BALAS DENDAM
Cerita: Usman Effendi
Skenario: Narto Irawan Dalimarta
Sutradara: Chung Chang Hwa & Bobby Sandy
Produser: PT Elang Perkasa & Golden Harvest
***
BEGITU film ini mulai, seorang tiba-tiba saja terbunuh. Supaya
cerita bisa berjalan lancar sembari melaksankan penghematan
macam-macam, si korban -- sebelum tewas oleh golok sudah harus
siap dengan rekaman pesan pada puteranya lewat sebuah kaset.
Tidak susah bagi sang anak (Sun I Lung) untuk mengikuti pesan
ayahnya, yang selain tersusun rapi dengan bahasa yang baik, juga
disampaikan dengan gaya penyiar berita televisi. Pokoknya,
lewat rekaman itu sang ayah sudah tahu ia bakal jadi korban
bekas temannya (Mr Wang), dan karena itu puteranya seorang
polisi Singapura, harus melakukan pembalasan. Maka meskipun
polisi mengaku telah siap untuk menggrebek pembunuh ayah Lung,
sang anak tidak urung berhenti juga dari kepolisian demi
kebebasan melancarkan balas dendam.
Keributan bermula di Hongkong.Markas para pembunuh sang ayah.
Sudah tentu seru perkelahian itu, sebab Mr Wang yang menguasai
perjudian dan jaringan penyelundupan di Hongkong ada pula
memelihara sejumlah jagoan. Dipakai juga pistol dan pisau serta
sedikit pentung, namun alat utama yang laris dalam adegan
perkelahian dalam film ini adalah tangan kosong juga. KungFu?
Lebih kurang begitulah. Hanya kali ini para bintang dari sana
itu fasih- pula berbahasa Indonesia--begitulah tekniknya.
Hatta, maka ini film tentu memang bagaikan membenarkan Hongkong
Phoey -- itu film kartun lucu di televisi, tentang bagaimana
menggelikannya, orang meniru gaya Hongkong. Selain karena
sebagian modalnya--dari pihak Indonesia - memang datang dari
Konsorsium Film Mandarin, tontonan ini juga dibikin secara
berkongsi dengan Golden Harvest yang bermukim di Hongkong. Jadi
bagai tumbu ketemu tutup sajalah. Untuk peminat film Indonesia--
di koran-koran Jakarta film ini diiklankan sebagai film
Indonesia tulen. Tapi sudah jelas repot mengunyah tontonan
blasteran macam begini.
Film Indonesia bukan tidak sering kehilangan akal sehat. Dan
bedanya dengan Hongkong memang juga dalam urusan akal sehat itu:
di sini ketiadaan itu karena keteledoran, sedang di Hongkong
sana lantaran memang dihalalkan demi terbukanya kesempatan untuk
asal main Kung Fu terus-terusan. Jadi perlu diumumkan kepada
calon pembeli karcis film ini, agar memasuki gedung pertunjukan
tanpa kesiapan bertanya macam-macam, meski yang dilihatnya aneh.
Jangan, misalnya, bertanya mengapa semua pemain film itu
akhir-akhirnya harus kumpul di Bali. Atau apakah begitu bodoh
jagoan Hongkong itu sehingga bisa tertipu membeli tambang
minyak di Bali hanya bagaikan membeli mobil bekas dan pejabat
perminyakan serta kepolisian Bali begitu konyol, sehingga
seorang bajingan sempat melakukan penipuan dengan berpura-pura
menemukan minyak, mendirikan menara pemboran, sedang minyak yang
keluar ternyata berasal dari pipa minyak jadi yang berasal dari
kapal tanker. Dan sejumlah pertanyaan berbagai ukuran
lainnya,harap disimpan saja.
Tidak diketahui berapa besar modal kedua belah pihak dalam kerja
sama pembuatan film ini. Tapi melihat bahwa Balas Dendam
sebenarnya film Hongkong yang menggunakan bahasa Indonesia,
beberapa pemain Indonesia (untuk peran kecil) serta pulau Bali,
rasanya modal orang-orang Hongkong itu memang lebih meyakinkan.
Dan kalau ini ternyata benar, maka untuk kesekian kalinya kita
memang sudah jadi tuan rumah, dalam arti cuma penerima tamu.
Ketika pemerintah dengan berbagai peraturan melindungi film
nasional dari invasi filrn-film asing, para produser Hongkong
dengan mudah menyelinap masuk ke mari. Dan yang mereka bawa
serta bukan pula barang bermutu yang lantas bisa jadi contoh.
Amat sayang bukan?
Salim Said
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini