Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANAK ‘90-an mana yang tak kenal game Mortal Kombat? Walau tak memainkannya sekali pun, mereka pasti sering mendengar nama permainan virtual yang dirilis Midway Games pada 1992 ini. Popularitas game ini pada zamannya “ngeri-ngeri sedap”. Apa lagi penyebabnya kalau bukan visual pertarungannya yang keras dan sadistis. Orang tua yang cuma kenal game Mario Bros pastilah kaget mendapati kucuran darah dalam Mortal Kombat yang dimainkan anak mereka. Namun, terlepas dari kontroversinya, game ini berumur panjang. Sejumlah istilah dari Mortal Kombat pun masih terngiang hingga kini, seperti “fatality” dan “brutality” yang belakangan populer lagi di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jadi wajar bila jagat media sosial kita geger saat Joe Taslim mendapat peran dalam film Mortal Kombat yang diadaptasi dari game tersebut. Penyebabnya bukan cuma reputasi game itu yang legendaris, tapi juga peran Joe, ninja jahat Bi-Han alias Sub-Zero, adalah salah satu tokoh utama dalam Mortal Kombat. Video trailer yang memuat adegan Joe berucap, “I am Sub-Zero,” pun membikin heboh warganet. Padahal sebenarnya ada darah Indonesia lain yang mengaliri film Mortal Kombat. Max Huang, pemeran Kung Lao, beberapa waktu lalu mengaku di Twitter bahwa ayahnya orang Sumatera. Nama keluarganya Widjaja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mehcad Brooks sebagai Jax dan Joe Taslim sebagau Sub Zero (kanan) dalam Mortal Kombat. Mark Rogers - © 2019 Warner Bros. Entertainment Inc
Peran Sub-Zero membuat Joe Taslim menjadi spesialis antagonis dalam film-film Hollywood. Setelah menjadi Jah dalam Fast & Furious 6, ia kebagian peran tokoh hitam seperti Manas (Star Trek) dan Gurutai (The Swordsman). Level peran jahatnya makin naik setelah ia memerankan Sub-Zero, yang tak ubahnya iblis keji berdarah dingin. Menurut Joe, peran penjahat menarik karena justru mendorongnya untuk mengeksplorasi kemampuan berakting. Walau demikian, saat menjadi Sub-Zero, ia sempat merasa terbebani. Jumlah penggemarnya sudah jutaan. “Otomatis ada tekanan walau merasa spesial juga karena mendapat kepercayaan besar,” katanya dalam konferensi pers yang digelar secara daring, 12 April lalu.
Mortal Kombat adalah garapan ulang film berjudul sama yang dirilis 26 tahun lalu. Berbeda dengan pendahulunya, Mortal Kombat versi anyar mengenalkan tokoh baru bernama Cole Young (diperankan Lewis Tan). Si anak bawang ini adalah petinju mixed martial arts yang belakangan kerap kalah dalam pertarungan. Sampai suatu hari, datang seseorang bertubuh kekar, Jax, yang menyebut Young sebagai pejuang terpilih dari bumi. Buktinya, Jax dan Young punya stempel tubuh bergambar sama. Jax pula yang membukakan jalan bagi Young ke markas para pelindung bumi yang dibimbing Raiden (Tadanobu Asano) untuk turun ke turnamen.
Chin Han sebagai Shang Tsung. Mark Rogers - © 2019 Warner Bros. Entertainment Inc
Namun, sementara biasanya resep kejutan itu melahirkan sensasi menyenangkan, entah kenapa Young kita ini tampak biasa saja. Padahal tugasnya sangat berat, lho. Bersama prajurit terpilih lain, ia harus mempertahankan bumi atau Earthrealm dari ancaman jawara-jawara Outworld. Sampai akhir film, ekspresi datar Young ini lumayan mengganggu. Bahkan ia pun tak terlihat mengesankan sebagai petarung. Pesonanya kalah bila dibandingkan dengan Liu Kang, bahkan dengan Sonya Blade. Dalam sejumlah adegan yang mengadunya dengan pejuang Earthrealm dalam latihan pun Young kerap tampak bak butiran debu. Tapi, ya, memang film aksi sesenang itu dengan konsep from zero to hero walau kadang sosok protagonisnya tak mengundang simpati. Apa mau dikata?
Satu hal yang sakral dari keberadaan Cole Young adalah bahwa ia masih punya garis keturunan dari Scorpion (diperankan Hiroyuki Sanada). Walau klise, benang merah ini menjadi sebab di pikiran Young kerap berkelebatan kenangan akan leluhur jauhnya itu. Ketika pada akhirnya Scorpion bangkit dari neraka demi menghancurkan Sub-Zero, keberadaan si pasif Young dalam arena pun jadi terasa mubazir. Scorpion, dengan porsi adegan yang minim, justru menyajikan emosi mendalam. Ia membawa rasa sakit yang sempat terkubur selama ratusan tahun itu di depan mata kita.
Menghadirkan game dalam bentuk film memang susah dilakukan. Walau film Mortal Kombat rilisan 1995 dianggap lumayan, sekuelnya yang tayang pada 1997 tak semulus yang diharapkan banyak penggemarnya. Salah satu musababnya adalah plot cerita game yang sebenarnya tak kuat. Dalam game arcade, karakter dan plot cuma alasan agar kita sebagai pemain bisa menghantam lawan secara virtual. Pun dalam film Mortal Kombat baru ini, kita tak bakal bisa puas bila sejak awal mematok target muluk-muluk untuk plotnya. Cara terbaik menikmati filmnya adalah dengan menaruh perhatian pada perkelahiannya saja.
Kalau itu kita lakukan, kiranya sutradara Simon McQuoid paham betul cara menyuguhkan pentas pertarungan yang berdarah-darah, dan ini yang membuat Mortal Kombat mirip dengan versi game-nya. Gelut tangan kosong, memakai senjata, ataupun dengan tenaga dalam, semua terlihat brutal tapi indah. Terlebih adegan yang mempertontonkan Sub-Zero (gara-gara diperankan Joe Taslim, kita jadi ingin mendukung si penjahat saja) melawan Scorpion serta adu fisik Kano dengan Sonya. Karakter Kano yang blangsatan dan beringas memang sekilas menyebalkan. Namun hal itu justru menjadi daya pikat dan pemantik tawa dalam momen-momen kering drama.
Ludi Lin sebagai Liu Kang Max Huang sebagai Kung Lao (kanan) dalam Mortal Kombat. Mark Rogers - © 2019 Warner Bros. Entertainment Inc
Selain pertarungannya yang epik, walau banyak kena sensor saking sadisnya, aspek visual Mortal Kombat sedap dipandang. Sulit disangkal, kemunculan Sub-Zero dalam film ini selalu mencekam. Bahkan kengeriannya melebihi antagonis lain, Shang Tsung sekali pun. Pria berbaju zirah ini selalu mendarat ke bumi dengan situasi yang khas: hawa dingin yang mematikan, hujan batu es, serta balok-balok tajam dari es yang menyimbolkan energi dan kekuatannya. Bahkan, dalam satu adegan, kedatangan Sub-Zero sudah membikin merinding walau ia hanya berdiri dan menatap di depan pintu rumah lawannya. Walaupun ketika itu tak ada adegan berantem, ketegangan hadir begitu saja.
Joe mengaku kostum Sub-Zero membuatnya banjir keringat. Baju zirah dan masker dari besi itu berbobot lebih dari 12 kilogram, sementara ia mesti mengenakannya saat beradegan baku hantam. Gara-gara itu, bobotnya sampai turun 5 kilogram selama syuting. “Hampir tiga pekan (syuting) rasanya saya sakit pinggang dan leher karena badan diganduli beban seberat itu saat bergerak,” ujarnya.
Sayangnya, walau ini pertarungan tak main-main penjaga bumi melawan komplotan Outworld, situasi genting sama sekali tak dihadirkan sutradara McQuoid. Mungkin karena terbentur fulus yang cekak, kita tak bakal mendapati pemandangan kota yang porak-poranda karena dikerjai pasukan lawan. Bila pun ada adegan di perkotaan, itu hanya berupa gang-gang sempit tempat Cole Young menghabiskan malam dengan anak-istrinya. Juga kawasan terpencil entah di mana yang menjadi tempat persembunyian para jawara. Sungguh sayang kiranya meniadakan kemungkinan adegan kerusakan yang banal di dunia. Bumi, di tangan McQuoid, jadi terasa begitu kecil dan tak berarti.
ISMA SAVITRI
Mortal Kombat (2021)
Mortal Kombat
Sutradara:
Simon McQuoid
Penulis naskah:
Greg Russo, Dave Callaham
Pemain:
Hiroyuki Sanada, Joe Taslim, Lewis Tan, Ludi Lin
Produksi:
Warner Bros, New Line Cinema, NetherRealm Studios
Tanggal rilis di Indonesia:
23 April 2021
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo