Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENARI Eko Supriyanto menyajikan koreografi Sumpah Pemudi dalam Rhapsody Nusantara:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hee... heeee... heeeaa... heeeee... heeeee...,” suaranya panjang menyeru mengawali penampilannya. Kedua tangannya terangkat ke atas perlahan-lahan. Laki-laki itu lalu mengucapkan, “Hai kau perempuan-perempuan negeri bahari, segeralah kau berdandan diri, pandanglah ke depan supaya engkau paham dan mengerti bahwa masa depan ada di tanganmu. Bahwa masa depan ada di pundakmu.” Kedua tangannya mengayun perlahan seperti mengepak dan menari kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Datanglah tiga perempuan bertopi kerucut dengan membawa parang. Mereka membungkukkan badan ke depan, berjalan tempat sebentar, dan bergerak lincah dengan pedangnya terayun, seperti tengah membuka jalan membabat tanaman. Setiap dari mereka berputar dengan mengayunkan pedangnya seiring dengan musik bertempo cepat dan bersemangat.
Koreografi ini menonjolkan para penari perempuan Nusantara dan semangatnya. Eko Supriyanto juga ambil bagian dalam pertunjukan itu dengan mempersembahkan karya koreografinya tentang laut untuk menggambarkan kekayaan Indonesia. Dalam kesempatan itu, ditayangkan pula film dokumenter Salt tentang tarian dalam laut yang diciptakan oleh Eko. Karya itu dibuat saat dia menjelajahi wilayah dan perairan Indonesia timur. Dalam aksi panggungnya, Eko juga berkolaborasi dengan seorang rapper atau penyanyi rap wanita dari Papua, empat penari lumense dari Sulawesi Tenggara, serta tiga penari kontemporer dari Solo, Jawa Tengah.
Pertunjukan koreografi Eko ini hanya satu dari penampilan para seniman dalam pentas “Rhapsody Nusantara” yang digelar di Diamond Solo Convention Center, Jumat malam, 28 Oktober lalu. Malam itu sedang digelar peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan mempertontonkan berbagai seni pertunjukan, dari musik tradisi, pop, orkestra, seni tari, puisi, hingga film. Peran perempuan menjadi ide untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda tersebut.
Perhelatan ini sukses memukau seribuan penonton yang hadir memenuhi gedung pertunjukan itu. Budayawan Sardono W. Kusumo pun tampil membacakan narasi peringatan Sumpah Pemuda 2022 yang berjudul “Peran Perempuan, Merawat Kebangsaan dan Tanah Air yang Satu”.
Kolintang Gratia saat tampil di acara Rhapsody Nusantara 2022 di Diamond Solo Convention Center, 28 Oktober 2022. TEMPO/Septhia Ryanthie
Narasi yang dibacakan Sardono mengingatkan kembali peran perempuan dalam upaya mempersatukan bangsa saat itu. Sardono mengatakan Sumpah Pemuda 1928 juga menyadari masalah kesetaraan gender dan emansipasi perempuan. Maka dalam teks ditulis: “Kami poetra dan poetri Indonesia.” Hal ini sudah disampaikan pada Kongres Pemuda I, dua tahun sebelumnya. Kongres I juga membicarakan kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Pemuda II melahirkan Sumpah Pemuda. Saat Kongres Pemuda II berlangsung, tiga tokoh perempuan (Poernomowoelan, Siti Sundari, dan Emma Poeradiredja) berbicara tentang peran perempuan dalam mencerdaskan bangsa dan memajukan Tanah Air. “Cinta tanah air bukan monopoli pria. Wanita juga harus berbuat nyata, bukan hanya kata-kata,” ujar Sardono.
Panggung malam itu didominasi oleh para seniman perempuan. Penampilan kelompok Kolintang Gratia disusul penampilan sekelompok pengrawit perempuan yang membawakan karya Mutiara Dewi Fatimah atau Dewi Pembayun berjudul Sinjang. Karya berwatak feminin ini lahir dari gamelan Sekaten yang maskulin. Dewi adalah pengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta, Jawa Tengah. Pencipta lagu “Mendung” dan komposer musik Bedhaya Pranata Mangsa 2022 ini juga penata musik Republik Kethoprak Solo Raya. Para pengrawit ini menabuh gamelan Sekaten yang biasanya ditabuh para pengrawit pria. Gamelan ini pertama kalinya dipakai untuk acara di luar Sekatenan.
Panggung “Rhapsody Nusantara” selanjutnya disemarakkan oleh tampilnya sederet seniman dan musikus lain. Aktris senior Christine Hakim tampil membacakan puisi karya W.S. Rendra dan Butet Kartaredjasa membacakan puisi karya Gus Mus atau KH Mustofa Bisri. Tampil pula penyanyi Dira Sugandi, Sruti Respati, Filda Wibowo, Melati Arumsari, David “Naif” Bayu, dan grup paduan suara mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Voca Erudita. Tampil pula kelompok Gamelan Soepra Loyola yang mengiringi semua aliran musik yang tampil di panggung. Tak ketinggalan kolaborasi musik yang disajikan oleh Singgih Sanjaya Orchestra.
SEPTHIA RYANTHIE
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo