Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyair Umbu Landu Paranggi meninggal dalam usia 78 tahun di Rumah Sakit Bali Mandara, Kota Denpasar, Bali, pada Selasa, 6 April 2021, pukul 03.55 WITA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penyair Wayan Jengki Sunarta mengatakan Umbu Landu Paranggi dirawat di rumah sakit sejak Sabtu malam, 3 April 2021. Dia dan beberapa rekan seniman terus memantau kondisi Umbu yang terinfeksi Covid-19, hingga menjalani masa kritis sampai wafat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Umbu Landu Paranggi atau Umbu Wulang Landu Paranggi juga berjuluk Presiden Malioboro. Dia lahir di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, pada 10 Agustus 1943.
Pada 1968, Umbu Landung Pranggi bersama penyair Suwarna Pragolapati, Iman Budi Santosa, dan Teguh Ranusastra Asmara mendirikan Persada Studi Klub atau PSK. Kelompok ini mengelola rubrik puisi di media mingguan Pelopor Yogya.
Komunitas satra itu melahirkan nama-nama besar, seperti Emha Ainun Nadjib, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG, dan Yudistira Adi Nugraha. Menurut Jengki, Umbu menetap di Bali sejak 1979. Jengki mengenangnya sebagai penyair yang selalu punya cara unik untuk membangkitkan gairah dan mengapresiasi sastra.
"Bagi Umbu, puisi adalah kehidupan dan kehidupan adalah puisi," kata Jengki Sunarta. Menurut dia, penyair Bali generasi 1980-an sampai 2000-an pernah berinteraksi dengann Umbu Landu Paranggi.
Dua penyair Indonesia, Umbu Landu Paranggi dan Emha Ainun Nadjib. Foto: IG Kenduri Cinta.
Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun menyebut Umbu Landu Paranggi hidup bersahaja. "Dia kaya tidak mau kaya, dia raja tidak mau jadi raja," kata Cak Nun menambahkan. Puisi-puisinya diakui semua seniman penikmat sastra Indonesia. Tapi Umbu enggan terkenal.
Cak Nun menjelaskan, Umbu Landu Paranggi tak ingin puisi-puisinya dimuat di media manapun. "Anda cari ke manapun puisianya enggak ada, wong dia enggak mau dimuat," katanya.