SOPARTO (lahir di Yogya 1924) yang mendapat Anugerah Seni 1971,
tak begitu banyak punya lukisan. Sebagian karya sudah berada di
tangan para kolektor. Ini sebabnya pameran tunggalnya di TIM -
26 September s/d 1 Oktober didukung oleh Kolektor-Kolektor Tan
Siu Hong, Hendra Hadiprana, Alex Papadimitriou dan Soedarpo
Sastrosatomo. Tak kurang 39 lukisan dan 8 patung memenuhi
ruangan 5 buah di antara lukisan itu amat istimewa: berasal
dari tahun-tahun 40-an dan 50an.
Pelukis dekoratif lugu dan kaya warna ini amat cermat. Ia tidak
hanya berusaha menggarap obyek sampai ke detail. Ia pun bekerja
keras untuk menemukan bentuk pigura yang baik. Kadangkala ia tak
segan menggarap pigura itu dengan warna-warna. Lukisannya
menampilkan dunia yang membawa kita dekat pada alam, kampung,
kejadian kecil sehari-hari, rumah, anak-anak, kucing, dengan
ornamen yang terasa primitif. Soeparto menghirup bau tanah
negeri ini lalu menghembuskannya dengan rasa bahagia, rasa
cinta yang kadangkala berubah menjadi puisi.
Misteri
Ia lebih sering menangkap suasana lokal dengan warna yang riang.
Kadangkala pucat didominir putih. Tetapi dari kepucatan itu kita
melihat garis-garis jelas. Sosok kucing, anak-anak atau rumah
rakyat. Kanvasnya menangkap benda-benda yang biasanya
terlewatkan. Soeparto bagai mata hati seorang wisatawan yang
tertarik pada warna lokal dan benda-benda domestik. Ia
berusaha mendramatisir, atau kasih unjuk sudut pandangan yang
lain. Subyek subyek pada lukisannya seperti tanpa emosi. Tetapi
di balik rasa yang dingin, ada keinginan untuk mengabadikan
yang mungkin akan tertelan oleh zaman.
Inilah yang mengherankan. Dengan hidup di Jakarta, pelukis ini
masih bisa menyelamatkan diri dari irama semrawut kehidupan
praktis di sekitarnya. Ia seperti peti es, lubang memandang ke
pedalaman. Tak heran kalau lukisannya jadi alat sedot untuk
mengusir rasa puyeng setelah banyak pelukis lain lebihsuka
melukis ide dan problematik.
Kadangkala lukisannya hanya ditujukan kepada kaum pendatang
yang haus suasana lokal. Apalagi kemahirannya menampilkan
warna, menyebabkan segalanya indah dan puitis. Melawan kenyataan
seakan subyek-subyek itu sudah diperiksa, dibebaskan dari
suasana dan problem sesungguhnya yang kompleks. Lihat misalnya
lukisan seperti Tari Topeng, yang lebih menampakan informasi
indah tentang sesuatu yang masih ada di pedesaan. Di sini
manusia pelakunya telah dibebaskan dari kehidupan yang
sesungguhnya.
Sebaliknya, kecermatannya pada lukisan Air mata memunculkan
sesuatu yang dalam. Kita dihadapkan pada sebuah wajah yang
dibangun oleh kotak-kotak berwarna. Di mulutnya seperti ada ikan
lalu air mata merambat dari mata yang bagai memandang isi dunia.
Kita merasa ada misteri, bukan hanya puisi yang manis, bukan
hanya rekaman suasana berbau lokal. Suasana tersebut juga
muncul dari lukisan berjudul Tragedi yang agaknya merupakan
eksperimen. Di sini pelukis menampilkan gagasan ukiran serta
emosinya. Melihat kecenderungan pada periode paling belakang
ini, kita gembira. Separto sudah bersiap lagi untuk meneruskan
pengembaraan. Jadi tidak hanya diam dalam dunia sunyi yang
dipilihnya sambil perlahan-lahan berubah menjadi pengrajin.
Bersahaja Tepi Rumit
5 buah lukisan lama amat menarik. Karena amat berbeda dengan
apa yang dikerjakan Soeparto sekarang. Mandi Pancuran yang
dilukis tahun 1946 menunjukkan dua orang yang sedang mandi.
Rumah-rumah Kampung yang dilukis tahun 1958 merupakan bukti
adanya perhatian khusus Soeparto pada suasana. Rumah dan
Bulan (1956) memiliki kelainan pada tarikan gris, tetapi
dari sini kita melihat jiwa yang puitis. Sedang Renungan
(1949) agak berbeda dari yang lain: terasa surealistis. Potret
yang dibuat tahun 1958, jelas merupakan studi bentuk dan cahaya
yang kemudian tak pernah dimanfaatkannya lagi.
Sebuah guci dan 8 buah patung yang semuanya kayu (kecuali Ibu
dan Anak dari bahan pasir, tepung, batu, semen lebih
menjelaskan lagi betapa ceritnya Soeparto. Tetapi berbeda
dengan lukisannya kecermatan di sini tidak semata-mata
dipulas dengan Kemanisan. Patung-patung itu melapalkan
sifat rajin para pemahat pribumi yang suka pada ornamen,
berkombinasi dengan keluguan sikap hidup. Kita melihat
karya-karya 3 dimensi yang unik penuh dengan perasaan. Sesuatu
yang bersahaja, tetapi secara teknis rumit penggarapannya.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini