Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Suatu pilihan yang tak mudah

Pengarang : frithjof schuon (s.l.) : yayasan obor indonesia, 1987 resensi oleh : julizar kasiri.

10 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENCARI TITIK TEMU AGAMA-AGAMA Oleh: Frithjof Schuon Penerbit: Yayasan Obor Indonesia Pustaka Firdaus, 1987, 168 halaman TITIK temu agama-agama mungkin sesuatu yang sulit untuk diwujudkan. Tetapi berbagai usaha dilakukan ke langkah itu, misalnya membentuk "majelis agama-agama" dan "dialog antaragama- agama". Hasilnya selalu berakhir pada prasangka yang menyedihkan. Dalam kesulitan ini, Frithjof Schuon, seorang orientalis asal Belanda yang ahli di bidang studi perbandingan agama-agama, menawarkan sesuatu yang tampaknya baru dalam ulasan teologis dewasa lni. Tentang buku ini, T.S. Eliot, pemenang Nobel di bidang sastra (1984) menulis, "Belum pernah saya menemukan karya tentang studi perbndingan agama-agama Timur dan Barat yang lebih mengesankan dari buku ini." Apa yang ditulis Eliot ada benarnya. Buku ini memang sangat mengesankan, walaupun ulasannya begitu pelik dan aneh. Bila sudut pandangannya sudah dipahami, akan kembali terasa wajar dan pas. Buku ini didasarkan pada ajaran yang bersifat metafisis, dalam arti yang sebenarnya -- sama sekali bukan bersifat filosofis. Perbedaan ini mungkin tak pada tempatnya bagi mereka yang menganggap metafisika sebagai cabang filsafat. Dalam hal ini, F. Schuon keluar dari jalur filsafat Aristoteles dan para penulis Skolastik sesudahnya. Bagi Schuon, filsafat didasarkan kepada akal budi, yang merupakan kemampuan dasar setiap pribadi manusia. Sedangkan metafisika semata-mata berlandasan intelek. Berbeda dari pengertian biasanya, intelek bagi Schuon adalah sesuatu yang ada di dalam jiwa, tetapi ia tidak diciptakan dan tidak dapat diciptakan. Rumusan ini ditemukannya dalam paham esoterisme (mistik Islam). Pengetahuan intelektual murni langsung diterima dari Tuhan, dan di luar kemampuan pribadi manusia. Karena itu, ia bersifat universal, adiindividual, atau ilahi. Al-Ghazali (1058-1111 M), meletakkan jalan orang sufi, "jalan orang selalu menggunakan intelek", di atas jalan pencari kebenaran yang lainnya. Perbedaannya, al Ghazali hanya berpijak pada suatu agama. Sedangkan Schuon meletakkan kemungkinan pengetahuan intelektual ini pada setiap bentuk agama yang mempertahankan kemurnian inti ajarannya. Tidak setiap penganut agama memiliki pengetahuan ini. Dan di kalangan Islam, pengetahuan ini dimiliki oleh orang-orang sufi. Pengetahuan ini, menurut Schuon, terletak di balik tabir berbagai simbol dogmatis dan beragam ibadat pada tiap agama. Dengan kata lain, pengetahuan ini terletak pada level esoterisme agama (inti agama). Pada level inilah kesatuan berbagai agama dapat ditemukan. Sebab, kesatuan agama tak dapat diwujudkan dalam taraf eksoterisme (kulit luarnya). Jika ini dipaksakan, menurut Schuon, maka bentuk-bentuk yang telah diwahyukan pada agama akan tercerabut dari akar dan dasar hidupnya. Jadi, "kesatuan adikodrati" bentuk-bentuk agama bisa dicapai secara batiniah dan rohaniah, tanpa prasangka terhadap bentuk khusus mana pun juga. Sebab, pertentangan di antara bentuk-bentuk ini tidak akan mempengaruhi "kebenaran universal". Konsep "kesatuan adikodrati" Schuon ini banyak mempengaruhi kalangan pemikiran Islam dewasa ini, terutama Sayyed Hossein Nasr -- guru besar sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat yang sangat produktif. Dan kalangan Islam di Indonesia dapat menikmati karya Schuon yang lain, Memahami Islam -- membahas secara mendalam. Julizar Kasiri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus