Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Film

Red Sparrow, Manipulasi Mata-mata Wanita Dua Negara

Film Red Sparrow, seolah menunjukkan kemampuan agen rahasia perempuan yang mengandalkan sisi feminitasnya sebagai senjata untuk memanipulasi lawan

13 Maret 2018 | 03.19 WIB

 Jennifer Lawrence dalam cuplikan film terbarunya, Red Sparrow. Dalam film tersebut, Jennifer berperan sebagai mantan balerina Rusia yang dipaksa mengikuti program intelijen Rusia. AP/Murray Close/Twentieth Century Fox
Perbesar
Jennifer Lawrence dalam cuplikan film terbarunya, Red Sparrow. Dalam film tersebut, Jennifer berperan sebagai mantan balerina Rusia yang dipaksa mengikuti program intelijen Rusia. AP/Murray Close/Twentieth Century Fox

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Seperti menghadapi dunia terbalik, kariernya sebagai balerina papan atas, terpaksa mati dan menggiringnya masuk ke dunia agen rahasia. Penuh pertarungan fisik, main strategi, penuh kehati-hatian, mengandalkan kemampuan goda-rayu, dan lagi mengancam nyawa kapan saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hal itu dialami Dominika Egorova (Jennifer Lawrence). Setelah alami kecelakaan yang disengaja sehingga menyebabkan kakinya patah, bawah sadarnya ternyata mudah tersulut dendam, membawanya melakukan pembunuhan pertama. Di balik kelembutan seorang balerina, Dominika punya sifat dingin dan cepat membuat strategi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jennifer Lawrence dalam film Red Sparrow. Smh.com.au

Film Red Sparrow, seolah menunjukkan kemampuan agen rahasia perempuan yang mengandalkan sisi feminitasnya sebagai senjata untuk merancang strategi dan menaklukkan lawan, nyaris sepenuhnya laki-laki. Lihat bagaimana Dominika menjatuhkan mental dan superioritas rekan satu pelatihannya lewat pandangan merendahkan saat dihadapkan alat kelamin. Ia pun dinilai pandai menangkap motif seseorang lewat gestur atau tatapan.

Dalam satu adegan, Dominika menunjukkan bagaimana ia menampakkan diri agar menarik perhatian seorang agen CIA, Nate Nash (Joel Edgerton) yang menjadi sasarannya setelah ia didepak dari pendidikan Red Sparrow. Dalam waktu singkat, peristiwa kehilangan karier cemerlang sebagai seorang balerina dan upaya menyelamatkan nyawa sang ibu (Joely Richardson) menghadirkan sisi dingin dan juga menunjukkan bakat lain yang tersembunyi, jadi agen rahasia.

Red Sparrow, menunjukkan sebuah jalinan cerita yang serius dan dingin. Namun di dalamnya nyaris tak banyak ditemukan adegan baku hantam, dar-der-dor tembakan, atau menonjolkan teknologi-teknologi canggih ala film spionase lainnya. Red Sparrow adalah teknik menjatuhkan lawan lewat praktik menggoda dan sejenis manipulasi.

Jennifer Lawrence (kiri) dan Joel Edgerton dalam cuplikan film Red Sparrow. Film ini menampilkan hubungan asmara antara Dominika dengan anggota CIA yang dimainkan oleh Joel Edgerton. AP/Murray Close/Twentieth Century Fox

Tetap ada bagian perburuan, tikaman senjata, tembakan tanpa ba-bi-bu, juga adegan tanpa busana yang disensor cukup kasar. Namun pada praktiknya, Dominika lebih menggiring penonton untuk coba ikuti alur pikirnya mengambil keputusan-keputusan dan tindakan yang kadang meleset diterka. Dominika berupaya selangkah lebih maju bahkan lebih dari lawannya, dari pamannya Ivan Dimitrevich Egorov (Matthias Schoenaerts).

Matthias Schoenaerts (kiri) dan Jennifer Lawrence dalam cuplikan film Red Sparrow. Red Sparrow yang disutradarai oleh Francis Lawrence sudah dapat dijumpai di layar lebar. AP

Sebagai seorang agen rahasia Rusia, Jennifer Lawrence  cukup berhasil memunculkan sosok yang dingin, penuh perhitungan, dan sigap mengambil keputusan. Tapi di sisi lain, karakter itu seolah lenyap begitu saja saat ia berhadapan dengan Nate. Kelemahan Jennifer di film ini meyakinkan penonton bahwa Dominika adalah orang Rusia.

Adegan-adegan penyiksaan, dan berdarah cukup menimbulkan ngeri, tapi secara keseluruhan film ini menekankan persoalan Dominika mengatur langkahnya untuk menyelamatkan hidupnya, ibunya, juga membalaskan dendamnya satu persatu. Semua digambarkan cukup lambat dan panjang, dengan durasi lebih dari dua jam. Sehingga membutuhkan konsentrasi untuk terus mengikuti alur ceritanya.

Justin Haythe menuliskan naskah merujuk pada novel berjudul serupa karya Jason Matthews, seorang mantan agen CIA. Film ini menghantarkan Jennifer Lawrence  bekerja sama lagi dengan sang sutradara, Francis Lawrence. Sebelumnya keduanya dipertemukan lewat trilogi Hunger Games.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus