Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
BAGI sutradara Luhur Kayungga, Dor adalah keberisik-an. Naskah teater Putu Wijaya dari 1986 yang ia terjemahkan dalam panggung teater Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya, Kamis malam dua pekan lalu, itu didominasi suara gedombreng kaleng-kaleng bekas yang diseret dan dipukul-pukul. Bahkan sampai akhir cerita pun Luhur menghadirkan suasana emosional dari para pemainnya yang menghantam “dinding” seng dengan lemparan kaleng bekas bertubi-tubi. Kaleng-kaleng berserakan hingga jatuh ke luar panggung.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo