Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Upaya Apa Bagi Maringan & Purnama

Maringan saut panjaitan dan istrinya pengadilan di palangkaraya dijatuhi hukuman selama 15 & 12 th. di anggap terbukti melakukan pembunuhan terhadap a. ridiyarsah tapi mereka tetap merasa tidak bersalah. (hk).

4 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARINGAN Saut Panjaitan dan istrinya, Purnama, terpaksa meninggalkan anaknya yang baru berumur 8 dan 4 tahun -- mungkin harus sampai lebih sepuluh tahun. Sebab Maringan (39 rahun) harus menjalani hukuman selama 17 tahun di Penjara Cipinang (Jakarta). Sedangkan Purnama boru Napitupulu harus pula meringkuk 12 tahun di Penjara Wanita Tangerang. Oleh pengadilan, keduanya dianggap terbukti membunuh seorang pemuda, Achmad Ridiyarsyah (16 tahun), tetangga mereka di Palangkaraya sekitar lima tahun lalu. Namun hingga saat ini suami istri tersebut tetap merasa tidak bersalah. Mereka berusaha untuk membebaskan diri -- misalnya, dengan cara menulis surat kepada DPR-RI. Minggu lalu keduanya didengar pengaduannya oleh Anggota Komisi III/DPR Albert Hasibuan. Di LPK Cipinang, Maringan, Staf Walikota Palangkaraya yang berkumis lebat dan tak suka mengenakan seragam narapidana tersebut menceritakan pengalamannya dengan lancar. Malam itu, 14 September 1976, katanya ia baru pulang dari pasar -- membeli lampu patromaks. Persis di jalan depan rumahnya, ia melihat sesosok tubuh tergeletak, mukanya tertelungkup. Maringan turun dari sepeda motornya dan memeriksa keadaan yang malang tersebut. Tapi sosok tubuh itu tak bergerak. Maringan, katanya, lalu memberitahu istrinya dan beberapa tetangga. Korban ternyata Iyar, tetangga Maringan sendiri di perumahan pegawai situ, telah tak bernapas lagi. Polisi turun tangan. Hasilnya, cerita, Maringan dianggap isapan jempol. Sebab seseorang, Khairuddun Pulungan, bercerita lain. Pada malam kejadian itu, cerita Khairuddin kepada polisi maupun kepada hakim kemudian, ia diajak Maringan membunuh Iyar. Mula-mula orang ini menolak. Tapi, katanya, Maringan memaksa dan mengancamnya dengan sebuah pisau belati. Tak dijelaskan oleh Khairuddin, untuk apa Maringan harus membunuh seorang pemuda belasan tahun. Begitulah, Khairuddin ternyata mau pula dipaksa Maringan. Ia juga mengatakan, di samping ia sendiri ada orang lain yang turut membunuh Iyar, yaitu seorang polisi bernama Regen Panjaitan. Ia sendiri ikut menyumpal mulut dan menginjak pundak korban. Istri Maringan, katanya, turut pula bersama mereka ketika itu. Berangkat dari cerita itulah polisi kemudian menangkap Maringan dan istrinya. Selanjutnya, menurut Maringan, merupakan cerita penuh derita. Berbagai macam siksaan diterimanya siang dan malam dari polisi yang memeriksanya. Tamatan APDN (Akademi Pemerintahan Dalam Negeri) itu katanya pula pernah sampai direndam di air di tengah hutan pada malam hari. Istrinya juga bercerita begitu. Tiga hari setelah suaminya. Ia diambil polisi dari anak-anaknya, disuruh pula mengakui cerita Khairuddin -- seperti diutarakan polisi. "Tapi saya tak pemah mengaku, karena saya memang tak pernah berbuat," katanya di LP Wanita Tangerang. Sudah tentu, tuturnya, ia mengalami siksaan berat. Pernah, katanya, ia ditelanjangi pemeriksa di aula kantor polisi -- ditonton para polisi yang tak ada sangkut-pautnya dengan pemeriksaan. Bagaimana bisa begitu? "Sudahlah", ujar Purnama, "jangan tanyakan lagi-saya malu mengingatnya." Meski runyam keadaannya, suami istri tersebut tetap menolak tuduhan membunuh Iyar. Pun di pengadilan, mereka bersikeras, sehingga tak terungkap motif pembunuhan. Namun mereka toh akhirnya dihukum bersama Khairuddin dan Regen. Pada mulanya mereka dihukum di Palangkaraya -- dekat anak-anak mereka. Tapi keduanya kemudian minta dipindahkan ke Jakarta. "Untuk mencari keadilan," ujar Maringan mantap. Sebab di Palangkaraya, menurut Purnama, "tak ada yang mempedulikan nasib kami." Dan memang benar. Segera surat mereka kepada DPR mendapat perhatian Albert Hasibuan. Dari cerita keduanya, Albert belum dapat menarik kesimpulan. Cuma, kata Albert, "memang ada kejanggalan: hakim tak pernah memberi kesempatan kepada mereka untuk mengajukan saksi-saksi yang meringankan." Albert sedang mencoba menarik perhatian para petinggi hukum untuk mencarikan jalan keluar bagi Maringan dan istrinya. Caranya? Memang repot. Keputusan pengadilan terhadap keduanya sudah pasti. Sementara belum menemukan "bukti baru" -- misalnya ada pembunuh Iyar yang sebenarnya -- dari cerita Maringan maupun Purnama. Dengan begitu lembaga peninjauan kembali, herziening, seperti yang pernah diberlakukan bagi Sengkon dan Karta, menurut Albert belum diperhitungkan. Namun, Kapolri Jenderal Awaluddin Djamin terundang juga untuk bertindak. Polisi telah diminta untuk mengusut cerita Maringan dan Purnama. Hasilnya-begitulah -- Kepolisian Palangkaraya membantah. "Lebih baik Maringan diperiksa dokter jiwa," ujar Danres Palang karaya, Letkol Yusuf Sutiyono. Alasannya, ulah Maringan di tahanan polisi aneh-aneh saja. Kadang-kadang, kau Yusuf, "ia merasa didatangi datuknya dan ketakutan karena didatangi ular". Hakim Sofyan Zen, yang memimpin persidangan perkara Maringan dan Purnama, mengingatkan: "Sebagian besar saksi memberatkan mereka." Keluarga korban pun dengan yakin menyatakan adalah Maringan dan Purnama yang bertanggungjawab terhadap kematian Iyar. Motifnya? Ayah korban, Anang Acil menduga "soal cemburu. " Boleh jadi Maringan cemburu karena istrinya akrab dengan Iyar, katanya. "Saya yakin Maringan membunuhnya," ujar Anang (50 tahun), "kalau ia tak puas dengan hukumannya -- itu haknya." Cuma, apa yang bisa dilakukan Maringan dan istrinya dengan "haknya" tersebut?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus