DUNIA balet kini tak lagi mengunci diri, juga di Prancis. Balet
tak lagi hanya nongkrong di gedung Opera Paris, tetapi mulai
keluar sarang, muncul di tempat umum di daerah pinggiran dan di
luar Paris.
Konsekuensinya, balet pun, mau tak mau, mesti menyesuaikan diri.
Untuk itu, Jacques Garnier dan Briitte Lefevre menciptakan
Teater Sunyi (Teatre du Silence). Untuk mewujudkan citra baru
ini, Merce Cunningham - tokoh pembaharu tari Amerika yang
memberontak terhadap Martha Graham punya andil cukup besar. Ini
terlihat dari penampilan Teater Sunyi di Teater Utama Taman
Ismail Marzuki, 21 dan 22 November.
Satu per satu lampu gedung dipadamkan. Dan dengan merambat,
suasana pentas pun berubah. Layar terkuak perlahan. Sesosok
tubuh tampak dalam keremangan di pentas. Temaram berankat
menjadi terang, irama merambat terus berlanjut. Gerak tubuh
seakan dinikmati benar oleh para penari, hingga denyut napas
mereka terlihat jelas. Gerak perlahan ini acap kali berhenti,
dan para penari diam bagaikan patung. Inilah nomor pembuka,
Irterruptions, karya Susana Hayman-Chaffey, diiringi musik
karya Tom Pile yang mirip kolase .
Dalam nomor awal ini, bagian-bagian tarian tak saling
berhubungan. Interruptions berkisah tentang kehidupan kota.
Tentang susahnya memusatkan perhatian hanya pada satu hal,
penciptaan misalnya. "Selalu saja ada yang mengganggu," kata
Chaffey. "Dering telepon dan tangis anak-anak dengan paksa
memutus kesinambungan kerja. Pengalaman inilah yang hendak saya
tampilkan dalam karya ini."
Nomor kedua adalah Traversee, tarian tunggal karya Brigitte
Lefevre. Nomor ini dibawakan oleh Muriel Belmondo, yang teknik
geraknya memang cukup lincah dan mulus. Kedua nomor awal yang
pendek ini (20 menit dan 9 menit) bernada kelewat redup: tenang
dan pelan. Baru pada nomor terakhir, Carmina Burana, suasana
berubah menjadi gempita. Boleh jadi, para penari memang sengaja
menyimpan tenaga untuk nomor ini. Karya baru Brigitte Lefevre
ini baru diperdanakan di La Rochelle, Oktober 1983.
Carmina digarap berdasarkan musik-Carl Orff (1895-1982). Selaras
dengan muasal sang komponis, suasana Kristiani khas Bavaria
sangat terasa. Di Prancis, Carmina Burana lebih dikenal sebagai
"nyanyian biara Beuren".
Suasana musik yang religius memberikan dukungan kuat pada
keberhasilan komposisi. Saya menduga, motivasi penciptaan karya
tari Ini memang bersumber dari sana: syair bahasa Latin dan
musik gerejani Orff, yang memang menyediakan imaji-imaji bagi
lahirnya sebuah tarian.
Musik Carmina Brrana cukup dikenal di dunia tari modern sejak
mula pertama dikoreografikan John Butler dari Amerika, dan
diperdanakan di New York pada 1959. Syairnya berkisah tentang
sekelompok biarawa dan biarawati yang menolak disiplin ordonya.
Mereka menurutkan godaan hati, menempuh kehidupan sekuler,
menikmati duka dan kenikmatan dunia. Musik ini juga
menggambarkan putaran roda kehidupan yang terkadang di puncak
dan ada kalanya terseok di dasar. Kisah asli Carmina Burana
dibagi menjadi tiga bagian: Musim Semi, Di Kedai Minum, dan
Pelataran Cinta.
Dalam karya tari, Lefevre sudah lebih bebas memberikan
interpretasi. Kesepuluh penarinya (lima wanita dan lima pria)
tak agi mengenakan kerudung atau jubah, tetapi memakai baju
terusan tak berlengan dan celana panjang berwarna sama (cokelat
muda). Dengan tatanan gerak yang cerdik, Lefevre berhasil
mengimbangi komposisi Orff yang berat.
Kesepuluh penari itu acap kali bergerak bersama untuk kemudian
dengan lincah melepaskan diri. Satu, dua, tiga, atau empat
penari bergerak memisah sebagai fokus, sisanya tinggal sebagai
latar belakang: kadang duduk bersila, kadang berlutut. Atau,
mereka berdiri untuk, pada gilirannya nanti, mengambil alih
sebagai fokus.
Untuk menciptakan kontras ruangan, digunakan angkatan tubuh
seperti dalam balet. Cuma caranya yang nonkonvensional. Ada yang
menelosor mirip dua patung sphinx Mesir, ada yang diangkat
ramai-ramai dalam posisi duduk. Ada pula yang berdiri tegak
berhadapan pada telapak tangan dua orang penyangga.
DARI pertunjukan malam itu, Carmina Burana-lah yang
menghidupkan keseluruhan penampilan, sekalipus membuktikan
kemampuan Brigitte Lefevre. Kesan gerak-gerak "asal kena" yang
tak serempak a la Cunningham memang terasa. Lefevre memang
mengakui satu hal penting yang diperolehnya dari Cunningham:
kemungkinan untuk menggali gerak pada dinamika tubuh penari
sendirl.
Namun, Cunningham bukanlah segala-galanya. Sebab, Lefevre sejak
berusia 8 tahun sudah menjadi siswa Opera Paris. Di situ,
kemudian, ia menjadi salah seorang penari utama. Pada 1971 ia
mulai menciptakan karya-karyanya sendiri. Kemudian, bersama
Jacques Garnier dan 12 penari muda dari Opera Paris, ia
mendirikan Theatre du Silence, 1972. Ketika Jacques dipanggil
kembali ke Opera Paris untuk menangani Grup Riset Teater-nya,
1980, maka tak segan Brigitte Lefevre segera mengambil alih
pimpinan Teater Sunyi.
Tampilnya grup balet Prancis, sebagai pembukaan acara Pekan
Balet Dewan Kesenian Jakarta II, diharapkan memberikan teladan.
Bukan hanya dalam ketinggian teknik dan kreativitas, tetapi -
dan terutamajuga pada sikap grup ini: terbuka terhadap
pembaharuan.
Ada lagi yang bisa dicomot dari grup Teater gini, yakni sistem
organisasinya. Kelompok seni pertunjukan di mana pun, ternyata,
tak dapat tumbuh sendiri, selalu butuh bapak angkat. Teater
Sunyi beruntung diadopsi oleh wali kota La Rochelle pada 1971,
yang dengan tulus "memberikan" kesempatan pada seniman-seniman
tari ini mencipta dan mewujudkan programprogram mereka dan
sekaligus memberikan kesempatan kepada warga kotanya menikmati
pertunjukan yang bertaraf nasional.
Sal Murgiyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini