Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Jejak Belanda di Papua

10 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masa Kuasa Belanda di Papua 1898-1962
Pengarang: Rosmaida Sinaga
Penerbit: Komunitas Bambu
Terbitan: September 2013
Tebal: 376 halaman

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 mengenai pemekaran wilayah pemerintahan di Provinsi Papua diwarnai kontroversi. Bahkan, pada 24 Agustus 2003, terjadi perang suku antara warga yang mendukung dan yang menolak pemekaran Provinsi Irian Jaya Tengah di Timika.

Buku ini memberikan gambaran komprehensif mengenai penataan wilayah pemerintahan di Papua pada masa kolonial Belanda 1898-1962. Pada 1898 Belanda menegakkan kekuasaannya di Nederlands Nieuw Guinea (NNG), wilayah barat Papua yang menjadi kekuasaan Belanda. Sedangkan pada 1962, pemerintahan kolonial Belanda berakhir dengan menyerahkan NNG kepada pemerintah Indonesia melalui pemerintahan peralihan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA).

Di antara hasil kajian penulis, pemerintah kolonial Belanda melaksanakan pemekaran wilayah pemerintahan sebagai upaya untuk mengelola pemerintahan secara efektif dan efisien. Pemekaran seyogianya diawali dengan penjajakan untuk memperoleh informasi tentang daerah dan penduduk sebagai dasar pembangunan. Dari sini barulah dilakukan pembenahan, penataan sarana dan prasarana transportasi ke dan dari wilayah yang dimekarkan. Ini memudahkan aparat pemerintah menjalankan pemerintahan dan mendekatkan pelayanannya kepada penduduk.

Buku sejarah berbasis penelitian akademis ini mengandalkan sumber primer berbahasa Belanda. Hal itu relatif langka untuk Papua.


Sinopsis Doktoral Filsafat UI

Berpijak pada Filsafat
Penulis: Toeti Heraty Noerhadi
Penerbit: Komunitas Bambu
Terbitan: September 2013
Tebal: 462 halaman (buku 1), 560 halaman (buku 2), dan 372 halaman (buku 3)

Empat puluh tahun berkiprah di bidang filsafat, pendiri Program Pascasarjana Terstruktur Filsafat di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Toeti Heraty Noerhadi, akhirnya meninggalkan tiga buku kumpulan sinopsis S-3 filsafat.

Buku ini menunjukkan suatu kajian filsafat yang sangat luas, mencakup tema lintas disiplin filsafat dengan bidang ilmu lain dan kaitannya dengan masalah-masalah aktual.

Toeti sengaja mempertahankan sinopsis promovenda para mahasiswa S-3 yang dibimbingnya langsung atau tak langsung dalam bentuk aslinya sebagai pertanggungjawaban penulisnya. Sementara itu, ada beberapa promovenda yang tidak diikusertakan karena kurang lengkapnya dokumentasi di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, antara lain karena kepindahan dari Rawamangun ke Depok.


Hikayat Diarium Driyarkara

Driyarkara Si Jenthu
Pengarang: Frieda Treurini
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Terbitan: Oktober 2013
Tebal: 288 halaman

Bila saya ditubruk mobil dan menjadi cacat, sedangkan seorang koruptor hidup kaya di samping saya, saya tetap mengatakan Tuhan itu adil." Itulah ucapan Prof esor Dr Nicolaus Jenthu Suhirman Driyarkara, SJ, yang dikutip penulis Frieda Treurini untuk mengantar buku Driyarkara Si Jenthu. Ucapan itu menggambarkan keyakinan Driyarkara bahwa manusia serba terbatas untuk mengerti kebijaksanaan Sang Pemberi Hidup.

Ia dipanggil Frater Driyarkara-berarti matahari yang terbit sebagai puji-pujian-ketika masuk Serikat Jesus pada 1935 dan menjalani pendidikan askese, pendampingan dan penempaan olah rohani, di Novisiat St Stanislaus Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.

Salah satu warisan pribadi Driyarkara yang paling berharga adalah buku hariannya, ditulis mulai 1 Januari 1941 hingga 2 April 1950, ketika dia menjalani pendidikan filsafat di Kotabaru, Yogyakarta. Persoalannya, Driyarkara menulis diarium itu dalam empat bahasa: Belanda, Latin, Jawa, dan Indonesia.

Buku ini juga merupakan kisah seorang warga Indonesia yang cinta kepada tanah airnya, seorang nasionalis yang mempunyai komitmen menyangkut identitas kebangsaan, keselamatan negara, dan kebanggaan nasionalnya. Kecintaan itu hendak diperlihatkannya di luar negeri ataupun dihidupkan untuk mengingatkan saudara-saudaranya di Tanah Air.

Erwin Zachri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus