Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mereka Berbaju Preman

Masyarakat mengeluh terhadap perlakuan polisi, termasuk peristiwa penyiksaan sulaiman hamzah hingga pingsan akibat perlakukan oknum polisi berbaju preman. kapolri meneliti kejadian sesungguhnya.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESIBUKAN seorang Kepala Kepolisian RI, seperti Jenderal Widodo, termasuk juga mengurusi tingkah laku anggota bawahannya. Apalagi keluhan masyrakat terhadap anggota polri yang suka 'ringan tangan,' main hantam dan menakutkan, sudah cukup panjang. Semuanya, tentu, telah cukup mendapat tanggapan baik dari kapolri. Seperti kejadian di Tarakan (Kaltim) belum lama ini: Sagala, seorang pengusaha, bersama seorang nelayan di sana telah dihajar habis-habisan oleh dua orang perwira remaja polri. Salah seorang di antara oknum yang 'ringan tangan' itu adalah anggota polisi lalulintas. Padahal tuduhan terhadap Sagala dan tukang perahu Majid, yaitu menyelundup terbukti tak ada sama sekali (TEMPO, 13 Agustus). Belum lagi beres urusan Tarakan, kini sudah muncul kasus baru lagi. Sulaiman Hamzah, mahasiswa dan Ketua I Dema IKIP Jakarta, baru saja menyelesaikan liburan lebaran di kampung halamannya, di Bima (Nusatenggara Barat). Pada 18 September lalu ia sedang menggaggu keberangkatan pesawat terbang. Ketika itulah Sulaiman melihat suatu kejadian yang dianggapnya tak memenuhi rasa keadilan: seorang kusir delman sedang dianiaya oleh seseorang bercelana pendek dan berkaos oblong saja. Sulaiman, mahasiswa itu, tak bisa tinggal diam. Ia melereai. Tapi yang dilerai, rang berkaos oblong itu, tak bisa menerima begitu saja. Ia marah-marah sambil menjelaskan duduk persoalannya. Ternyata kusir delman yang dihantaminya itu dianggap bersalah lebih dulu: melanggar peraturan lalulintas. Nah, Sulaiman ini usil juga. Mana peraturan lalulintas yang dilanggar -- bukankah di situ tak ada tanda-tanda lalulintas apapun? Perang mulut sebagai tahap pertama keributan pun terjadi. Satu Strip Sulaiman Hamzah, katanya kepada TFMPO di Markas Besar Polri sesudah berjumpa dengan Kapolri, waktu itu mencoba memberikan pengertian: apa pun kesalahan sopir delman, tak layak jika sampai dianiaya. Tapi orang berkaos oblong itu tak mau mengerti. Malah dengan sewenang-wenang berkata: "Mau apa? Saya polisi satu strip!" Begitu kisah Sulaiman. Rupanya anggota polri ini sedang dalam penyamaran -setidaknya sedang berpakaian preman. "Nah, apalagi saudara polisi - 'kan mestinya pengayom rakyat? Masa baru satu strip saja sudah bertindak sewenang-wenang," ujar Sulaiman ketika itu. Ketika Sulaiman sedang baku debat dengan anggota polri ini, muncullah orang lain - yang ternyata juga anggota polisi tanpa seragam. Dan orang yang datang belakangan inilah yang mula-mula menggenjot Sulaiman. Berikutnya muncul pula orang-orang lain, yang menurut dugaan Sulaiman juga anggota polisi berbaju preman, ikut mengeroyok mahasiswa Jakarta yang hari itu bernasib buruk. Sulaiman tak tinggal diam. la berusaha meloloskall diri dari keroyokan brutal itu. Sebuall tinjunya ada juga yang kena tubuh salah seorang pengeroyoknya. Kejadian begitu ditonton oleh beberapa orang di sekitar lapangan terbang. Penonton ini yang melerai dan untuk sementara meneduhkan pukulan-pukulan yang menghujani tubuh Sulaiman. Beberapa Kali Pingsan Sulaiman kemudian digiring ke kantor polisi Palibelo. Di kantor seksi kepolisian inilah Sulaiman mengharapkan penyelesaian yang baik atas peristiwa sial yang menimpanya. Tapi dasar sial: "Di kantor polisi ini saya malah dikeroyok oleh delapan orang polisi," keluhnya. Apa bolell buat. Si teraniaya ini terpaksa berusaha menyelamatkan diri. Ia menerjang jendela dan memecahkan kaca jendela dengan hantaman tubuhnya sendiri. Tapi di luar ruangan ia sudah disambut anggota polisi lain. Dari Palibelo korban segera dibawa ke kantor polisi yang lebih atas - ke Komsekko Gunung Dua. Di kantor polisi ini nasib Sulaiman ternyata tak bertambah baik. Kepada piket, menurut Sulaiman, polisi Palibelo yang menyeretnya memberikan keterangan: "Ini mahasiswa yang mengeroyok polisi." Berdasarkan keterangan polisi Palibelo itulah polisi Gunung Dua bekerja: Sulaiman kembali dihajar habis-habis sampai terampun-ampun. Untuk lebih enaknya, bagi si penganiaya, Sulaiman diseret ke sebuah ruangan kecil. Di sini penganiayaan dilangsungkan dengan lebih seru. Menurut Sulaiman, peristiwa pahit di ruang kantor polisi yang berukuran 2 x 2« meter, berlangsung sejak jam 11 siang sampai 6 sore. Itu mengakibatkan ia pingsan beberapa kali. Dan setiap ia tak sadarkan diri, polisi menyiraminya dengan seember air. Darah mengalir dari beberapa bagian tubuhnya. Rekan tahanan di sanalah yang membantu mahasiswa Jakarta ini mencucikan pakaiannya dari noda darah. 'Penyelesaian' baru diperoleh Sulaiman dari kantor polisi yang lebih atas lagi, Resort Raba. Bentuk penyelesaiannya: Sulaiman harus menandatangani suatu pernyataan "menyesali dan mengkui kesalahannya." Juga harus menganggap urusan selesai dengan ditandatanganinya surat pernyataan. "Saya terpaksa menandatangani pernyataan itu, agar cepat terbebas dari penganiayaan," kata Sulaiman menyatakan pendiriannya. Dan begitu bebas dan terbang ke Jakarta ia bertekad untuk menyelesaikan urusan dengan polisi Bima sebagaimana mestinya. Bersama pimpinan IKIP dan rekan Dema, ia menghadap Kapolri meminta keadiian. Widodo berjanji, seperti janjinya kepada korban tangan polisj lainnya, akan menyelesaikan persoalan dengan baik. Sulaiman, yang mukanya masih birubiru, merasa puas setelah jumpa dan memperoleh janji Kapolri. Polisi, menurut Kapolri, masih harus meneliti peristiwa yang sesungguhnya. Ketidakjelasan keterangan Sulaiman, bisa dimengerti, karena para penganiayanya - yang berpakaian preman itu - tak cukup dikenali identitasnya. Itu susahnya. Widodo sendiri, sebenarnya, tak menyukai anggotanya bertindak langsung terhadap anggota masyarakat tanpa baju seragam yang semestinya. Menurut Brigjen Hudioro, Kepala Dinas Penerangan Mabak, "belum jelas benar: pelakunya itu anggota polisi atau kamra (keamanan rakyat)?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus