Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Semangat Bertahan Gambang Kromong

Ikhtiar sejumlah sanggar gambang kromong bertahan di tengah laju perubahan zaman. Panggung tampil terus ada.

23 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Periode Juni-Juli menjadi berkah bagi seniman gambang kromong.

  • Penerapan Kurikulum Merdeka memberi dampak positif pada eksistensi gambang kromong.

  • Menepis kekhawatiran gambang kromong hilang ditelan zaman.

Suara melengking nan merdu dari alat musik tehyan terdengar di halaman Museum Bahari, di Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis, 20 Juni 2024. Alat musik gesek khas gambang kromong itu memainkan melodi lagu berjudul Gang Kelinci ciptaan Titiek Puspa. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti duet, suara melodi tehyan ditemani irama kencang trompet piston. Keduanya seperti bersahutan memainkan melodi lagu yang dipopulerkan oleh penyanyi Lilis Suryani pada 1960-an itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain suara melodi, alunan musik pengiring dari gambang, kromong, gendang, gong, hingga kecrek menghasilkan nada yang begitu nyaman masuk ke telinga. Ya, alunan musik tersebut berasal dari kelompok gambang kromong Sanggar Alunan Silibet yang menjadi bintang dalam acara Festival Haul Sunan Gunung Jati yang digelar Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta dan Pemerintah Kota Cirebon.

Kelar memainkan lagu Gang Kelinci, permainan musik gambang kromong ini lanjut ke lagu kedua yang berjudul Ancol. Permainan grup yang diawaki tujuh pemain musik dan dua biduan itu sangat energetik. 

Uniknya, cara mereka tampil sangatlah luwes. Mereka mampu memainkan lagu sambil bercanda satu sama lain. Sekilas penampilan mereka mirip sekelompok musikus yang kebetulan kongko bareng sembari bermain gambang kromong. 

Penampilan sanggar gambang kromong Alunan Silibet dalam festival Haul Sunan Gunung Jati di Museum Bahari, Jakarta Utara, 20 Juni 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Beres mengiringi lagu, kelompok tersebut sempat turun panggung sejenak. Beristirahat sembari berganti kostum. Berikutnya mereka tampil sebagai musik pengiring lenong. Lagi-lagi kolaborasi alat musik tradisi Betawi dan Cina itu sukses menjadi nyawa permainan lenong.

Salah seorang penonton, Melisa, mengaku terhibur dengan penampilan grup gambang kromong bernama Alunan Silibet itu. Perempuan berusia 22 tahun itu rupanya jarang sekali mendengar musik gambang kromong.

"Ternyata enak juga musik khas Betawi, ada gamelannya. Iramanya cepat. Sepertinya ini pertama kali saya menonton langsung (gambang kromong)," kata Melisa pada siang itu.

Ya, gambang kromong merupakan kesenian khas Jakarta hasil akulturasi budaya Betawi dan Cina yang memadukan beragam alat musik tradisional. Seperti kesenian tradisi pada umumnya, gambang kromong mengalami problem eksistensi karena semakin lajunya perkembangan musik pop dan modern di Jakarta dan sekitarnya.

Namun, di tengah kekhawatiran tersebut, sejumlah sanggar atau kelompok masih giat melestarikan gambang kromong. Seperti Alunan Silibet yang didirikan oleh Ramdani. Pria 41 tahun itu menyebutkan sanggar gambang kromongnya tersebut lahir pada 2012 untuk melengkapi kegiatan sanggar pencak silat yang lebih dulu lahir dua tahun sebelumnya.

Ramdani paham upaya mendirikan sebuah sanggar gambang kromong tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ketersediaan dana besar diperlukan untuk membeli beragam alat musik tradisional. "Kami sempat membeli secara kredit hingga beli set alat musik bekas," ujar Randani.

Beruntung, sejak berdiri, kelompok Alunan Silibet rutin mendapat perhatian dari pemerintah kota dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mulai dari undangan tampil dalam berbagai kesempatan hingga bantuan melengkapi alat musik. "Puncaknya, pada 2017, kami diundang tampil hingga ke Jerman," kata pria yang kerap disapa Dani itu.

Ramdani mengatakan sanggarnya saat ini mempunyai 32 anggota yang bisa ia bagi dalam dua tim untuk tampil di dua lokasi berbeda dalam waktu yang bersamaan. Menariknya, hampir seluruh personel gambang kromong itu adalah anak muda. Alasannya sederhana, Dani ingin anak muda merasa punya tanggung jawab untuk ikut melestarikan seni gambang kromong.

Soal permintaan tampil, ia mengaku tak risau. Sebab, faktanya ada saja undangan dari instansi pemerintah dan swasta. Terlebih pada Juni hingga Agustus yang kerap disebut sebagai bulan sibuk oleh para seniman Betawi.

Maklum pada Juni, Jakarta merayakan hari jadinya. Walhasil, cukup banyak permintaan yang masuk ke catatan Alunan Silibet agar grup mereka bisa tampil dalam berbagai agenda ulang tahun Jakarta. "Ini memang 'bulan Lebaran'-nya kami."

Ada juga sanggar gambang kromong Sinar Muda yang juga kebanjiran job pada bulan ini. Kelompok gambang kromong besutan Abdul Wahab itu sudah punya jadwal manggung padat selama satu bulan. Dari manggung di instansi pemerintahan sampai tampil di hotel berbintang untuk merayakan hari jadi Jakarta.

"Bulan Juni-Juli memang bulannya kami hajatan," kata Abdul Wahab ketika ditemui di Gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya KH Usman Perak di Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat, 21 Juni 2024.

Pria 37 tahun itu mengingat kembali periode awal 2000-an ketika pertama kali membentuk sanggar gambang kromong Sinar Muda. Awalnya, ia memang jatuh hati dengan kesenian gambang kromong. Merasa punya tanggung jawab melestarikan kesenian ini, ia lantas mengajak keluarga dan anak-anak di sekitar tempat tinggalnya ikut latihan. 

Wahab mengatakan ikhtiarnya itu mendapat respons bagus. Para orang tua merasa senang anak-anaknya punya kegiatan positif. "Tentu ini lebih baik ketimbang mereka kongko di jalan sampai macam-macam di jalanan," kata Wahab.

Sejumlah seniman Sinar Muda memainkan kesenian gambang kromong di Balai Kesenian Jakarta Barat, Jakarta, 21 Juni 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Dari sanggar tersebut, ia bisa melatih sanak famili hingga tetangganya mahir memainkan alat musik gambang kromong. Selain melestarikan budaya, mereka mendapat rupiah sebagai upah jika tampil dalam sebuah acara.

Wahab mengaku tak ada yang pasti dalam kehidupan seni gambang kromong. Sebab, pada bulan-bulan tertentu, ada saja momen sepi permintaan tampil. Beruntung, masih ada panggilan tampil dari hajatan perorangan hingga perusahaan swasta pada bulan-bulan sepi tersebut.

Selain itu, penerapan Kurikulum Merdeka rupanya memberikan dampak positif bagi sanggar tersebut. Sebab, sesuai dengan kurikulum tersebut, para siswa di sekolah wajib mengikuti kegiatan kesenian tradisional. Untuk wilayah Jakarta, gambang kromong menjadi pilihan utama. Singkat kata, Wahab dan anggota sanggar direkrut menjadi pengajar gambang kromong di berbagai sekolah.

Selain itu, Wahab senang anak-anak sekolah bisa mengenal gambang kromong lebih dekat lagi. Dengan demikian, ia merasa masa depan gambang kromong setidaknya masih bisa bertahan lebih lama lagi di Jakarta. "Kami enggak risau lagi gambang kromong bakal hilang," kata Wahab.

Optimisme serupa datang dari pendiri Sanggar Pusaka Joglo, Kiki Zaharudin alias Kimung. Ia bahkan merasa jengkel dengan celoteh warga Jakarta yang pesimistis gambang kromong bakal hilang dimakan waktu. Menurut dia, pemikiran tersebut seakan-akan melukai semangat anak-anak muda yang berjuang menjaga nyala gambang kromong.

Pria 39 tahun itu juga mengkritik warga Betawi yang secara tidak sadar ikut menggerus eksistensi gambang kromong dan kesenian Betawi lainnya. Sebagai contoh, masyarakat Betawi saat ini lebih banyak yang memilih menanggap hiburan band atau organ tunggal ketika menggelar hajatan.

"Berarti mereka sendiri yang membuat kesenian Betawi seperti gambang kromong terancam punah."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus