorang anak kecil terpisah dari orang tuanya, diselamatkan anggota TNI. Dia dibopong keluar stadion.
"Kami di tribun diam, tidak ngapa-ngapain. Mereka yang rusuh di bawah, kok di tribun juga ditembak gas air mata?," kata Fian.
Kisah Pilu Gilang, Tiga Temannya Meninggal
Gilang, 22 tahun, berhasil menyelamatkan diri. Namun, tiga temannya, yang turut bersamanya menonton laga kandang Arema, meninggal.
Ia datang rombongan bersama ratusan Aremania dari Jember. Mereka berangkat menumpang mobil dan sebagian bersepeda motor.
Usai pertandingan, saat ribuan suporter Arema FC melompat pagar dan merangsek turun ke lapangan. "Suporter masuk lapangan untuk menyalami pemain. Tapi, polisi menghadang, terjadi keributan. Polisi menembakkan gas air mata," kata Gilang.
Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Polda Jatim mencatat jumlah korban jiwa dalam kerusuhan tersebut sementara sebanyak 127 orang. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Dia bersama teman-temannya tetap di tribun penonton. Namun, sebuah tembakan gas air mata mendarat di bangku penonton. Para penonton panik, mereka berdesakan berebut keluar stadion. "Berdesakan, banyak korban terjepit, terinjak," katanya.
Dalam situsi itu, Gilang berhasil melompat ke pagar dan naik kembali ke tribun. Dia terpisah dari tiga temannya dan akhirnya ditemukan sudah tak bernyawa.
Temannya laki-laki ditemukan meninggal di ruang ganti pemain di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen. Sedangkan dua orang lainnya yang semuanya perempuan meninggal saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Waha Husada, Kepanjen.
Kerusuhan tak hanya terjadi di dalam stadion, tetapi merembet ke luar. Suporter menggulingkan dan membakar kendaraan polisi. Di saat itu, Gilang sempat menyelamatkan seorang perempuan yang terinjak-injak penonton. Perempuan itu berhasil ditolong dan dibawa ke rumah sakit terdekat.
“Reaksi polisi arogan, tidak mengayomi. Mengapa mengarahkan gas air mata ke penonton di tribun yang tidak melakukan kerusuhan? Cukup dipentung saja,” katanya.
Penggunaan Gas Air Mata Tak Dibenarkan
Tregedi Kanjuruhan itu menewaskan 125 orang menurut data yang terverifikasi. Para korban yang tewas diduga kuat karena mengalami sesak napas akibat gas air mata yang ditembakan oleh polisi.
Padahal, penggunaan gas air mata di stadion sepak bola, jelas-jelas melanggar regulasi Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Aturan mengenai hal itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation pada Pasal 19 Huruf B.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa gas air mata dan senjata api dilarang keras dibawa masuk ke dalam stadion, apalagi digunakan untuk mengendalikan massa.
Bukan hanya regulasi FIFA, penyalahgunaan gas air mata juga dilarang dalam Amnesty International. Merujuk pada 30 aturan Amnesty Internasional, penggunaan gas air mata atau meriam air untuk membubarkan protes hanya boleh digunakan jika aksi massa dianggap meninggalkan lokasi protes. Selain itu, gas air mata hanya dapat digunakan untuk menanggapi kekerasan yang meluas dan saat cara-cara yang lebih terukur gagas menahan kekerasan.
EKO WIDIANTO| ABDI PURMONO
Baca Juga: Pernyataan Presiden FIFA, Gianni Infantino, Soal Tragedi Kanjuruhan