Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemangkasan anggaran kementerian menunjukkan penyusunan bujet asal-asalan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani semestinya paham dengan kebutuhan anggaran tahun ini.
Kriteria tak jelas pemangkasan anggaran makin membuat penyusunan bujet tak kredibel.
KEBIJAKAN pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga negara seperti senjata makan tuan bagi Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Keduanya adalah anggota kabinet Presiden Joko Widodo yang menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025. Mereka yang menyusun bujet, mereka juga kini yang kelimpungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemangkasan belanja kementerian merupakan dampak dua menteri itu melayani hasrat Jokowi membangun proyek-proyek mercusuar dalam sepuluh tahun terakhir. Akibat anggaran cekak, pemerintah getol menerbitkan surat utang. Tahun ini utang tersebut jatuh tempo dan mau tak mau harus dibayar pemerintah. Jumlahnya sungguh fantastis: Rp 1.300 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani tentu paham beban besar ini. Namun, alih-alih menghematnya, ia menyusun bujet seperti juragan dengan uang tabungan segunung. Demi melayani proyek Jokowi dan mengakomodasi program prioritas Prabowo, ia membuat pos anggaran tak proper. Begitu penerimaan pajak seret, pos-pos anggaran itu pun boncos.
Sementara itu, Prabowo tak acuh pada kemampuan anggaran negara dengan membentuk kabinet besar untuk mengakomodasi para pendukungnya dalam pemilihan presiden. Ia memecah kementerian dan menunjuk banyak wakil menteri. Akibatnya, kebutuhan anggaran membengkak, sementara ia tak menghentikan hasratnya menjalankan program prioritas yang ia janjikan saat kampanye, seperti makan bergizi gratis dan pengerahan tentara mendukung swasembada pangan.
Gimik pemerintah menyebut pemangkasan belanja sebagai efisiensi tak menutup fakta bahwa anggaran negara sedang cekak. Kebijakan berbagi beban dengan Bank Indonesia (burden sharing) membayar utang pemerintah makin memperburuk independensi bank sentral di mata investor. Alih-alih bisa mendatangkan investasi untuk menggerakkan ekonomi yang lesu, kebijakan-kebijakan Prabowo menjauhkan sumber-sumber pendapatan.
Kredibilitas pemangkasan anggaran makin kabur karena tak ada kriteria jelas. Sejumlah lembaga dan kementerian di sektor keamanan yang mendapat jatah belanja besar malah tak kena pemotongan anggaran. Kepolisian RI, Kementerian Pertahanan, dan Badan Intelijen Negara malah bersiap menghamburkan uang untuk belanja alat-alat pertahanan dan keamanan.
Kementerian Pertahanan tak terkena kebijakan pengurangan anggaran dan bersiap membentuk 100 batalion teritorial pembangunan. Pembentukan batalion baru untuk mendukung target swasembada pangan ini tak hanya bentuk militersiasi kebijakan publik, juga pemborosan anggaran yang telanjang.
Rancangan sampul “Boros Pangkal Boncos”.
Dalam gambar sampul yang terpilih untuk edisi “Boros Pangkal Boncos” terlihat Prabowo hanya menarik sabuk satu gedung kementerian seraya membiarkan gedung lain tetap besar. Ketidakjelasan ini mengesankan Prabowo tak hanya pilih kasih kepada anak buahnya, tapi juga menunjukkan prioritas kepemimpinannya.
Selain Kementerian Pertahanan, yang anggarannya tak dipotong, anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara malah ditambah, sementara anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dipangkas nyaris tandas. Padahal program Kementerian Pekerjaan Umum adalah pembangunan jembatan, fasilitas irigasi, hingga sekolah. Gambaran ini kian menunjukkan janji Prabowo menciptakan pembangunan yang inklusif hanya “omon-omon”.
Analisis ini akan makin panjang. Apalagi jika dikaitkan dengan prosedur pemotongan tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat. Anda bisa membacanya dalam edisi pekan ini tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik pemangkasan anggaran besar-besaran pemerintahan Prabowo Subianto. Selamat membaca. ●