Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Cara Toko Buku Kecil Yogyakarta Meningkatkan Minat Baca

Toko buku kecil di Yogyakarta lebih diminati pengunjung dibanding toko buku besar. Diskusi menjadi nilai tambah.

13 Januari 2025 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Toko buku Warung Sastra di Kampung Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, 9 Januari 2025. TEMPO/Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Berbagai toko buku kecil di Yogyakarta dipadati pengunjung saat banyak toko buku besar lengang.

  • Ada Warung Sastra, Buku Akik, Jual Buku Sastra, dan lainnya.

  • Toko-toko buku alternatif ini tidak hanya menjual buku, juga menggelar diskusi.

TOKO-toko buku kecil itu ibarat oasis di tengah keringnya minat baca masyarakat Indonesia. Saat toko buku besar terus dirundung sepi, termasuk pada hari-hari awal tahun yang menjadi periode ramai pembeli, berbagai toko buku alternatif di Yogyakarta ramai pengunjung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warung Sastra salah satunya. Toko buku kecil ini menghidupkan minat baca dengan menjual buku-buku penerbit indi dan aktif menggelar diskusi bersama komunitas pencinta buku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Kamis malam, 9 Januari 2025, misalnya, sekelompok anak muda mendatangi Kampung Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Lapak itu menempati bangunan rumah berukuran sekitar 6 x 7 meter. Kanan-kirinya rumah tempat tinggal.

Sebagian pengunjung melihat-lihat buku yang dipajang pada rak-rak yang menjulang seperti perpustakaan. Sebagian menyeruput kopi, mengudap camilan, dan memantengi layar laptop di kafe. Mereka datang dari berbagai lokasi, termasuk Banyuwangi, Jawa Timur; dan Jakarta untuk berburu buku.

Sebagian pengunjung menyambangi Warung Sastra setelah melihat berbagai unggahan akun Instagram toko buku indi tersebut. “Kami memancing anak-anak muda lewat berbagai kutipan dalam filsafat,” kata Ari Bagus Panuntun, pendiri Warung Sastra, kepada Tempo di lokasi. Misalnya, "Tidakkah yang paling berat itu adalah merendahkan diri untuk membunuh keangkuhan," kata Friedrich Nietzsche dalam Zarathustra. 

Jumlah pengikut akun Instagram Warung Sastra terus naik hingga kini sebanyak 737 ribu akun. Selain mengandalkan media sosial, toko buku kecil yang ditumbuhi pohon rambutan di tengah perkampungan itu rajin membuat forum diskusi yang melibatkan tujuh komunitas sastra. Sederet penulis buku, seperti Joss Wibisono, Fahruddin Faiz, Natasha Rizky, Felix K. Nesi, Eko Prasetyo, dan Benny Giay, pernah menjadi pembicara di sana.

Bagus mengatakan Warung Sastra punya acara rutin untuk menghidupkan minat baca, yaitu Malam Buku yang mendatangkan penulis buku untuk mempromosikan karyanya. Forum ini turut melibatkan para penerbit. Selain itu, ada forum khusus yang membahas karya penulis pemula. Pembahasan mereka melibatkan berbagai genre buku, termasuk sejarah, filsafat, dan sastra.

Bersama para pengelola Warung Sastra, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada itu juga membuat berbagai kegiatan untuk menggaet minat baca kalangan anak muda. Contohnya, simposium komik One Piece, karya fenomenal Eiichiro Oda yang menjadi satu seri manga terlaris sepanjang masa. Pertemuan itu terbukti efektif mendatangkan ratusan pengunjung yang membeludak di sana pada akhir Juni 2024. “Kami sedang menyiapkan forum setor bacaan, di mana semua orang bisa menceritakan buku yang sedang dia baca,” kata Bagus. 

Lapak yang menjadi tongkrongan banyak anak muda itu berdiri sejak 2017. Seperti kebanyakan toko buku indi, Warung Sastra sering mendiskusikan buku-buku di luar kategori best seller yang nangkring di rak-rak toko buku besar. Kitab-kitab yang dijual ataupun didiskusikan misalnya bertema kelompok minoritas berbasis identitas gender, feminisme, lingkungan, dan gerakan sosial.

Toko Buku Akik di Jalan Kaliurang, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, 5 Juni 2023. TEMPO/Shinta Maharani

Yogyakarta memang menjadi persemaian toko buku kecil. Bagus menyambut baik jumlah toko buku alternatif yang terus bertambah. Toko buku indi semula berdiri untuk mengatasi persaingan dengan toko buku besar yang kebanyakan lebih berorientasi pada bisnis dan lebih banyak memberikan ruang kepada penulis buku-buku best seller. Selain itu, toko buku indi menawarkan alternatif bacaan yang lebih beragam.

Tengoklah Buku Akik di Jalan Kaliurang, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, milik Tomi Wibisono yang berdinding batu bata. Lapak ini menyuguhkan suasana membaca di dalam rumah yang hangat. Mereka lebih banyak menjual buku-buku terbitan penerbit indi dan menempatkan buku-buku lawas serta langka di sudut perpustakaan. 

Deretan rak mereka lebih banyak memajang buku-buku sastra, filsafat, dan musik, seperti karya Nietzsche, Karl Marx, serta Rosa Luxemburg. Buku populer dan buku motivasi jumlahnya minor serta tidak ditaruh di etalase utama. 

Ada juga Jual Buku Sastra yang menekankan pada pendekatan personal dan kekuatan komunitas. Toko buku ini menempati rumah panggung kayu di tengah persawahan di Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Jual Buku Sastra membentuk ikatan bersama para pembaca dan pemburu buku. Orang yang datang ke lapak milik pasangan Indrian Koto dan Mutia Sukma itu dapat membaca buku sembari menikmati semilir angin serta hamparan sawah. 

Buku Akik dan Jual Buku Sastra sering menggelar diskusi yang mengundang sejumlah penulis. Sebagian dikenal kerap memicu perdebatan di dunia sastra, seperti Saut Situmorang. Penggemar toko-toko buku ini sebagian besar kalangan muda yang menghabiskan waktunya di sana saat musim liburan.

Toko buku Togamas di Yogyakarta, 3 Januari 2025. TEMPO/Shinta Maharani

Berbeda dengan toko-toko buku kecil, toko buku yang lebih lama berdiri, seperti Togamas dan Shopping Book Center, punya cara berbeda untuk menarik minat baca. Manajer toko Togamas, Sheny Kristanto, mengatakan mereka mengadakan diskon untuk menggaet pembeli. Contohnya, saat libur tahun baru 2025, Togamas menawarkan potongan harga hingga lebih dari 50 persen. 

Sheny yakin jurus itu ampuh. Menurut hitung-hitungannya, pengunjung toko buku Togamas meningkat 10 persen dibanding pada hari-hari biasa. Buku-buku andalan mereka adalah novel-novel karya Leila S.Chudori dan Tere Liye serta bacaan politik dan filsafat dari Rocky Gerung. 

Berbagai cara tersebut ditempuh untuk turut memperbaiki minat baca masyarakat Indonesia. Data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, yakni hanya 0,001 persen. Artinya, hanya satu dari seribu orang Indonesia yang rajin membaca.

Sheny yakin orang akan lebih tertarik membaca buku jika mendapat kemudahan akses, termasuk harga yang lebih murah. Dia mencontohkan pameran buku dalam dua tahun terakhir berhasil mengerek minat orang membeli buku-buku yang selama ini jarang dilirik karena tergolong bertema berat, termasuk Madilog karya Tan Malaka. Buku Madilog yang mendapat diskon terjual ludes hingga 300 eksemplar dalam pameran. “Omzet naik dan itu memberikan angin segar kepada penerbit,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus