Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serial Adolescence karya sutradara Philip Barantini mulai tayang di Netflix pada Kamis, 13 Maret 2025 dan telah mencapai lebih dari 24 juta penayangan. Elon Musk dikritik habis-habisan karena dianggap ikut menyebarkan dan memperkuat informasi yang salah tentang serial tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: 19 Film dan Serial Terbaru Netflix pada Maret 2025
Dilansir dari Metro, seorang pengguna X memicu reaksi keras dengan mengunggah klaim kontroversial mengenai serial yang dibintangi Stephen Graham dan Erin Doherty itu. "Netflix memiliki acara berjudul Adolescence yang berkisah tentang seorang pembunuh Inggris yang menikam seorang gadis hingga tewas di dalam bus dan acara tersebut berdasarkan kasus-kasus kehidupan nyata seperti kasus pembunuh Southport. Jadi, coba tebak,” tulis pengguna tersebut.
Selanjutnya ia menulis bahwa mereka menukar pembunuh yang sebenarnya dari seorang pria kulit hitam atau migran dengan seorang anak laki-laki kulit putih, dan ceritanya mengatakan bahwa dia diradikalisasi secara online oleh gerakan pil merah. “Hanya propaganda anti-kulit putih yang mutlak,” tulisnya.
Unggahan tersebut kemudian mendapat respons dari Elon Musk yang memicu kemarahan netizen. “Wow,” tulisnya. Cuitan itu dibagikan ke 220 juta orang pengikutnya.
CEO Tesla dan pemimpin SpaceX Elon Musk menempati urutan pertama daftar orang terkaya dunia akhir tahun 2024 versi Forbes Real Time Billionaires, dengan kekayaan mencapai US$ 454,1 miliar. Kekayaan dan pengaruh Musk terus meningkat berkat inovasi dalam industri teknologi dan transportasi. ALLISON ROBBERT/Pool via REUTERS
Seorang pengguna X lainnya kemudian menegur keduanya dan mengatakan bahwa cerita dalam Adolescence tidak didasarkan pada serangan Southport atau satu kasus. "Film itu sudah dalam tahap produksi dan difilmkan sebelum Southport terjadi," tulis @Shayan86.
Bukan tentang Tragedi Pembunuhan Southport
Peristiwa tragis di Southport melibatkan Axel Rudakubana, laki-laki berusia 17 tahun. Ia diduga menikam tiga anak hingga tewas di kelas dansa bertema Taylor Swift yang mengakibatkan beberapa korban. "Seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun dari Banks telah disangka dengan tuduhan pembunuhan terhadap Bebe King (6), Elsie Dot Stancombe (7), dan Alice Dasilva Aguiar (9) serta 10 tuduhan percobaan pembunuhan hingga kepemilikan benda tajam," kata polisi saat itu.
Namun, peristiwa tersebut terjadi setelah Adolescence difilmkan. Serial ini mengklaim berakar pada isu-isu sosial yang lebih luas daripada satu insiden. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi lapisan-lapisan kompleks radikalisasi dan kekerasan remaja.
Inspirasi Drama Adolescence
Adolescence mengisahkan kehidupan Jamie yang berusia 13 tahun, diperankan oleh aktor pendatang baru, Owen Cooper. Jamie menghadapi tuduhan berat atas pembunuhan teman sekelasnya, Katie yang diperankan oleh Emilia Holliday. Orang tua Jamie kemudian dipaksa menghadapi insiden itu saat petugas menyelidiki dampak radikalisasi dan budaya incel yang melibatkan anak laki-laki muda.
Adolescence mendapat respon yang positif di seluruh dunia karena penggambarannya yang sangat nyata terkait misogini dan betapa kurangnya pengetahuan orang tua tentang ideologi yang dilihat anak-anak mereka secara daring.
Stephen Graham, yang juga ikut andil dalam menulis Adolescence, telah buka suara tentang inspirasi di balik serial tersebut. Dalam berbagai wawancara, salah satunya dengan Radio Times. Graham menyatakan bahwa inspirasinya datang dari beberapa kejahatan dengan senjata pisau di kehidupan nyata. "Bagi saya, hal itu bermula dari sebuah insiden di Liverpool, seorang gadis muda, dan dia ditikam sampai mati oleh seorang anak laki-laki,” ungkapnya, dikutip dari Express. “Saya hanya berpikir, ‘Mengapa?’"
Graham menjelaskan lebih jauh motivasinya di sebuah acara Netflix. Ia menguraikan motivasinya untuk menonjolkan tren meresahkan yang mempengaruhi laki-laki muda di masyarakat. “Salah satu tujuan kami adalah untuk menanyakan apa yang terjadi pada kaum laki-laki muda akhir-akhir ini dan tekanan apa yang mereka hadapi dari teman sebaya mereka, dari internet, dan dari media sosial?” katanya.
Ia kemudian melanjutkan bahwa ketika hal-hal ini menjadi berita, seringkali penilaian langsung tertuju untuk menyalahkan keluarga, dan menyalahkan ibu dan ayah. “Kita semua bersalah karenanya, karena itulah faktor umum yang mudah ditemukan. Saya hanya berpikir, bagaimana jika itu tidak terjadi sama sekali?” ujarnya.
SOFWA NAJLA TSABITA SUNANTO | METRO | EXPRESS
Pilihan Editor: 6 Film Nominasi Oscar 2025 yang Bisa Ditonton di Netflix
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini