Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kekuatan Cinta Keluarga dalam Karya-Karya Arswendo Atmowiloto

Karya-karya Arswendo Atmowiloto yang difilmkan berkisah kasih sayang dan kehangatan keluarga. 

 

1 Februari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penulis dan wartawan Arswendo Atmowiloto di Jakarta, Mei 2010. Dok.TEMPO/Dwianto Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Film 1 Kakak 7 Ponakan bermula dari sinetron yang tayang pada 1996 dan diangkat menjadi film yang sedang tayang di bioskop.

  • Mendiang Arswendo Atmowiloto dikenal dengan cerita-cerita bertema cinta keluarga.

  • Hampir semua film karya mendiang Arswendo selalu menghadirkan keluarga yang berjuang mempertahankan cinta..

BAGI Anda generasi 1980 dan 1990-an, tentu tidak akan asing dengan judul 1 Kakak 7 Ponakan. Ya, 1 Kakak 7 Ponakan adalah sinetron yang tayang pada 1996 dengan jumlah episode lebih dari 60.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinetron tersebut disutradarai dan ditulis oleh Arswendo Atmowiloto. Adapun para pemeran sinetron 1 Kakak 7 Ponakan adalah bintang seperti Sandi Nayoan (Moko), Derry Drajat (Eka), Novia Kolopaking (Rosa), Epi Kusnandar (Gun), Sekar Kinasih (Nina), Cherrya Agustina Hendiawan (Ais), Ozzy Miharja (Woko), dan Dedi Gendut (Ano).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinetron tersebut bercerita tentang perjuangan seorang kakak mengurus keponakan-keponakannya yang memiliki beragam sifat dan tabiat. Selain menghadirkan adegan haru, sinetron ini menyuguhkan komedi yang membuat cerita berjalan seimbang. 

Arswendo menanamkan nilai-nilai keluarga yang amat dalam. Pria kelahiran 26 November 1948 yang wafat pada 19 Juli 2019 itu mengajarkan betapa berharganya cinta kasih keluarga. 

Arswendo memang dikenal melahirkan cerita-cerita bertema keluarga. Selain 1 Kakak 7 Ponakan, ia membuat sinetron berjudul Keluarga Cemara yang juga mengedepankan cerita keluarga. 

Sinetron ini tayang lebih lama, yakni sebanyak 412 episode, sejak 1996 hingga 2005. Keluarga Cemara bercerita tentang sebuah keluarga yang bangkrut secara ekonomi dan harus pindah ke sebuah desa dengan kehidupan menyedihkan. 

Ya, cerita getir seperti silih berganti di setiap episodenya. Namun setiap konflik atau masalah selalu bisa diselesaikan dengan kesederhanaan serta keikhlasan, yang ujungnya berbuah kedamaian dan kebahagiaan bagi keluarga Abah. 

Bisa dibilang, itulah salah satu ciri khas cerita sinetron dan film karya Arswendo. Selain memiliki tema keluarga yang kental, selalu saja ada konflik yang datang di awal cerita. Lalu berbekal kasih sayang keluarga, problem itu perlahan bisa diselesaikan dan berakhir dengan kebahagiaan. 

Sutradara Yandy Laurens paham betul kuatnya tema keluarga dari karya-karya Arswendo Atmowiloto. Maklum, kedua judul sinetron karya Arswendo itu sudah ia sadur menjadi film. Ya, Keluarga Cemara sukses diubah menjadi film berdurasi 110 menit pada 2019. Paling anyar, 1 Kakak 7 Ponakan diubah menjadi film dan tayang di bioskop sejak 23 Januari 2025. 

Film Keluarga Cemara laku hingga ditonton 1,7 juta orang. Adapun film 1 Kakak 7 Ponakan masih merangkak dengan ratusan ribu penonton hingga memasuki pekan kedua penayangan di bioskop. Kedua film tersebut mendapat respons positif dari penikmat sinema. Buktinya, Keluarga Cemara mendapat skor 7,7/10 dan 1 Kakak 7 Ponakan 8,6/10 menurut laman ulasan film IMDb

Menariknya, hampir semua film karya Arswendo selalu menghadirkan cinta keluarga. Semua permasalahan pasti bisa diselesaikan dengan cinta dari keluarga.  

Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku (1984)

Film ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Cia yang menikahi pria pegawai tata usaha di sebuah kampus bernama Dono. Pernikahan itu dilakukan Cia demi membalas dendam kepada ayahnya yang menikahi sahabatnya. Saat berbulan madu di kampung Dono, terbongkar rahasia bahwa Dono tak bisa memberikan nafkah batin kepada Cia. Hingga suatu ketika Cia diperkosa oleh seorang pria yang dicurigai sebagai Kromodongso, tapi ternyata pelakunya adalah Dono sendiri.

Pacar Ketinggalan Kereta (1989)

Film ini diangkat dari novel berjudul Kawinnya Juminten karya Arswendo Atmowiloto yang rilis pada 1985. Film ini bercerita tentang kisah cinta berbagai tokoh. Ada jatuh cinta, ada rasa cemburu, dan lain-lain. Film ini sukses menyabet berbagai penghargaan, termasuk dalam Festival Film Indonesia 1989.

Anak-anak Borobudur (2007)

Film ini berkisah seorang anak bernama Amat yang pandai membuat patung. Suatu hari ia mengikuti lomba membuat patung dan menang. Namun rupanya patung yang didaftarkan ke panitia lomba adalah bikinan ayahnya. Amat mengakui hal itu dan mengembalikan piala kepada panitia lomba. Warga kampung Amat kesal atas kecurangan tersebut hingga ia dikucilkan. Namun seorang pengamat seni datang memberikan penghargaan atas kejujuran Amat. 

Keluarga Cemara (2019)

Film ini diangkat dari sinetron dan cerita bersambung karya Arswendo Atmowiloto. Berkisah sebuah keluarga mapan dari Jakarta yang harus pindah ke pinggiran Bogor, Jawa Barat, karena masalah ekonomi. Harta benda mereka habis lantaran ditipu oleh keluarga besarnya. Mereka harus memulai hidup dari nol. Setelah rentetan kesedihan, keluarga ini pun akhirnya menemukan kebahagiaan. 

Keluarga Cemara 2 (2022)

Film ini melanjutkan cerita keluarga dari film pertama. Kebaruan cerita membuat film ini terasa lebih segar dari kisah asli karya Arswendo Atmowiloto. Tema kehidupan saat masa pandemi Covid-19 menambah kebaruan cerita.

1 Kakak 7 Ponakan (2025)

Film ini diangkat dari sinetron karya Arswendo Atmowiloto pada 1996. Film ini bercerita tentang seorang pria muda bernama Moko yang mendadak mengemban tugas merawat tujuh keponakannya karena orang tua mereka meninggal. Moko harus mengubur dalam-dalam cita-citanya demi mengurus ketujuh keponakannya itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus