Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepakbola

Laporan Tempo dari Rusia: Angkutan Kota Andalan Meliput

Selama meliput perhelatan Piala Dunia 2018, angkutan publik bisa jadi andalan.

7 Juli 2018 | 12.56 WIB

Laporan Tempo dari Rusia.
Perbesar
Laporan Tempo dari Rusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Selama meliput perhelatan Piala Dunia 2018, saya lebih banyak memakai angkutan publik. Selain pilihannya banyak dan tarifnya murah, kecepatan dan ketepatan waktu operasional mereka bisa diandalkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Di Moskow, misalnya, kereta bawah tanah alias metro jelas menjadi pilihan utama untuk menghindari macet di jalanan. Jaringan dengan 13 jalur metro ini beroperasi selama 20 jam, sejak pukul 05.30. Ketika hari pertandingan, otoritas metro memperpanjang jam operasional hingga pukul 03.00.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Bermanuver menjelajah Moskow memang lebih cepat menggunakan metro. Setiap hari, metro Moskow mengangkut sekitar tujuh juta penumpang. Tak perlu khawatir harus lama menunggu lagi saat ketinggalan kereta. Interval kedatangan kereta 60-90 detik sehingga tak ada penumpang berjubel di peron.

Di kota lain, seperti Yekaterinburg dan Kazan, bus-bus kota lebih bisa diandalkan. Lagi pula hanya ada satu jalur metro di kota-kota ini. Trayek bus-bus terpampang di setiap halte serta di peta digital, seperti Google Map dan 2GIS. Jalanannya pun tak seramai Moskow sehingga arus lalu lintas mengalir lebih lancar.

Tak ada jadwal waktu kedatangan bus yang terpampang. Meski demikian, ada perkiraan waktu interval kedatangan bus yang bervariasi 5-10 menit. Di beberapa halte sudah dilengkapi dengan papan elektronik yang menunjukkan posisi terakhir bus. Tentunya semua petunjuk dibuat dalam bahasa Rusia.

Meski begitu, tak perlu khawatir jika tak bisa berbahasa Rusia. Anda tinggal bertanya kepada warga lokal dengan menunjukkan nama tempat yang dituju. Bahkan ada juga warga lokal yang ikut menunggu sampai bus yang ditanya datang dan memberi tahu kondektur tentang tempat tujuan si turis asing.

Saya jarang melihat pengemudi bus-bus di sini kebut-kebutan ala angkutan umum di Jakarta. Padahal kalau melihat lengangnya jalanan kota, mereka bisa saja melakukannya. Mereka patuh karena di beberapa ruas jalan terpasang kamera pemantau kecepatan.

Melanggar batas kecepatan bisa jadi urusan panjang. Selain kena tilang, izin mengemudi juga bisa dicabut. Beberapa kali saya pernah merasakan gaya mengemudi sopir yang agak ugal-ugalan. Kebanyakan adalah pengemudi marshrutka, minibus milik perusahaan transportasi swasta. Namun dibanding gaya sebagian pengemudi angkot Jakarta, rasanya sopir marshrutka itu masih tergolong kalem.

Jarang pula ada sopir yang ngetem alias menunggu busnya penuh penumpang baru meluncur. Bus-bus itu tak pernah berhenti lebih dari 30 detik di setiap halte. Kalau terlalu lama, mereka bisa dimarahi sopir atau kondektur dari bus-bus yang datang belakangan. Meski demikian, para sopir bus itu bersedia menunggu agak lama, jika ada penumpang yang kebetulan terlambat datang dan memanggilnya.

Tak ada jeleknya bila pengelolaan angkutan umum di negeri ini belajar pada Rusia.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA

Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus