Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di panggung masyhur seni rupa kontemporer, tiga srikandi perupa Indonesia; Ayu Arista Murti, Endang Lestari, dan Theresia Agustina Sitompul, menghadirkan pameran kolaboratif bertajuk TIGA SISI: Jelajah & Media. Pameran ini menampilkan karya-karya eksploratif mereka di Museum dan Cagar Budaya Unit Galeri Nasional Indonesia (GNI), mulai 14 Juni hingga 14 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga perupa ini tidak hanya menyuguhkan keindahan visual, tetapi juga mengajak pengunjung untuk merenungkan betapa pentingnya penjelajahan media dan teknik dalam dunia seni. Dari lukisan kanvas yang memukau hingga eksperimen dengan medium yang tidak biasa, mereka merangkai kisah-kisah personal mereka dengan indah dalam setiap goresan.
Pameran Seni Rupa Tonjolkan Kedalaman Konseptual
Kurator pameran, Asikin Hasan menuturkan, karya-karya mereka tidak hanya memperlihatkan keahlian teknis dan keindahan visual, tetapi juga mengandung kedalaman konseptual yang memikat, dan membangkitkan kesadaran akan keindahan dan kedalaman batin. "Mereka mengelola pengalaman personal, yang satu sama lain jauh dari asal studi. Ketiganya juga mengolah isu lingkungan hidup dan persoalan psikologis lainnya," ujar Asikin Hasan di GNI, Kamis, 13 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ayu Arista Murti, menggambarkan perjalanan kreatifnya sebagai sebuah penjelajahan jiwa. Tak terpaku pada medium lukisan konvensional, dia mengeksplorasi akrilik, cat air—bahkan sampah plastik yang didaur ulang menjadi karya seni yang bernilai. Sampah-sampah plastik di sekitarnya tidak hanya sebagai eksperimen seni, tetapi juga sebagai respons terhadap isu lingkungan yang krusial bagi keberlangsungan hidup.
Itu bermula pada 2017, ketika daerah tempat tinggalnya di Yogyakarta bermasalah dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). “Pembuangan sampah itu nggak mau menerima sampah lagi dan pada beberapa jalanan itu jadi kotor,” ujar Ayu, saat ditemui Tempo.
Dia juga bercerita saat masa sulitnya, untuk tetap bereksplorasi dengan karyanya, lalu menemukan kekuatan baru dalam berkomunikasi dengan alam, dan menghadirkan energi alam ke setiap karya yang dihasilkannya. “Alam berdialog dengan saya melalui sinar matahari, angin, suara gemericik air, dan itu buat saya seperti rekreasi,” kata Ayu menambahkan.
Terlebih, karya Ayu di pameran kali ini banyak terinspirasi dari medium air dan sampah plastik. Walaupun Ayu merasa dirinya bukan aktivis, dia menilai, isu lingkungan harus disikapi dengan bijak dari diri sendiri, salah satunya sebagai seorang pelaku seni.
Selanjutnya, Representasi Tanah Liat dan Logam>>>
Representasi Tanah Liat dan Logam
Para perempuan perupa di balik pameran seni bertajuk Tiga Sisi: Jelajah & Media dalam konferensi pers pada Kamis, 13 Juni 2024. (Dari kanan) Theresia Agustina Sitompul, Ayu Arista Murti, Endang Lestari. Pameran itu digelar di Galer Nasional Indonesia mulai 14 Juni sampai 14 Juli 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Lain lagi dengan sang perupa, Endang Lestari. Dengan latar belakang seniman keramik, Tari melintasi batas-batas material dengan keahlian grafis yang menawan. Karya-karyanya bukan hanya representasi visual, tetapi juga refleksi mendalam dari interaksinya dengan tanah liat dan logam. Setiap sentuhan adalah sebuah dialog dengan alam semesta, menggambarkan keindahan yang tersembunyi dalam benda-benda sederhana, namun sarat makna.
“Media keramik, media logam itu adalah media yang ternyata sulit untuk dieksplorasi cukup dalam,” tutur Tari kepada Tempo. Dia menceritakan perjalanannya mengeksplorasi tanah liat dari berbagai daerah di Indonesia.
Melalui pengalaman yang berulang secara bertahun-tahun, Tari juga melakukan perenungan, koreksi diri dan merasa merangkai hubungan lebih dalam dengan Tuhan, sang pemilik semesta—karena karya seninya menggunakan tanah liat dan material bumi. Tak hanya tanah liat, Tari juga menjelajah medium lainnya dengan logam.
“Karena logam sendiri adalah material yang dekat dengan alam,” kata dia. Perjalanannya dengan medium tanah dan logam, pada akhirnya menghasilkan visual dengan pola lebih abstrak, namun menyelipkan kedalaman akan pengalaman sang perupa.
Seni Grafis Melalui Kertas Karbon
Adapun Theresia Agustina Sitompul, sejak tahun 2011, mengubah paradigma seni grafis dengan memperkenalkan kertas karbon sebagai medium utamanya. Sebuah pilihan yang tidak biasa, karena kertas karbon merupakan bahan kimia berbahaya. Dengan fokus pada jejak pribadi, barang-barang domestik, dan lingkungan sekitarnya, Theresia menciptakan komposisi yang mengundang interpretasi dan refleksi mendalam dari setiap pengamatnya.
Menariknya, di pameran kali ini, Theresia menggabungkan teknik cetak karbon dengan pakaian dalam, yang selama ini dianggap tabu untuk ditampilkan sebagai objek karya seni. “Saya mau berbagai persepsi ini bagaimana saya mengomposisikan barang-barang domestik tersebut dengan cetak karbon,” ujar Theresia, menjelaskan bagaimana karya-karyanya tidak hanya mencerminkan keunikan visual, tetapi juga mengundang dialog dan persepsi tentang isu-isu sosial yang relevan.
Menurut Theresia, dalam sebuah karya, setiap orang punya interpretasi yang berbeda. Menurut dia, itu hal yang wajar untuk memancing dan memantik eksplorasi karya dengan lebih dalam. “Dalam berkarya, kita bisa menggunakan sesuatu, sebuah, banyak hal, yang dekat dengan kita,” kata Theresia menambahkan.
Ketiganya, meskipun berbeda dalam latar belakang dan pendekatan, menyatu dalam semangat eksplorasi dan keberanian untuk mempertanyakan batasan-batasan tradisional seni rupa. Mereka bukan sekadar menciptakan visual yang memikat, tetapi juga membangun narasi yang mengundang perenungan dan dialog tentang eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam dan bahan-bahan di sekitarnya.
Pameran TIGA SISI bukan hanya sebuah perayaan visual, tetapi sebuah panggilan untuk menenggelamkan diri dalam keindahan, makna, dan kompleksitas dari setiap sentuhan kreatif yang mereka sajikan. Dari lukisan hingga daur ulang sampah, dari keramik hingga kertas karbon, mereka mengajak para penikmat seni untuk mengapresiasi nilai estetika serta perenungan yang dihadirkan melalui setiap karya mereka.