Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Maestro penari, Didik Nini Thowok dan Paduan Suara Dialita mendapatkan penghargaan Akademi Jakarta 2022. Penghargaan Akademi Jakarta tahun ini diberikan dua, sama dengan yang diberikan tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selain kategori pencapaian sepanjang hayat terhadap individu, Penghargaan Akademi Jakarta juga diberikan kepada kelompok atau komunitas dengan kriteria sumbangsihnya dalam perjuangan
penyadaran publik atas masalah mendasar kemanusiaan," demikian isi siaran pers yang diterima Tempo pada Selasa, 15 November 2022. Pengembangan ini, menurut mereka, merupakan bagian dari pandangan Akademi Jakarta, bahwa pengertian kebudayaan tidak terbatas pada kesenian.
Alasan Diberikan kepada Didik Nini Thowok dan Paduan Suara Dialita
Akademi Jakarta menilai, ada pertimbangan khusus memberikan penghargaan kepada Didik Nini Thowok dan Paduan Suara Dialita. Didik Nini Thowok mendapatkan penghargaan untuk kategori individu lantaran perjalanan panjang yang dilakukannya dalam lanskap
pertunjukan tari Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lembaga itu meniai, proses kreatif Didik dalam membangun nalar artistik yang melandasi identitas Didik Nini Thowok, sebuah metafor hantu identitas, yang mendekonstruksi praktik-praktik rasisme dan seksisme. "Didik Nini Thowok membagikan lanskap pengetahuan untuk seni pertunjukan
tari, praktik-praktik lintas budaya maupun kajian pertunjukan, dan menguak
konstruksi gender yang ditabukan," kata panitia di Penghargaan Akademi Jakarta.
Paduan Suara Dialita Lantangkan Ingatan
Adapun Paduan Suara Dialita mendapatkan penghargaan ini karena sumbangsih dalam merajut rekonsiliasi kultural lintas generasi berbasis komitmen pada kemanusiaan dan cinta tanah air.
Paduan Suara Dialita dibentuk oleh perempuan yang pernah menjadi tahanan politik 65 ini, merupakan suara perempuan untuk melantangkan ingatan dan peringatan agar Bangsa Indonesia belajar dari masa lalu, lebih bijak mengelola perbedaan, dan berhenti melakukan kekerasan atas tubuh pertiwi.
Paduan suara Dialita tampil dalam peluncuran cd dan buku Prison Songs: Nyanyian Yang Dibungkam, di Jakarta, 21 Agustus 2015. Lagu-lagu yang dinyanyikan merupakan karya para tahanan politik 1965 dan Orba. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Dialita, menurut Akademi Jakarta, telah menunjukkan kerja secara kolektif di bidang seni musik dengan mengumpulkan lirik dan lagu karya tapol yang tersembunyi dan tersebar -- yang
telah diciptakan di masa penahanan. Pembentukan dan pelatihan paduan suara pada 2011 merupakan akumulasi dari dedikasi pada seni dan kemanusiaan selama enam dekade, suatu pencapaian sepanjang hayat.
"Melalui seni paduan suara yang mengolah kembali secara apik lagu-lagu tapol dan lagu kenangan di era penuh gejolak tahun 60an, Dialita telah membangun ingatan akan luka sejarah bukan untuk terjebak di dalamnya, melainkan sebagai proses penyembuhan bersama," tulis Akademi Jakarta.
Penampilan dan kehadiran Dialita sebagai saksi dan penyintas kekerasan masa lalu telah membuka ruang penyadaran kritis lintas generasi. Melalui kreasi budaya, dengan lembut dan penuh rasa sayang, Dialita membangun narasi tandingan yang meluruhkan dendam dan menggoyahkan
stigmatisasi.
Pada tahun lalu, Penghargaan Akademi Jakarta diberikan kepada Remy Sylado dan Masyarakat Adat Laman Kinipan karena kesetiaannya menjaga ekologi dan kesabaran menanam kembali hutan yang dirusak oleh korporasi yang mengabaikan kepentingan keseimbangan. Penghargaan Akademi Jakarta mulai diberikan pada 1975 dan penerima pertamanya adalah WS Rendra.
kuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.