Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden Prabowo mengatur langsung pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani diperintahkan mengatur pemangkasan anggaran.
Seretnya penerimaan pajak memaksa pemerintah memanfaatkan silpa.
GENAP tiga bulan pemerintahannya berjalan, Presiden Prabowo Subianto menggelar sidang kabinet perdana di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 22 Januari 2025. Dalam rapat tersebut, Prabowo mengungkapkan evaluasi kinerja anggota kabinetnya. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang diperintahkan menjalankan pemangkasan belanja negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo meminta Sri Mulyani mengarahkan kementerian dan lembaga negara agar berhemat dan mendahulukan sejumlah program prioritas. Program itu antara lain pemenuhan kebutuhan penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, dan penyediaan dukungan bagi proyek makan bergizi gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agenda utama lain adalah pencapaian swasembada pangan dan energi serta penguatan pertahanan negara. “Pentingnya efisiensi belanja dan fokus penggunaan anggaran kementerian/lembaga dan daerah untuk mendukung prioritas nasional,” kata Sri Mulyani sehari seusai rapat di Istana.
Ujung perintah Prabowo adalah terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Rupanya, inpres itu sudah diteken pada 22 Januari 2025 atau pada hari yang sama dengan sidang kabinet di Istana.
Presiden Prabowo Subianto menyalami Menteri Keuangan Sri Mulyani dan menteri Kabinet Merah Putih disela rapat Kabinet Paripurna di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 22 Januari 2025. Tempo/Imam Sukamto
Inpres ini memerintahkan pemotongan anggaran Rp 306,69 triliun dari total belanja negara yang sebesar Rp 3.621,3 triliun. Pemotongan itu terdiri atas anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan dana transfer ke daerah Rp 50,59 triliun.
Secara teknis, para menteri dan pimpinan lembaga wajib merinci rencana pemangkasan belanja operasional perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan. Anggaran yang tak boleh dipangkas adalah belanja pegawai dan bantuan sosial.
Di tingkat daerah, pemangkasan anggaran berlaku pada kegiatan yang bersifat seremonial, pembuatan kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, perjalanan dinas, hingga pemberian honorarium.
Menteri Dalam Negeri mendapat tugas memantau pemotongan belanja pemerintah daerah. “Dari efisiensi ini dilakukan belanja-belanja yang lebih produktif,” tutur Sri Mulyani. Rencana pemangkasan anggaran itu kemudian dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan dan wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat pada 14 Februari 2025.
Dua hari setelah Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terbit, Kementerian Keuangan mengeluarkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang berisi 16 pos belanja dan kriteria belanja yang harus dipotong lengkap dengan persentase pemangkasannya. Pos belanja terbesar yang dipangkas adalah alat tulis kantor sebesar 90 persen.
Berdasarkan tabel besaran efisiensi anggaran kementerian/lembaga yang beredar, salah satu yang terkena pemangkasan terbesar adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Anggaran kementerian ini dipangkas Rp 81,38 triliun sehingga yang tersisa hanya Rp 29,57 triliun. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengatakan pemotongan anggaran berdampak pada pembangunan infrastruktur. “Kami membatalkan sejumlah kegiatan fisik dan bukan prioritas.”
•••
PERSIAPAN pemangkasan belanja ternyata berlangsung sejak jauh hari. Kepada Tempo, tiga pejabat mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah mengutarakan niat memotong anggaran kementerian dan lembaga negara yang dianggap boros pada Desember 2024. "Ada sejumlah pertemuan terbatas di Istana," kata mereka.
Menurut informasi dari tiga pejabat tersebut, Prabowo menugasi Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengevaluasi belanja dan menyisir anggaran kementerian/lembaga yang bisa digunting.
Prasetyo kemudian dibantu Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Harian Partai Gerakan Indonesia Raya, Sufmi Dasco Ahmad. Penyisiran dilakukan sampai mata anggaran terkecil hingga akhirnya diperoleh potensi belanja yang bisa dipangkas sebesar Rp 306,69 triliun, seperti yang tercatat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Pekerja honorer saat menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR Rl, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Ilham Balindra
Dua hari sebelum inpres itu terbit, Prabowo memanggil kembali Dasco, kali ini bersama Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah. Mereka membahas rencana akhir pemotongan anggaran. Dua anggota parlemen yang mengetahui pertemuan ini menyebutkan kala itu ada pembahasan mengenai sejumlah anggaran kementerian/lembaga yang tak dipangkas.
Lembaga itu antara lain Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI, juga lembaga tinggi seperti Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan karena posisinya yang setara dengan eksekutif.
Pertemuan itu juga menyepakati kompromi agar pemotongan dan pengalihan anggaran tidak dibahas dalam APBN perubahan, tapi cukup dimintakan persetujuan komisi kerja DPR yang bermitra dengan setiap lembaga.
Ketika ditanya tentang hal ini, Dasco mengelak jika disebut ikut menyisir belanja pemerintah. “Pras (Prasetyo Hadi) pernah berkonsultasi mengenai mata anggaran yang sesuai dengan mekanisme di DPR. Cuma itu yang saya bantu,” ucapnya pada Kamis, 6 Februari 2025.
Menurut Dasco, hal itu berhubungan dengan pengalamannya yang pernah menjadi koordinator ekonomi dan keuangan di parlemen yang membawahkan Badan Anggaran. Adapun Prasetyo Hadi, Said Abdullah, dan Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi tak menjawab pertanyaan Tempo.
Ketua Komisi XI DPR, yang antara lain membidangi keuangan, Mukhamad Misbakhun mengatakan pemangkasan anggaran sepenuhnya merupakan hak pemerintah. Dia membenarkan kabar bahwa penyisiran belanja yang akan dipangkas dilakukan di bawah komando presiden. “Bapak Presiden langsung turun tangan,” ujarnya pada Rabu, 5 Februari 2025.
DPR masih menunggu rencana detail tujuan pengalihan anggaran yang dipotong di luar pembiayaan program makan bergizi gratis. Komisi XI baru akan menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan pada pekan ini.
Anggota Komisi XI DPR, Melchias Marcus Mekeng, mengatakan pemerintah bisa tidak menyusun APBN perubahan karena tidak ada perubahan postur APBN 2025 yang sudah disahkan baik dari sisi penerimaan, belanja, maupun pembiayaan. “Angka besarnya tetap sama, jadi cukup dilaporkan ke DPR melalui komisi masing-masing. Itu tidak menyalahi aturan,” tuturnya pada Selasa, 4 Februari 2025.
Tapi, menurut dua pejabat pemerintah, pembahasan rencana pemangkasan belanja negara yang dilakukan "lingkaran Istana" tak masuk radar Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sejak awal bendahara negara, kata pejabat itu, tak dilibatkan dalam penyisiran hingga penentuan jumlah anggaran yang dipotong.
Sri Mulyani baru dipanggil Prabowo dan disodori skenario pemangkasan beserta rincian daftar belanja pada hari penerbitan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro tak menjawab pertanyaan tentang hal ini.
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo memperhatikan denah daerah Irigasi Gung saat meninjau irigasi Sungai Kaligung di Desa Danawarih, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 11 Januari 2025. Antara/Oky Lukmansyah
Yang jelas, dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada Jumat, 24 Januari 2025, Sri mengatakan pengalihan anggaran yang dipangkas untuk membiayai proyek makan bergizi gratis diharapkan dapat memberikan dampak langsung kepada masyarakat. “Diharapkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, apabila struktur dari rantai pasok di pemerintah atau lokasi masing-masing makin diperkuat,” ucapnya. Sri juga mengatakan tidak ada perubahan postur APBN.
Upaya pemerintah memangkas anggaran secara masif mendatangkan sejumlah konsekuensi. Dalih penghematan anggaran diperkirakan bakal mempengaruhi sejumlah program kerja yang berhubungan dengan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Akhmad Akbar Susamto, mengatakan, jika tidak dilakukan secara cermat, pemangkasan belanja akan menurunkan daya beli masyarakat serta menyebabkan ketidakpastian investasi dan minimnya penciptaan lapangan kerja.
“Jika terlalu agresif dan berkaitan dengan stabilitas sosial, kesejahteraan masyarakat, dan subsidi, daya beli masyarakat dapat menurun, konsumsi domestik berkurang, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ujar Akbar. Saat ini gejala melambatnya pertumbuhan ekonomi sudah terjadi. Pada 2024, tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03 persen, melambat dibanding pada 2023 yang mencapai 5,05 persen.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, pada 2024, pertumbuhan ekonomi masih bisa ditopang oleh belanja pemerintah sebagai efek pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah serentak.
Porsi belanja pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 7,7 persen dengan pertumbuhan 6 persen. “Tahun ini belanja pemerintah diprediksi bakal anjlok hingga 5 persen terhadap PDB,” tuturnya.
Bhima juga mengatakan pemangkasan anggaran secara drastis dapat mengganggu perekonomian sehingga pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan melambat menjadi sekitar 4,7 persen.
Menurut dia, dampak pemangkasan belanja di tingkat daerah juga tidak dapat dikesampingkan, mengingat kapasitas fiskal setiap provinsi, kabupaten, dan kota berbeda-beda. “Ekonomi daerah bisa makin menderita, pelayanan publik memburuk, tenaga kerja honorer dipangkas. Begitu juga infrastruktur dasar dan penting yang bisa tertunda, bahkan dihentikan total.”
Ihwal risiko ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto hanya mengatakan pemerintah akan terus memantau dampak pemangkasan anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi.
•••
PENDANAAN proyek makan bergizi gratis yang masih belum memadai menjadi salah satu alasan utama penyisiran dan pemangkasan belanja pada berbagai kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah. Dalam APBN 2025, program itu mendapat jatah anggaran Rp 71 triliun.
Dalam pelaksanaan perdana pada 6 Januari 2025, makan bergizi gratis baru menyasar 3 juta penerima manfaat. Angka tersebut masih jauh dari target Presiden Prabowo Subianto, yaitu 82,9 juta penerima, dari siswa sekolah, anak balita, hingga ibu hamil. Agar target itu tercapai, diperlukan anggaran Rp 400 triliun per tahun.
Presiden Prabowo Subianto menerima Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, jajaran Kementerian Pekerjaan Umum serta Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Basuki Hadimuljono (kiri) untuk membahas progres pembangunan IKN di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Januari 2025. BPMI Setpres/Rusman
Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan mengatakan program makan bergizi gratis setidaknya membutuhkan tambahan anggaran Rp 140 triliun agar bisa tetap berjalan hingga akhir tahun ini.
Menurut dia, anggaran Rp 71 triliun tidak cukup karena hanya mampu membiayai proyek ini hingga pertengahan tahun. “Permohonan tambahan anggaran akan diajukan untuk mendanai program makan bergizi gratis dari Juli hingga Desember 2025,” katanya pada 7 Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan makan bergizi gratis membutuhkan tambahan anggaran. Sumbernya adalah pemotongan belanja sejumlah kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah.
Jatahnya Rp 100 triliun dari total dana hasil pemangkasan belanja yang mencapai Rp 306,69 triliun. “Keseluruhan anggaran untuk program ini akan meningkat menjadi Rp 171 triliun. Dampaknya terhadap ekonomi diharapkan luar biasa,” ucapnya pada Kamis, 30 Januari 2025.
Sri juga meminta lembaga keuangan, khususnya bank milik negara, mendukung proyek makan bergizi gratis dengan menyediakan pembiayaan bagi pemasok makanan dan bahan bakunya.
Karena itu, tak seperti kementerian dan lembaga lain yang belanjanya dipotong, Badan Gizi Nasional malah akan menerima tambahan anggaran untuk mengoptimalkan program tersebut. Direktur Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Badan Gizi Nasional Tengku Syahdana mengatakan jatah anggaran makan bergizi gratis bakal bertambah Rp 100 triliun tahun ini. “Uangnya salah satunya dari metode penghematan 16 pos kementerian/lembaga yang hampir semuanya terkena pemotongan,” ujarnya.
Melihat kondisi ini, Ekonom Bright Institute Awalil Rizky berujar, instruksi Prabowo memangkas belanja menunjukkan kapasitas fiskal pemerintah yang cekak. Walhasil, dia melanjutkan, pemerintah harus berhemat untuk menekan defisit anggaran dan tak menambah utang baru.
Menurut dia, kas negara dalam kondisi sulit karena proyeksi penerimaan negara yang meleset. Dalam APBN 2025, penerimaan negara ditargetkan Rp 3.005,1 triliun.
Salah satu potensi penerimaan yang hilang berasal dari pajak. Awalil mengungkapkan, hal itu terjadi setelah pemerintah menunda kenaikan tarif efektif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang seharusnya berlaku sejak awal tahun ini. Jika PPN jadi naik, pemerintah bisa memperoleh tambahan penerimaan negara hingga Rp 75 triliun.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meninjau program makan bergizi gratis di SMPN 11 Depok, Jawa Barat, 4 Februari 2025. Sekretariat Wakil Presiden
Sebaliknya, belanja negara dalam APBN 2025 ditetapkan Rp 3.621,3 triliun, naik Rp 271 triliun atau 8,1 persen dari realisasi belanja pada 2024 yang sebesar Rp 3.350,3 triliun. Untuk menutup kebutuhan belanja tersebut, diperlukan kenaikan 5,72 persen dari realisasi penerimaan negara 2024 yang mencapai Rp 2.842,5 triliun. "Target ini cukup berat jika melihat prospek perekonomian nasional,” kata Awalil.
Penerimaan pajak 2025 ditargetkan sebesar Rp 2.490,9 triliun atau membutuhkan kenaikan hingga 11,56 persen dari realisasi 2024. Jika target penerimaan tak tercapai dan belanja tak dikurangi sejak awal, defisit akan melebar dari yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 2,53 persen terhadap PDB pada 2024.
Persoalannya, penerimaan pajak awal tahun ini bakal seret. Salah satu penyebabnya adalah kendala teknis dalam pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax. Sistem yang diharapkan bisa menyederhanakan administrasi perpajakan itu justru membawa masalah baru yang menghambat pelaporan dan pembuatan faktur pajak oleh wajib pajak.
Menurut informasi yang diperoleh Tempo dari sejumlah kalangan, para pelaku usaha hingga pejabat negara menyebutkan dampak persoalan Coretax tak bisa dianggap remeh. Mereka memberikan gambaran, pada Januari 2024, pemerintah bisa menerbitkan sekitar 60 juta faktur pajak.
Namun sekarang, pejabat yang menjadi sumber Tempo mengungkapkan, jumlah faktur pajak yang terbit tak lebih dari 20 juta atau sepertiganya. Jika memakai perbandingan dengan nilai penerimaan pajak pada Januari 2024 yang mencapai Rp 149,25 triliun, pada bulan lalu setoran yang masuk diperkirakan kurang dari Rp 50 triliun.
Tempo telah meminta informasi terbaru mengenai realisasi penerimaan pajak Januari 2025 kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Namun otoritas pajak itu mengatakan realisasi penerimaan baru akan diinformasikan melalui agenda "APBN Kita" yang rencananya digelar Kementerian Keuangan.
Ihwal kendala pada sistem Coretax, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan, pada masa transisi Coretax, ada kebijakan khusus berupa pembukaan kembali kanal pembuatan faktur pajak melalui e-Faktur Desktop. “Secara paralel penyempurnaan sistem Coretax DJP juga terus dilakukan,” ujarnya pada Kamis, 6 Februari 2025.
Pemerintah, Dwi menambahkan, berfokus mengumpulkan penerimaan pajak dengan menempuh berbagai upaya, seperti perluasan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Caranya antara lain berupa edukasi perpajakan dan penegakan hukum, pengawasan wajib pajak, serta peningkatan kerja sama perpajakan internasional.
Pendiri firma konsultan pajak DDTC, Darussalam, mengatakan kendala dalam penerbitan faktur mesti dicermati. Menurut dia, banyak pelaku usaha yang mengeluhkan kendala dalam pembuatan faktur pajak dan bukti potong pajak penghasilan (PPh).
Hambatan dalam pemungutan dan pemotongan itu berdampak secara langsung pada setoran pajak ke kas negara. “Jika sistem tidak optimal, bisa jadi penerimaan bulanan dari PPN dan pemotongan PPh melambat. Apalagi selama ini penerimaan dari PPN dan PPh relatif besar,” ucapnya. Kontribusi PPN terhadap penerimaan perpajakan merupakan yang terbesar, yakni 35-40 persen.
•••
PEMERINTAH tak punya pilihan selain menyisir ulang belanja dan memotong anggaran untuk membiayai proyek makan bergizi gratis. Terlebih kondisi fiskal tahun ini kian ketat karena ada utang jatuh tempo yang harus dibayar.
Pada 2025, pemerintah harus membayar utang jatuh tempo Rp 800,33 triliun, jauh lebih tinggi dari kewajiban pada 2024 yang sebesar Rp 434,29 triliun. Utang jatuh tempo itu terdiri atas surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. Beban itu belum mencakup bunga utang yang mesti dibayar tahun ini sebesar Rp 552 triliun, naik 10,8 persen dibanding pada 2024. Di sisi lain, pemerintah harus menarik utang baru Rp 775,9 triliun untuk membiayai defisit APBN 2025.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, dalam membiayai kebutuhan APBN 2025, pengadaan utang akan dilakukan dengan hati-hati. “Pembiayaan dilakukan secara pruden dengan menjaga biaya bunga yang wajar dan risiko yang terkendali,” katanya. Pemerintah juga berkomitmen menjaga risiko portofolio utang, baik terkait dengan risiko nilai tukar, suku bunga, maupun refinancing secara optimal.
Sedangkan langkah menunaikan pembayaran utang jatuh tempo di tahun ini bakal ditempuh dengan berbagai pendekatan. Salah satunya mekanisme debt switch atau penukaran SBN jatuh tempo secara bilateral, misalnya dengan Bank Indonesia. Kesepakatan itu terkait dengan SBN pembiayaan Covid-19 yang dibeli BI dan akan jatuh tempo tahun ini. Mekanisme itu dilakukan dengan menukar SBN yang jatuh tempo dan SBN reguler yang dapat diperdagangkan di pasar dengan harga pasar yang berlaku.
Suminto mengatakan, alih-alih menarik pinjaman baru, pemerintah masih memiliki opsi membiayai APBN 2025, yakni dari saldo anggaran lebih (SAL) yang merupakan kumpulan tabungan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) setiap tahun. “Silpa ataupun sisa SAL dapat digunakan untuk pembiayaan APBN 2025.”
Pola arus kas (cash flow) pemerintah di awal tahun memang kerap mengandalkan sisa lebih pembiayaan anggaran dari pelaksanaan APBN tahun sebelumnya. Sebab, pada awal tahun, penerimaan negara khususnya dari setoran pajak masih membutuhkan waktu untuk terkumpul.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengakui dana untuk membayar belanja negara di awal tahun masih banyak berasal dari sisa anggaran tahun sebelumnya.
Total sisa lebih pembiayaan anggaran 2024 tercatat sebesar Rp 45 triliun. Pemerintah juga telah melakukan prefunding atau menarik utang lebih dulu untuk menutup kebutuhan anggaran 2025 sebesar Rp 85 triliun. “Ini digunakan untuk kebutuhan belanja pegawai seperti gaji, juga belanja rutin lain, sambil menunggu penerimaan pajak yang berangsur masuk,” ujarnya pada Kamis, 6 Februari 2025. ●
Fransisca Christy Rosana, Hendrik Khoirul Muhid, dan Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Kantong Tipis Tinggi Ambisi