Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Lab itu apa bisa laba ?

Laboratorium film berwarna pertama di indonesia resmi berdiri di ragunan, jakarta. orang film menyambut gembira karena mereka tak perlu susah lagi ke luar negeri untuk memproses film berwarna. (fl)

27 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIKAN di Hollywood, senja itu Gubernur Ali Sadikin serta beberapa artis terkemuka -- Tanty Yosepha, Santy Sardi dan Slamet Rahardjo menerakan telapak kaki mereka di plesteran yang basah di studio dan laboratorium berwarna milik yoo Han Sing di Ragunan Pasar Minggu. Dan hari Selasa 16 Maret itu, secara resmi di Indonesia telah berdiri sebuah laboratorium untuk film berwarna. Sebelumnya, sepanjang sejarahnya, film-film berwarna Indonesia diproses di luar negeri. "Dengan laboratorium ini, para pembuat film Indonesia bisa menghemat hingga 50%", kata Nyoo kepada para wartawan. Ternyata bukan cuma soal penghematan yang bisa diperoleh lewat lab baru itu. Sebab "sambil mengulangi ketergantungan kita pada lab di luar negeri, juga kreatifitas bisa diharapkan lebih berkembang", kata Wim Umboh, sutradara dan penggagas lahirnya laboratorium yang bernama Internasional Cine & Studio Centre itu. Cerita Wim pula: "Dahulu bila kita opname di Manado lalu diproses di Jepang, perlu waktu 4 bulan. Dan kalau ada cacat, amat sulit melakukan pengambilan ulangan". Berbagai eksperimen juga bisa dilakukan lewat studio ini. Sebab film yang diopname hari ini, misalnya, kabarnya dua hari kemudian sudah bisa dilihat hasilnya. Waktu singkat ini diharapkan bisa merangsang para sutradara untuk berhuat macam-macam guna kemajuan perfilman kita. Begitu, katanya, harapan Nyoo dan Wim yang sibuk dengan lab berwarna itu sejak beberapa tahun silam. Tapi harapan tentu akan tinggal impian jika kenyataan akan jadi lain. Sembari semua orang film menaruh harapan amat lumayan pada usaha Nyoo, berbagai komentar ada juga terlontar. "Paling tidak lab itu bakal memungkinkan penghematan devisa negara", kata Turino Junaidi dari Sarinande Film. Tapi apa bisa lebih murah dari lab di Hongkong? Mutu, apa bisu lebih baik, atau paling sedikit sama? "Kami akan usahakan agar lebih murah", kata Nyoo yang lebih terkenal sebagai tokoh perbankan swasta itu. Soal mutu, Nyoo buru-buru tidak menjanjikan apa-apa. "Silakan buktikan sendiri", kata pengusaha ini sembari menunjuk 2 film -- Tantangan Kota Jakarta dan Taman Mini Indonesia -- yang baru saja selesai diproses di Interstudio itu. Konon hasilnya tidak mengecewakan, sehingga ada juga yang sempat ragu, apa betul itu dikerjakan di Ragunan. Dalam Perjalanan Dengan biaya Rp 590 juta, di Ragunan Pasar Minggu kini telah berdiri sebuah laboratorium film berwarna di atas tanah seluas 8,5 hektar, yang konon segera diluaskan jadi 10 hektar. Pada lab yang sebenarnya baru bisa bekerja sempurna dalam beberapa bulan mendatang ("sebagian peralatan masih di Priok, lainnya masih dalam perjalanan", kata Wim Umboh), bekerja sejumlah 50 karyawan yang 15 di antaranya adalah tenaga ahli yang dipimpin oleh K.H. Liu, orang yang juga memimpin Universal Color Lab di Hongkong. Para pembuat film di Indonesia kini memang menanti dengan harap saat mereka bisa bekerja kembali di Jakarta, seperti yang mereka lakukan dulu pada zaman film hitam putih. "Tidak perlu lagi mundar-mandir ke Tokyo menghabiskan uang", kata sutradara Nyak Abbas Akub yang konon sudah lupa berapa kali saja ia pernah mundar-mandir ke Jepang memproses film-filmnya. Dalam pesta meriah pembukaan lab baru yang bersamaan dengan ulang tahun Persatuan Artis film (Parfi) -- hadir nyaris semua orang film, termasuk artis top dari Hongkong dan artis baru dari Malaysia yang didatangkan oleh Des Alwi. Kelihatannya semua orang bergembira di malam sejuta bintang itu, meskipun beberapa orang yang kritis ada pula mengaku prihatin, sebab "kalau produksi film kita masih rendah seperti ini, bagaimana modal yang ditanam Nyoo itu bisa berputar", kata salah seorang di antara mereka. Keraguan ini dibantah Nyoo yang mengaku bersahabat dengan Wim Umboh sejak tahun 1959. "Saya kan pengusaha", kata Nyoo dengan yakin. Dan sebagai pengusaha, kabarnya Nyoo sudah bisa meraba bahwa meskipun produksi film nasional sekarang ini sedikit, adanya Lab itu nantinya bakal menaikkan film nasional, terutama dengan rencana Interstudio memberi kredit kepada para pembuat film. Asal selektif saja memberi kredit. 'Kan layak diingat mandeknya sejumlah uang kredit SK 71 di tangan sejumlah produser film Indonesia sejak beberapa tahun terakhir ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus