Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Berita Tempo Plus

Sangging di Perbatasan

Pameran karya terbaru para finalis kompetisi seni lukis Titian Prize digelar di Bali. Menafsirkan dan mengembangkan lukisan Bali dari berbagai sisi.

4 Juni 2022 | 00.00 WIB

Lukisan I Wayan Eka Mahardika berjudul “Candra Kepangan”. Agus Dermawan T
Perbesar
Lukisan I Wayan Eka Mahardika berjudul “Candra Kepangan”. Agus Dermawan T

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Pameran karya para finalis kompetisi seni lukis Titian Prize di Bali

  • Tafsir dan pengembangan gaya lukisan Bali.

  • Para pelukis modern didekatkan kepada kekhasan sangging (raut lukis) tradisional Bali.

ADA dua hal yang mendorong Walter Spies membentuk perkumpulan Pita Maha pada 1936. Hal pertama adalah dorongan kekhawatiran seni lukis (tradisional) Bali akan jalan di tempat apabila tidak disentuh kelebat cahaya seni dari Barat. Juga lukisan Bali akan terancam keseragaman apabila tidak diselusupi semangat individual. Hal kedua adalah ajakan agar para pelukis Bali—yang memegang teguh spirit menyama braya (persaudaraan dan persamaan) ala tat twam asi (aku adalah kau dan kau adalah aku)—menumbuhkan semangat kompetisi. Sebab, elan bersaing selalu menjanjikan kemajuan.

Apa yang dipikirkan Spies diamini oleh rekannya, Rudolf Bonnet. Bonnet juga melihat Bali yang melahirkan begitu banyak pelukis justru sangat sedikit munculkan seniman. Pelukis yang ia maksud adalah artisan (tukang gambar, peniru, dan penerus ikon presentasi). Sementara itu, seniman adalah kreator, penggubah gambaran-gambaran baru. Untuk itu, dalam Pita Maha, semangat kompetisi diam-diam tertumbuhkan.

“Saya yang tak biasa bersaing adalah salah seorang korbannya. Sedangkan Ida Bagus Made Nadera adalah juaranya,” ucap Ida Bagus Made Poleng suatu kali. Nadera memang pernah dipilih oleh Spies dan Bonnet untuk mengerjakan “lukisan agung” sepanjang 9 yard pada kurun itu, yang bikin pelukis lain cemburu.

Setelah Pita Maha tutup buku, spirit kompetitif dilanjutkan pada 1956 ketika Bonnet menggagas lahirnya Golongan Pelukis Ubud. Namun, setelah Bonnet balik ke Belanda, semangat “bersaing” yang menstimulasi lahirnya evolusi dan inovasi melempem lagi. Seni lukis Bali pun kekurangan kreasi baru yang menohok. Meskipun demikian, ribuan karya yang apik wujud terus bermunculan di segala pelosok, berbarengan dengan serbuan pariwisata yang tak henti mengkonsumsinya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Agus Dermawan T

Pengamat seni

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus