Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Media Asing Soroti Penarikan Lagu Band Sukatani yang Mengkritik Polisi

Media asing turut menyoroti keputusan penarikan lagu Bayar Bayar Bayar karya Band Punk Sukatani yang liriknya mengkritisi polisi.

23 Februari 2025 | 16.19 WIB

Aktivis melakukan aksi demonstrasi mendukung band punk Sukatani dalam aksi Kamisan di depan Mapolrestabes Bandung, Jawa Barat, 20 Februari 2025. Aktivis menilai Sukatani telah menjadi korban represi atas kebebasan berekspresi dan berkesenian. Dugaan represi mengemuka usai personel Sukatani mengumumkan penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform pemutar musik, termasuk ungkapan permintaan maaf kepada institusi Kepolisian. Tempo/Prima mulia
Perbesar
Aktivis melakukan aksi demonstrasi mendukung band punk Sukatani dalam aksi Kamisan di depan Mapolrestabes Bandung, Jawa Barat, 20 Februari 2025. Aktivis menilai Sukatani telah menjadi korban represi atas kebebasan berekspresi dan berkesenian. Dugaan represi mengemuka usai personel Sukatani mengumumkan penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform pemutar musik, termasuk ungkapan permintaan maaf kepada institusi Kepolisian. Tempo/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Grup musik punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani, baru-baru ini menarik perhatian publik setelah memutuskan untuk menarik lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar dari semua platform pemutar musik. Keputusan ini diumumkan melalui akun Instagram resmi mereka, @sukatani.band, pada Kamis, 20 Februari 2025. Lagu yang sempat viral tersebut menimbulkan kontroversi karena liriknya dianggap menyinggung institusi kepolisian di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dalam unggahan yang sama, dua personel Sukatani, gitaris Muhammad Syifa Al Lufti dan vokalis Novi Citra Indriyati, juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta institusi Polri. Yang menarik, dalam video pernyataan tersebut, mereka tampil tanpa menggunakan topeng, sesuatu yang sangat jarang terjadi mengingat Sukatani selama ini dikenal memilih anonim dalam setiap penampilan panggung mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, yang dalam liriknya terdapat kata-kata 'bayar polisi' yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” ujar Lutfi dalam pernyataan yang dikutip dari Instagram @sukatani.band.

Lutfi menjelaskan bahwa lagu tersebut sejatinya diciptakan sebagai bentuk kritik terhadap oknum kepolisian yang melanggar peraturan, bukan ditujukan kepada institusi Polri secara keseluruhan. Namun, untuk menghindari polemik lebih lanjut, mereka memilih untuk menarik lagu tersebut dari peredaran. Selain itu, mereka juga meminta kepada para pengguna media sosial yang telah mengunggah video atau lagu tersebut agar menghapusnya demi menghindari risiko hukum di kemudian hari.

“Kami tidak ingin menanggung risiko lebih jauh atas penyebaran lagu ini. Kami juga meminta para penggemar dan pengguna media sosial untuk menghapus unggahan yang sudah tersebar,” lanjut Lutfi. Di akhir pernyataan mereka, Lutfi dan Novi menekankan bahwa permintaan maaf serta penarikan lagu ini dilakukan secara sukarela tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun.

Disorot Media Asing

Keputusan band Sukatani untuk menarik lagu mereka tak hanya menjadi perbincangan di dalam negeri, tetapi juga mendapat sorotan dari media internasional. Salah satu media yang melaporkan kejadian ini adalah Channel News Asia (CNA), yang mengangkat polemik ini dalam salah satu artikel mereka.

Dalam laporan yang diterbitkan, CNA menyebut bahwa lagu Bayar Bayar Bayar menimbulkan kontroversi karena liriknya yang dianggap menginsinuasikan bahwa polisi menerima suap. Meski demikian, dalam pernyataan resminya, Sukatani menegaskan bahwa kritik dalam lagu tersebut hanya ditujukan kepada oknum tertentu, bukan kepada seluruh institusi kepolisian.

CNA mengungkapkan bahwa band Sukatani, yang dibentuk pada 2022, dikenal dengan lagu-lagu yang mengangkat isu ketidakadilan sosial dan agraria. Grup ini kerap mengadakan pertunjukan dengan mengenakan balaclava dan membagikan hasil pertanian kepada para penonton sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan petani.

Polemik ini memicu berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian penggemar menyayangkan keputusan Sukatani untuk menarik lagu tersebut, menganggapnya sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik sosial dalam musik dan seni. Mereka menilai bahwa musik punk memang seharusnya menjadi media untuk menyuarakan kritik terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.

Namun, ada pula yang mendukung keputusan tersebut. Beberapa pihak berpendapat bahwa kritik yang disampaikan melalui seni harus dilakukan dengan cara yang lebih konstruktif agar tidak menimbulkan kontroversi yang berlebihan.

Sementara itu, pihak Polda Jawa Tengah membantah adanya tekanan terhadap Sukatani terkait penarikan lagu tersebut. Komisaris Dwi Subagio, Direktur Reserse Kriminal Polda Jawa Tengah, menegaskan bahwa tidak ada larangan atau tekanan dari kepolisian terkait lagu tersebut.

“Tidak ada tekanan. Setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas. Sejauh yang saya tahu, tidak ada larangan,” ujar Komisaris Dwi dalam pernyataannya.

Meskipun mengalami kontroversi, Sukatani menegaskan bahwa mereka akan terus berkarya dan menyampaikan kritik sosial melalui musik yang mereka ciptakan. Mereka juga berharap agar polemik ini tidak menyurutkan semangat mereka dalam mengekspresikan isu-isu sosial yang mereka anggap penting melalui jalur seni.

Sapto Yunus berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus