PERS Amerika Serikat pernah bergurau untuk sebuah masalah yang
serius. Ketika Rusia berhasil meluncurkan satelitnya yang
pertama, 1957, mendahului AS, koran-koran menghimbau Pentagon
(Hankam-nya sana) agar minta bantuan Flash Gordon.
Rupanya tokoh hero yang fiktif itu bagi masyarakat AS dianggap
seolah-olah memang benar-benar hidup di antara mereka --
kurang-lebih sebagaimana tokoh wayang bagi masyarakat Jawa.
Kebanyakan tokoh-tokoh hero AS diciptakan di tahun 30-an
sebagai tokoh ciptaan pelukis-pelukis komik. Superman, misalnya,
si manusia Planet Krypton yang bisa terbang dan kebal itu,
diciptakan Joe Shuster dan Jerry Siegel. Flash Gordon, manusia
bumi biasa, penjelajah ruang angkasa luar diciptakan Alex
Raymond. Tak seajaib Superman, Si Flash ini hanya cerdas,
cerdik, tak kenal takut dan seorang olahragawan - ia di New York
dikenal sebagai pemain belakang sebuah tim football yang tampan.
Menyusul Superman, kini pun Flash Gordon muncul di layar putih.
Setelah prestasi membuat Superman terbang, dan keberhasilan
menggambarkan pertempuran pesawat-pesawat angkasa luar, dalam
Stars War, dunia film agaknya tak merasa kesulitan untuk
menampilkan Flash Gordon.
Hasilnya, fantasi Alex Raymond yang mulai muncul pada 1934 itu,
yang memang tak begitu sulit diwujudkan dalam gambar, ternyata
meyakinkan di dalam film. Pesawat angkasa luar yang diserbu
manusia elang yang bisa terbang, atau binatang-binatang aneh
angkasa luar -- itu semua seperti benar-benar terjadi, bukan
bikinan.
Tapi, setelah Superman dan Stars War, Flash Gordon agaknya punya
kelebihan. Mike Hodges, sutradaranya, agaknya cukup sadar bahwa
ketrampilan teknologi film beserta akal-akalannya untuk membuat
gambar hidup itu menarik, tak cukup kuat sebagai andalan buat
Flash Gordon. Harus ada sesuatu yang lain -- kalau tak mau
tenggelam oleh dua film yang mendahuluinya itu.
Dan Mike Hodges berhasil. Pertama, setting kerajaan angkasa
luar dibuat dengan warna-warni yang melebihi Superman maupun
Stars War. Juga ilustrasi musik yang ditangani The Queen, begitu
memukau, mendukung suasana dan masuk di saat-saat yang tepat.
Grup musik hard rock yang dibentuk 1971 di London ini, yang
biasanya menggunakan latar belakang orkes besar London
Philharmonic Orchestra, warna musiknya memang cocok untuk satu
suasana yang panas, asing, gemuruh. Dan juga kostum. Termasuk
sayap-sayap manusia elang -- yang betul-betul nampak seperti
tumbuh dari tulang belikat mereka.
Manusia Elang
Tapi yang paling sukses adalah semangat humor yang ada dalam
film ini - yang tak ada dalam komiknya. Setelah setting, musik
dan kostum, sesungguhnya tak ada hal luar biasa lagi yang bisa
dipertahankan selama hampir dua jam itu. Humor itulah yang
tiba-tiba menyentil penonton, yang menyadarkannya bila situasi
telah menjadi membosankan -- betapapun cerita Flash Gordon
sendiri sangat sederhana, tak berimbang dengan segala kostum dan
tetekbengeknya.
Dan itulah, dengan humor penonton pun tetap diajak 'sadar':
betapapun seriusnya adegan dalam film itu, betapa pun semuanya
nampak seperti sungguh-sungguh terjadi, tapi semua itu hanya
main-main -- hanya sebuah cerita fiktif yang difilmkan. Dan kita
pun tertawa, karena humor Flash Gordon -- sekaligus menertawai
diri sendiri, telah begitu bersungguh-sungguh mengikuti gambar
hidup itu, padahal ....
Misalnya, ketika Flash Gordon, Dale Arden dan Dr. Hans Zarkov di
ahli angkasa luar yang dipecat NASA (badan angkasa luar AS)
karena dianggap gila, terpaksa berkelahi melawan
pengawal-pengawal Kaisar Ming dari Planet Mongo. Mula-mula Flash
tak berkutik. Akhirnya ia tahu, dengan tak-tik bermain Joot ball
ia pun bisa mengalahkan mereka. Apalagi, Vultan, si raja manusia
elang taklukan Kaisar Ming diam-diam membantu Flash. Bila
seorang pengawal Ming persis berdiri di depannya, langsung ia
pukul kepalanya -- sesudah itu ia pun bersikap seperti tak
terjadi apa-apa. Tapi justru ketika Dr. Zarkov melempar 'bola'
kepada Flash, kekalahan pun tak bisa dihindari: 'bola' itu
sempat mengenai kepala Flash yang langsung pingsan.
Dan lihatlah, Dale Arden, pramuwisata cantik yang terpaksa ikut
misi Dr. Zarkov itu. Ketika mau melarikan diri dari cengkeraman
Ming, tetap saja Dale tak melupakan sepatunya: dia bawa ke mana
dia lari, baru dipakainya setelah aman.
Tapi yang paling gerrr barangkali ketika Flash ditanya Kaisar
Ming yang menangkapnya. Jawab Flash, dia ini pemain belakang
foot ball tersohor, New York Jets. Memangnya si Ming ini tahu
permainan sepakbola orang Amerika itu!
Toh, bagi yang mencari seni akting, bisa kecewa. Sam Jones
sebagai Flash, tak mencerminkan si jagoan yang cerdas. Apalagi
gaya karikatural Melody Anderson (Dale Arden) tak sangat lucu:
kalah jauh dengan Leslie Newman yang memerankan Lois Lane, pacar
Superman.
Tak tahulah apa kira-kira komentar Alex Raymond bapaknya si
Flash ini, yang meninggal dalam satu kecelakaan mobil, 1956.
Sesungguhnya Flash Gordon pun pernah difilmkan di tahun 30-an.
Tapi teknik perfilman waktu itu tentulah tak sehebat kini.
Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini