Danger Hot Air |
Karya | : | J. Ulis |
Tempat | : | Via-Via a Joker Travellers Cafe, Yogyakarta |
Waktu | : | 10 Jan - 10 Maret 1999 |
|
Sudah banyak orang tak percaya lagi pada adagium bahwa fotografi mengungkap realitas sejujurnya. Di tangan seorang fotografer, kamera adalah alat manipulasi realitas. Ia bukan alat untuk mengungkap sebuah peristiwa apa adanya tentang realitas obyek karena ia sudah memiliki realitas sendiri (realitas subyektif).
Sedangkan kamera dan film hanya alat untuk mengungkap realitas subyektif itu. Realitas (visual) yang berhadapan dengan mata terdiri dari sejumlah penggalan realitas, yang masing-masing bisa berbeda secara ekstrem. Naluri estetika seorang fotografer cenderung menangkap penggalan realitas itu yang sesuai dengan realitas subyektifnya. Bahkan penggalan realitas itu jika disusun kembali bisa memberi makna baru, yang mungkin akan sama sekali berbeda dengan realitas sebelumnya. Inilah yang disebut Pablo Picasso sebagai "seni adalah sebuah kebohongan". Tapi kebohongan ini pula yang membuat orang menyadari kebenaran (realitas).
Adalah J. Ulis, seorang perupa foto (untuk membedakan dengan perupa yang menggunakan medium lain) dari Institut Seni Indonesia, yang mendistorsi realitas dari sejumlah penggalan realitas visual. Penggalan realitas visual itu kemudian disusun kembali dengan menghubungkan elemen yang memiliki relevansi makna sehingga melahirkan sebuah makna baru. Ia mengubah cara penyajian dan cara menikmati karya fotografi dengan menggunakan lima neon-box (bahan yang biasa dipakai untuk medium iklan terbuat dari mika transparan yang disorot lampu neon) sebagai pengganti kertas foto yang menerangi lembaran orthofilm (film positif yang transparan).
Kolase obyek-obyek foto itu merupakan penggalan-penggalan realitas visual. Maka Ulis tak menyebut karyanya sebagai karya fotografi, melainkan cenderung sebagai karya fotografis, sebuah karya seni rupa yang hanya menggunakan medium fotografi. Karya fotografis Ulis, yang tampil dengan warna monokrom, lahir lewat realitas visual yang tak sesuai dengan realitas subyektif. Ia hanya memberi sisa realitas visual yang sesuai dengan realitas yang diciptakannya sebagai fotografer.
Dengan tema besar "tentangan terhadap industri pariwisata", Ulis menghadirkan figur seorang perempuan kulit putih bercelana pendek, t-shirt tanpa lengan, dan topi yang dipasang terbalik. Perempuan ini diterjemahkan datang dari negeri yang jauh hanya untuk menikmati eksotisme kehidupan petani lewat eksploitasi program pariwisata yang berlebihan. Ia tampak sedang mengayunkan seikat padi agar terlepas dari batangnya, sebagaimana yang biasa dilakukan petani seusai panen. Di sebelahnya?dalam ukuran yang lebih kecil?ada tiga figur lelaki kulit putih hasil reproduksi dari foto yang sama. Ia hanya mengenakan celana dalam dalam posisi membungkuk sedang meraih sesuatu. Makna baru diharapkan semakin terbentuk dengan hadirnya potongan benda yang memberi citra bentuk tangki besi penuh dengan jejeran sekrup, dengan teks yang langsung menarik perhatian: "Danger Hot Air". Entah apa yang ada di balik realitas subyektif fotografer, tapi penonton perlu memeras pikiran untuk menghubung-hubungkan relevansi makna di antara penggalan-penggalan realitas visual pada karyanya ini. Padahal Ulis cuma ingin menyampaikan rasa tidak setujunya terhadap eksploitasi yang berlebihan terhadap alam dan manusia dalam industri pariwisata. Ulis menganggap pemerintah terlalu berlebihan memperlakukan turis asing hanya demi lembaran dolar.
Pada karyanya yang lain, Ulis sebaliknya mengejek turis asing yang ingin mengecap eksotisme alam Timur dengan perasaan khawatir. Ia menggambarkan sosok turis dengan wajah tegang sedang memegang botol kecil. Sedangkan di bagian atas seorang anak berwajah Asia bak sedang terbang menunggangi botol Autan (minyak oles antinyamuk). Sebuah sindiran terhadap ketakutan turis asing yang berlebihan terhadap keterbelakangan negeri Timur yang eksotis.
Sebagaimana orang yang bergelut dengan fotografi, Ulis berusaha merambah wilayah seni rupa dengan tetap memanfaatkan medium fotografi. Ia mengambil manfaat medium fotografi untuk menangkap obyek-obyek visual secara realistis. Ia tak lagi bicara apa adanya tentang pesan antieksploitasi sektor pariwisata yang ingin ia sampaikan ke khalayak. Namun di balik obyek-obyek realistis itu tampak Ulis masih kurang mahir memainkan metafora yang tajam. Simbol-simbol yang muncul lewat realitas visual yang dipotretnya cukup repot untuk dirunut maknanya. Tapi karya Ulis telah memberi alternatif dalam penggunaan medium fotografi dan cara lain untuk menikmati karya fotografi. Karyanya semakin menunjukkan bahwa realitas bukanlah realitas. Realitas dalam kesenian (fotografi) adalah sebuah realitas yang diciptakan seniman.
R. Fadjri dan L.N. Idayanie