Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di Indonesia, umumnya orang hanya akan mencintai budaya asal sukunya, seperti orang Jawa yang menyukai wayang atau orang Betawi yang mencintai Lenong. Berbeda dengan kebanyakan orang, terdapat sejumlah budayawan berdarah Tionghoa yang sangat mencintai budaya Indonesia. Mereka menggeluti seni tradisi tersebut hingga menjadi ahli dan mendapat pengakuan luas, bahkan disebut-sebut menjadi maestro. Dilansir dari berbagai sumber, berikut 5 maestro Indonesia berdarah Tionghoa dengan karya yang populer.
1.Kwee Tjoen An atau Didik Nini Thowok (maestro tari)
Memiliki nama populer Didik Nini Thowok ialah seorang penari, koreografer, komedian, pantomim, penyanyi, hingga pengajar multitalenta. Pria berusia 69 tahun ini sangat lihai dan energik dalam mempersembahkan tarian-tariannya. Salah satu karya seni tarinya yaitu "Tari Persembahan" pada tahun 1971. Kini Didik aktif sebagai dosen di Akademisi Kesejahteraan Keluarga Yogyakarta.
2. Kho Djien Tiong alias Teguh Srimulat
Dilansir dari Antara, Kho Djien Tiong adalah tokoh yang mendirikan grup lawak bernama Srimulat. Kho berdarah asli Tionghoa-Jawa yang, berawal dari kedatangannya pada perayaan Angkatan Laut Republik Indonesia pria bernama lain Teguh tersebut diminta mengiringi kelompok seni yang pada saat itu tampil. Berawal dari ketidaksengajaan anggota yang melawak bersama MC, maka ide penciptaan grup pelawak itu tercetus. Grup ini pun melejit dan menjadi paling populer hingga melegenda seperti saat ini.
3. Go Tik Swan alias Hardjonagoro (maestro batik)
Batik yang populer hingga menjarah ke dunia internasional terjadi atas campur tangan seorang Go Tik Swan. Pria bernama lokal KRT Hardjonagoro ini diketahui memiliki empat produksi batik di Indonesia. Bakat Go Tik Swan mengacu dari laman Pemerintah Kota Surakarta diturunkan dari mendiang sang ibu yang memiliki ragam motif batik. Tercatat sepanjang hidupnya telah tercipta 200 motif batik yang salah satunya pernah dipesan oleh Presiden Ir. Soekarno.
4. Gan Thwang Sing (Pencipta Wanciwa)
Nama Gan Thwang Sin melejit saat gagasannya untuk membuat lakon-lakon yang terinspirasi dari gubahan cerita rakyat China. Mengutip dari chc.ft.ugm.ac.id, Gan diasuh oleh sang kakek yang mengajarkan bahasa serta aksara China, dari sana kecintaan Gan akan kesenian tumbuh. Gan dewasa menjalin relasi dengan pelaku seni serta karawitan, puncaknya yakni gagasan akan budaya wayang China-Jawa berhasil disponsori oleh Oey See Toan seorang saudagar besar. Dirinya juga turut aktif dalam menulis beberapa lakon terkenal.
5. Tan Deseng (maestro karawitan)
Di Jawa Barat, ada seorang budayawan berdarah Tionghoa yang sangat mencintai kesenian Sunda, yakni maestro kacapi Tan Deseng. Etnomusikolog Sunda sekaligus maestro musik tradisional Cina itu lahir dan menjalani masa kecil di Jalan Tamim, Bandung. Kepiawaiannya dengan seni Sunda tak lepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya yang membawa keindahan seni musik dan tari Sunda yang ia dengar dan lihat sehari-hari.
Dilansir dari publikasi Tan Deseng Tokoh Seni Sunda Pada Masyarakat Tionghoa Di Wilayah Kota Bandung oleh jurnal.untirta.ac.id, kepiawaian Tan De Seng dalam seni karawaitan Sunda sudah banyak mendapat pengakuan masyarakat di dalam dan luar negeri, pada dekade 90-an khalayak Cina dan Jepang pernah menyaksikan Tan Deseng dan beberapa anggota keluarganya memainkan seni tradisional Sunda di depan mereka.
Secara formal, pengabdian Tan Deseng pada pelestarian seni Sunda juga telah mendapat pengakuan. Pada 2004, Deseng mendapat penghargaan dari Pemerintah Daerah Jawa Barat atas pengabdiannya sebagai seniman musik tradisional Sunda. Bahkan, pada 2008 ia pernah mendapat penghargaan dari pemerintah, hingga di panggil Presiden Soesilo Bambang Yudoyono ke Istana Negara sebagai maestro seni budaya yang melestarikan seni tradisi dari Jawa Barat.
Berbeda dari etnis keturunan Tionghoa Pada umumnya yang terjun di dunia dagang, Tan Deseng yang menganggap dirinya putera Sunda karena menurutnya jiwa dan raga nya adalah orang Sunda memilh jalan hidup di bidang musik tradisional. Ia tak pandai berdagang walaupun telah dicobanya tapi gagal, karena darah seni deras mengalir dalam jiwanya.
MELINDA KUSUMA NINGRUM | MUHAMMAD SYAIFULLOH
Pilihan Editor: Profil Tan Deseng, Maestro Karawitan Sunda yang Meninggal dalam Usia 80 Tahun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini