Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

‘Hantu’ Bernama Arini

Sekuel Love for Sale lahir dengan kemasan baru yang berpusat pada drama keluarga. Kembali menghadirkan tokoh Arini sebagai daya pikat.

2 November 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Della Dartyan sebagai Arini dalam Love for Sale 2. imdb

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUPAKAN sebentar Richard (diperankan Gading Marten), tokoh sentral sekaligus “korban perasaan” dalam film Love for Sale (2018) yang ceritanya kini tengah mengembara keliling dunia. Tokoh Love for Sale 2 kita adalah Indra Tauhid alias Ican (Adipati Dolken), pria Minang 32 tahun yang saban hari diteror ibunya, Rosmaida (Ratna Riantiarno), agar segera kawin. Jurus klise ibu-ibu tentu akan kita -dengar di sini. Apalagi kalau bukan kalimat “Pokoknya, Ibu baru bisa mati kalau kamu sudah menikah”.

Jika sudah menonton Love for Sale, kita pasti lantas menduga bahwa Ican akhirnya “terperosok” juga ke Love.inc, aplikasi tempat kita bisa menyewa pacar sesuai dengan spesifikasi. Aplikasi yang Ican gunakan untuk memesan calon menantu idaman sang ibu. Perempuan itu haruslah yang saleh, pintar, cantik, dan tentunya urang awak alias keturunan Minang. Maka sekonyong-konyong datanglah Arini Chaniago (Della Dartyan) ke depan pintu rumah Ican.

Setelah Arini muncul, menyamar sebagai pekerja asal Bandung yang sedang mengikuti pelatihan di Jakarta, kita tahu “kisah horor” Ican akan dimulai. Ya, horor, karena Arini adalah perempuan yang dalam Love for Sale menjungkirbalikkan hidup Richard. Setelah masa kontrak Richard -dengan Love.inc habis, kehadiran Arini dalam hidupnya ikut berakhir. Ia hilang tak berjejak, meninggalkan si bujang Richard dalam kondisi hati hancur-lebur karena telanjur kesengsem berat.

Ican (Adipati Dolken). imdb

Arini adalah simbol “pembunuh” dalam perkara cinta. Ia mudah menaklukkan siapa saja dengan senyumnya yang luar biasa manis, pembawaannya yang atraktif, dan kesenangan yang sama dengan pria yang dekat dengannya (sebagai pacar Richard, ia Arini si pencinta sepak bola; sebagai pasangan Ican, ia Arini yang jago meracik masakan Padang). Tapi ia juga sekaligus -mengerikan karena meninggalkan orang yang mencintainya, pergi tanpa kabar apa-apa.

Sebenarnya karakter Arini menjanjikan sebagai benang merah dalam film garapan sutradara Andibachtiar Yusuf ini. Terlebih setelah Love for Sale tayang, sosok ini -sangat membekas dan bahkan menjadi bahan meme kocak di mana-mana. Namun sejak awal film ini kita tahu tak bakal mendapat kisah semacam pendahulunya. Andi dan Mohammad Irfan Ramly kini tak berfokus pada satu tokoh, tapi pada empat sekaligus. Selain Rosmaida, ada tiga anak lelakinya, yakni Ndoy (Ariyo Wahab), Ican, dan Buncun (Bastian Steel). “Saya tidak mau membikin film yang sama kayak sebelumnya,” kata Andi.

Tentu tetap ada kuartet penghibur seperti yang dulu diwakili geng pekerja perusahaan percetakan Richard. Kali ini yang mengemban tugas itu adalah tetangga-tetangga Ican. Salah satunya Daeng Ibrahim (Yayu Unru). Para tetangga Ican seperti mewakili keusilan kita yang demen kepo alias mau tahu urusan orang lain, yang secara sadar senang menekan dan merecoki hal sepribadi masalah pasangan hidup, bahkan perkara moral. Kritik sosial Andi dan Irfan berseliweran sepanjang film yang, seperti karya mereka sebelumnya, berbalut guyonan.

Sosok Rosmaida pun mudah kita jumpai di mana-mana. Bisa jadi dia ibu teman atau pacar kita, atau ibu kita sendiri. Ibu yang merasa hidupnya baru sempurna setelah anak-anaknya menikah dan bekerja (lebih bagus lagi kalau menjadi pegawai negeri -sipil seperti Ndoy). Ia mendengar suara-suara di sekelilingnya yang menuntut -kebahagiaan direpresentasikan lewat pernikahan.

Rosmaida (kanan, Ratna Riantiarno). Imdb

Karakter Rosmaida ini diperankan -dengan luwes oleh Ratna Riantiarno. Perannya sebagai ibu yang bawel bisa membuat kita merasa risi, tapi pada saat yang sama bersimpati. Sebab, Rosmaidalah korban Arini. Ia orang pertama yang tersakiti jika Arini pergi. Sebab, dengan segala ke-Minang-an sang calon menantu, Rosmaida sejatinya sudah baper alias terbawa perasaan betul.

Energi Ratna dalam film ini menular ke pemain lain, terutama Bastian Steel, pemeran si bungsu Buncun. Ia bapak muda yang menjadi antitesis kedua kakaknya. Sementara Ndoy sudah mapan dan Ican tipikal pekerja Ibu Kota medioker, Buncun yang -penganggur terancam ditinggalkan bininya karena persoalan duit. Peran Buncun dibawakan Bastian dengan baik. Bahkan ia seperti menambal karakter Ican yang, saking berjejalnya tokoh dalam Love for Sale 2, malah kurang tergali.

Banyaknya karakter menjadikan plot Love for Sale 2 yang sederhana menjadi lebih kompleks. Kita akan mengenal sisi lain Arini Chaniago yang misterius dan karismanya tak terbendung. Juga mendapat -alasan mengapa ia mau menjadi pacar sewaan banyak lelaki.

Duet Andi dan Irfan sekali lagi menghasilkan alur yang enak diikuti. Sayangnya, kisah Ican dan Arini kurang terbangun mulus. Hubungan keduanya direkatkan hanya lewat ciuman yang menjadi hampa bila disandingkan dengan proses jatuh hati Rosmaida kepada Arini. Tak hanya ada perasaan seorang ibu yang ngebet punya anak perempuan, tapi juga pemenuhan -harapan Rosmaida yang bertumpu pada asmara Arini dengan putranya. Karena itu, bila Arini sekali lagi pergi begitu saja, hati kita tetap sulit menerima.

ISMA SAVITRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Imdb

 

Love for Sale 2

Sutradara: Andibachtiar Yusuf

Aktor: Della Dartyan, Adipati Dolken, Ratna Riantiarno, Ariyo Wahab

Skenario: Andibachtiar Yusuf, Mohammad Irfan Ramly

Produksi: Visinema Pictures

Rilis: 31 Oktober 2019

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Isma Savitri

Isma Savitri

Setelah bergabung di Tempo pada 2010, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ini meliput isu hukum selama empat tahun. Berikutnya, ia banyak menulis isu pemberdayaan sosial dan gender di majalah Tempo English, dan kini sebagai Redaktur Seni di majalah Tempo, yang banyak mengulas film dan kesenian. Pemenang Lomba Kritik Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 dan Lomba Penulisan BPJS Kesehatan 2013.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus