Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada nama Jawa untuk menandai ruangan itu. Ya, Artati, artinya manis, sama dengan Zoet dalam bahasa Belanda. Sesungguhnya, Artati adalah nama samaran Zoetmulder untuk dua tulisannya, De Strijd om het Paradijs dan Literatuur over den Islam. Dulu, seratus hari setelah Zoet meninggal, nama itu diabadikan di ruangan itu. Ruangan bagian dari Perpustakaan Pusat Universitas Sanata Dharma, Mrican, Yogyakarta.
Zoetmulder, 100 tahun kelahirannya dirayakan pada awal Februari lalu di Yogyakarta. Ia pintar bermain biola, gandrung pada Beethoven dan Mozart, tapi perhatiannya terpusat pada Jawa Kuno. Dan Pustaka Artati menyimpan warisannya yang berharga: 200an manuskrip naskah Jawa dalam bentuk lontar, buku catatan, dan transkrip. Lebih dari 6.000 buku koleksi pribadi (belum termasuk jurnal), 250 microfiche serta puluhan buku karyanya terkumpul di situ. ”Ada satu almari draf kerja Romo Zoet. Pengarsipannya sangat rapi, masingmasing topik disimpan dalam satu map,” tutur S.E. Peni Adji, Kepala Pusat Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia Universitas Sanata Dharma.
Dari 225 lembar map draf kerja itu bisa dilacak asalmuasal pemikiran pria kelahiran Utrecht (Belanda) itu. Dari pelbagai tulisan tangannya, Peni menyimpulkan bahwa pria itu sangat tertarik pada segalanya tentang Jawa. Ketertarikan umum. Romo Zoet berkonsentrasi pada Jawa Kuno karena orang Jawa sendiri tidak tertarik pada filologi. ”Di sini Romo Zoet membukakan pintunya,” kata Peni. Koleksi ini menawarkan potensi pengembangan ilmu yang berpijak pada kejawaan. ”Siapa pun bisa datang ke sini, tidak perlu mencari sampai Leiden.”
Zoetmulder memiliki kehalusan yang memungkinkannya menembus batin manusia dan budaya Jawa. Nama lengkapnya Petrus Josephus Zoetmulder, SJ, dan ia lahir pada 29 Januari 1906. Datang ke Pulau Jawa pada 1925, untuk mengemban tugas, mempelajari studi Jawa. Ia tekun, sabar, berdisiplin, dan apresiatif terhadap bidang yang digelutinya. Tuntutan studi membuat dia mencintai Jawa, menjadi warga negara Indonesia pada 13 Maret 1951.
Pentheisme en Monisme in de Javaanche Soeloek Litteratuur merupakan disertasi Zoetmulder di Rijksuniversiteit, Leiden 1935. Studi filsafat ini diterjemahkan Dick Hartoko, diterbitkan pada 1990 dengan judul Manunggaling Kawulo Gusti. Ia datang ke negeri ini untuk mempelajari kehidupan spiritual masyarakat Jawa, di antaranya suluk Jawa yang mengungkap ajaran mistik, terutama mistik Islam, dipadu budaya kejawen yang berbentuk tembang macapat. Dari situ Zoet masuk ke genre sastra Jawa Kuno dan sastra Jawa Tengahan. ”Perjalanan Zoet dalam khazanah sastra Jawa bergerak ke belakang. Hasilnya memberikan gambaran sejarah sastra Jawa,” tutur Fransisca Tjandrasih Adji, dosen Universitas Sanata Dharma.
Kini kita bisa melihat karya Zoetmulder dalam bahasa Jawa Kuno. Di antaranya, De Taal van het Adiparwa (1950), Sekar Sumawur I (1958), Sekar Sumawur II (1963), Bahasa Parwa I (1961), Bahasa Parwa II (tidak bertahun), Old JavaneseEnglish Dictionary (1982), Udyogaparwa, dan Uttarakanda.
De Taal van het Adiparwa, Bahasa Parwa I dan II merupakan buku tata bahasa Jawa Kuno. Contoh teksnya ada di Sekar Sumawur I dan II, memuat fragmenfragmen Mahabharata. Udyogaparwa dan Uttarakanda menyajikan karya berbentuk suntingan. Dan Old JavaneseEnglish Dictionary merupakan mahakarya Zoet yang disusun selama 30 tahun, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Darusuprapto dan Sumarti Suprayitna menjadi Kamus Jawa KunoIndonesia.
Karyakarya Zoetmulder di bidang sastra Jawa Kuno di antaranya The Old Javanese Poet as Yogi (1954), Kawi dan Kekawian (1955), Literarische Yantras (1957), The Old Javanese Poet and His Craft (1964), Kalangwan: A Survey of Old Javanese Literature (1974), dan Sekar Iniket (tidak bertahun).
Menurut Fransisca, karyakaryanya itu memaparkan hakikat seorang kawi atau yogi dan kakawin atau yantra. Yantra adalah wadah untuk menuangkan hasil permenungan. Jadi kakawin merupakan bentuk peribadatan sang kawi. ”Kalangwan merupakan mahakarya Romo Zoet dalam sastra Jawa Kuno, tapi beliau mengatakan ini sebagai karya selayang pandang.”
Sampai kini pembabakan sastra Jawa boleh dikata belum jelas benar. Tapi Zoetmulder telah menawarkan banyak hal. Dari karyakarya itu bisa terlihat kerangka sejarah sastra Jawa. Dalam Kalangwan, Zoetmulder mengungkap: prasasti Sukabumi (25 Maret 804 M) karya berbahasa Jawa Kuno yang bertanggal paling tua. Artinya, perjalanan sastra Jawa Kuno, berdasar kerangka pemikiran Zoetmulder, berawal dari Jawa Tengah.
Lalu pada abad 10 atau 930 M, sastra Jawa Kuno berkembang di Jawa Timur oleh Raja Dharmawangsa Teguh. Abad berikutnya berkembang di Jawa Timur (Raja Erlangga) dan Bali (Anak Wungsu). Pada masa itu sastra Jawa Kuno dan sastra Bali berdampingan, tapi di Bali sastra Jawa Kuno lebih berkembang.
Pada abad ke14 hingga 15 muncul karya sastra Jawa Kuno yang tidak begitu jelas, ditulis di Jawa atau Bali. Dijumpai pula karya sastra dengan bahasa yang berbeda, disebut Jawa Pertengahan. Akhir abad ke15 di Jawa Tengah terjadi peralihan ideologi dari Hindu ke Islam. Sejak itu Jawa Kuno mengalami kemunduran, muncul Jawa Pertengahan, Jawa Pasisir, Jawa Baru, dan sekarang Jawa Modern.
Thomas M. Hunter, dosen Universitas Charles Darwin, Australia, menyebut karyakarya Zoetmulder warisan, sumber ilham, sekaligus tantangan untuk generasi selanjutnya. Berkat Zoetmulder kita mempunyai kumpulan karya tentang sejarah, khazanah perbendaharaan kata dan kritik teks sastra Jawa Kuno yang tak ternilai.
Uttarakanda karya terakhir Zoetmulder yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Diterbitkan bersamaan dengan peringatan seabad kelahiran Romo Zoet. Menurut Hunter, masalah yang paling menonjol dalam teks Uttarakanda adalah mengapa Uttarakanda Jawa Kuno ditulis dalam bentuk prosa. Masalah ini belum jelas benar apa penyebabnya. Tapi Hunter mengira, penulisan dalam bentuk prosa itu berkaitan dengan situasi negara pada saat itu.
Kelebihan karya suntingan Zoetmulder, menurut Peni, Zoetmulder membicarakan apa saja dari teks yang dia dapatkan. ”Ahli kita kebanyakan hanya memperhatikan dan mencari teks yang terbaik,” tuturnya.
Uttarakanda merupakan prosa terakhir Ramayana, berisi cerita tentang Rama dan Rahwana. Ditulis oleh sastrawan anonim pada masa Raja Dharmawangsa. Dalam Kakawin Ramayana yang selama ini ada, posisi Rama selalu menjadi orang nomor satu yang berbudi baik. Ternyata dalam Uttarakanda berbeda. Posisi Rama dan Rahwana seimbang. Menarik, bisa jadi waktu itu untuk menggoyang atau melegitimasi raja.
Kita tahu, Zoetmulder telah membuka pintu itu, membuka kemungkinan baru terhadap pelbagai teks Jawa Kuno.
L.N. Idayanie (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo