Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bila Perupa Membuat Mainan

Delapan perupa membuat mainan anak. Meramu imaji anak dan seni. Ada yang seperti mainan sungguhan, ada yang sama sekali tak mirip mainan.

13 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seniman ternyata bisa juga mencipta mainan. ”Mainan” karya Arya Panjalu, perupa Yogyakarta, berupa sesosok lelaki tinggi, besar, dan hitam, yang seluruh tubuhnya terbebat kawat. Di hadapannya, seorang perempuan bertubuh lebih pendek memandangnya. Ia memegang erat-erat sebuah buntalan hitam. Itulah Timun Emas. Sulit membayangkan, karya Arya ini bisa dipakai untuk bermain oleh seorang anak.

Timun Emas cukup menarik untuk dinikmati pancaran visualnya. Karya ini lebih cocok disebut sebagai karya seni ketimbang mainan. Anak balita mungkin menangis takut melihat matanya yang melotot keluar; atau justru tergelitik untuk mencongkel.

Timun Emas adalah salah satu dari 14 mainan kontemporer yang dipamerkan di Erasmus Huis, Jakarta, pekan lalu. Rudi Corens menggagas pameran ini dalam satu rangkaian tema besar, Mysterious Dolls, Old Prints. Sebagai orang yang lama bergelut dengan seni, Corens ingin para seniman memberi sentuhan seni dan personal pada mainan anak yang kini lebih banyak diproduksi secara masif di pabrik-pabrik. ”Kami ingin tahu, bagaimana bila seniman membuat mainan,” tutur Indra Gunawan dari Rembulan Cantik Studio yang mengumpulkan seniman dari Rumah Seni Cemeti untuk menyumbangkan karya mereka.

Mereka adalah delapan perupa: Arya Panjalu, Bunga Jeruk, Cahyo Basuki Yopi, Dona Prawita, Terra Bajraghosa, Theresia Agustina, Ugo Untoro, dan Yuli Prayitno. Mereka adalah seniman muda, rata-rata kelahiran 1970-an, yang biasa membuat karya tiga dimensi.

Karya Bunga Jeruk yang berjudul Sitting Birds lebih sederhana dibanding Timun Emas, dan lebih pas untuk anak. Sebuah kursi kayu yang diberi lubang di sana-sini, dicat dengan warna mencorong. Di sana-sini ada patung burung kecil-kecil berwarna-warni. Kursi seukuran anak Taman Kanak-kanak itu bisa diduduki. ”Saya memilih ini karena aman untuk anak. Dengan bentuk kursi yang dari dulu juga begini, kalau diberi warna menyala saya kira cukup menarik,” tutur ibu seorang anak ini.

Bukan sekali ini dia membuat mainan. Pada 2003, dia juga ikut memajang karyanya dalam pameran dolanan di Studio Tanah Liat Yogyakarta. Baginya, mainan anak harus murni mainan. Obyek kursi dan burung dengan warna menyolok hanya diambil visualnya saja. Yang lebih penting fungsi kursi tersebut. Kursi bisa diduduki siapa saja, termasuk burung, juga bisa untuk dijadikan mainan.

Karya lain yang cukup unik berjudul, Ya... Di sini Aja, karya Yuli Prayitno. Laki-laki kelahiran Bandung 31 tahun lalu ini menampilkan sebentuk dua kuda satu tubuh. Judul itu menggambarkan, kuda itu hanya mainan. Dengan dua kepala, kuda itu tidak akan bisa jalan karena tarik-menarik, masing-masing ingin jalan. ”Jadi, ya di sini saja,” tutur Yuli.

Sama dengan Bunga Jeruk, Yuli juga tidak lama menyiapkan karyanya, hanya sekitar seminggu. Sesuai dengan keinginan Corens, Yuli membuat karya yang tidak membebani finansial orang tua. Sekarang banyak orang tua yang tidak bisa membelikan mainan anak mereka karena mahal. Ban bekas akhirnya menjadi pilihannya.

Menurut Yuli, obyek binatang cukup menarik untuk anak-anak. Apalagi, pada zaman dulu ada mainan kuda-kudaan dari kayu. Tapi Yuli ingin membuat kuda dengan bahan lain, bukan kayu. ”Ban saya kira yang paling pas dan cukup aman untuk anak kecil. Tidak tajam dan relatif empuk,” kata seniman patung ini.

Membuat mainan tidak semudah yang dibayangkan. Seniman boleh saja memasukkan cita rasa seni ke dalam mainan ciptaannya, tapi anak sering kali tak memandang itu semua. Mainan dari bahan paling sederhana pun bisa menarik perhatian sang anak, asal bentuknya menggoda atau warnanya mencorong.

LN Idayanie (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus