Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LANGIT, sawah, gunung. Sepintas terlalu sederhana untuk seniman sekaliber Krisna Murti. Selama ini, Krisna Murti dikenal sebagai video artist. Dan di Rumah Seni Yaitu, Semarang, tiba-tiba ia memamerkan 15 lukisan laut, sawah, dan gunung, dengan tema Forbidden Zone.
”Kalau bukan karya Krisna Murti, lukisan ini tak jauh beda dengan lukisan yang terpajang di rumah makan padang,” kata Wahyudin, kurator seni rupa independen dari Yogyakarta, yang bertandang menengok pameran. Menurut dia, publik justru harus jeli, mengapa Krisna Murti menyajikan karya-karya pemandangan demikian. ”Pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan dari pameran ini.”
Memang, melalui pameran ini Krisna ingin mengkritik citra-citra Mooi Indie. Lukisan panorama Indonesia zaman dulu, menurut Krisna, terlalu didominasi aspek daratan. Menggunakan bahasa gambar Mooi Indie sendiri, ia menampilkan lukisan panorama masa kini yang proporsi langit dan lautnya lebih banyak daripada daratan.
Lihatlah Runway. Lukisan 80 x 90 sentimeter ini mengambil obyek Bandar Udara Changi, Singapura, tapi dengan perspektif miring, seolah dilihat dari dalam pesawat yang baru saja lepas landas dalam posisi singit. Krisna Murti sengaja membuatnya demikian, agar lanskap langit dan gugusan awan lebih besar porsinya daripada daratan.
Ketika melukis sawah, porsi langit juga lebih luas ketimbang petak-petak padi. Demikian juga ketika ia menampilkan pantai. Birunya laut menyatu dengan birunya langit, lebih besar porsinya daripada gugusan pulau. Dengan pameran ini, ia menginginkan sebuah penafsiran ulang tentang Mooi Indie.
Sohirin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo