Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Hitam putih sapuan pit

Pameran lukisan karya popo iskandar, di balai budaya, jakarta menampilkan 30 lukisan, 2 diantaranya merupakan lukisan kaligrafi dengan sapuan hitam pada latar belakang putih, menarik pengunjung. (sr)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POPO Iskandar meraih kebebasan, melepaskan citra obyek. Dua lukisan kaligrafi, dengan sapuan hitam pada latar belakang putih, langsung menarik perhatian di antara 30-an lukisan bertemakan kucing dan jago, di Balai Budaya, 19-26 November ini. Dua karya bertahun 1983 itu tak lagi mencltrakan suatu obyek, tapi lebih merupakan lukisan nonfiguratif - yang tak pernah dilahirkan Popo sebelumnya. Satu di antara dua lukisan itu lebih membentuk satu bidang hitam, meski terasa dibuat dengan sapuan-sapuan kuas. Di sini Popo tampak seperti sangsi membiarkan sapuan kuasnya berdiri telanjang. Efeknya, spontanitas dalam karya ini terasa kurang. Lukisan kedua mencerminkan satu spontanitas yang berani. Lukisan berukuran sekitar 145 x 120 cm ini cuma menampilkan beberapa sapuan hitam yang potong-memotong sedemikian rupa, hampir mengesankan dibuat dengan sekali tarik. Jadinya ialah sebuah keterusterangan yang indah, ketidaksempurnaan yang alami. Bila diikuti perkembangan Popo, lahirnya lukisan kaligrafi ini merupakan loncatan yang agak jauh. Dalam penggarapan tema-tema sebelumnya, terasa ada perkembangan yang teratur. Misalnya dari periode tema bambu, kemudian kucing, lantas jago: seperti bisa dilacak perkembangan setapak demi setapak. Pada periode bambu, pelukis yang juga anggota Akademi Jakarta ini bercerita lewat sapuan-sapuan hijau, yan di sana-sini dihias dengan noktah-noktah daun bambu. Kemudian, lahir tema kucing. Lebih kurang masih merupakan "konsep" bambu: menceritakan sapuan-sapuan bersosok kucing. Dan pada periode awal tema jagonya, pun kisah sapuan itu yang dominan - meski sugesti sapuan atau sosok sapuan kini bukan kucing atau bambu, tapi ayam jantan. Baru pada periode jago, ada perkembangan. Jago terasa lagi tak berkisah tentang Jago, tapi sesuatu yang lain. Di sini Popo seperti menyimbolkan sesuatu. Popo sendiri pernah mengatakan bahwa itu simbol "kewaspadaan". Sebab, kokok jagolah yang membangunkan kita di pagi hari. Jadi, bagaimana harus melacak lahirnya kaligrafi Popo? Mungkin, dari segi teknis. Sejak lama, 1950-an, Popo suka menggunakan pisau palet untuk menyapukan cat pada kanvas. Secara teknis, sapuan dengan alat ini memberikan kesan kaku, tersendat-sendat, kurang spontan. Ini memang cocok untuk Popo, yang memang suka berkisah dengan sapuan. Tapi, sementara itu, ada kegemaran Popo yang selalu disimpan, yang baru dimulai akhir 1960-an, yakni membuat sketsa-sketsa dengan kuas pit (kuas Cina) -konon, ini karena pengaruh pelukis Rusli. Dari sketsa-sketsa dengan pit itulah, rupanya, Popo merasakan sapuan spontanitas yang memang lain dengan teknik palet. Pada mulanya, sapuan pit pun dibimbing oleh citra bentuk atau obyek - kucing misalnya. Lama-kelamaan, citra itu menipis dan hilang. Yagn terlahir kemudian, seperti dua lukisan karigrafi itu, adalah sapuan-sapuan yang mengesankan lahir secara serentak: seperti dibuat seketika, dalam waktu bersamaan. Imaji yang kemudian ditawarkan ialah sebuah bentuk yang begitu utuh, yang secara serentak dan terus-menerus melepaskan sentuhan-sentuhan. Popo tak lagi bercerita dalam dua karya ini. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus